Pelabelan Kandungan Gula Untuk Produk Bergula dan Manfaatnya

Kesehatan, YPTD239 Dilihat

Upaya Kementerian Kesehatan yang akan melakukan pelabelan kandungan gula pada kemasan produk makanan dan minuman menjadi diskusi yang menarik di tengah masyarakat. 

Tentu saja jika terjadi pro dan kontra maka itu adalah hal yang biasa. Sebagian di antara mereka menganggap bahwa hal itu percuma saja karena masyarakat kita banyak yang tidak peduli dengan label yang berisi kandungan gula produk maknan dan minuman.

Namun banyak juga mereka yang setuju dengan harapan adanya pelabelan kandungan gula akan menjadi peringatan penting bagi perlindungan kepada masyarakat yang biasa mengonsumsi gula berlebihan.

Jika ada yang mengatakan bahwa gula itu berbahaya maka itu tidak benar karena gula adalah bahan pangan sebagai sumber enersi, bukan sejenis racun.

Gula bisa dikatakan sangat berbahaya bagi kesehatan yaitu pada saat kita mengonsumsinya secara berlebihan.

Dengan konsumsi berlebihan maka tubuh kita membutuhkan hormon insulin lebih banyak untuk menetralisir kadarnya dalam tubuh.

Pada saat tubuh menerima gula terlalu berlebihan maka akan terjadi resistensi hormon insulin dalam tubuh karena terjadinya kelebihan gula.

Hal ini sangat mengkhawatirkan, tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga bisa menyebabkan risiko penyakit diabetes.

Berbicara mengenai konsumsi gula,menurut data dari Badan Pangan Nasional, Bapanas (22/4/24), pada tahun 2023 rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi gula pasir sebesar 5,8 kilogram per kapita per tahun.

Fakta yang terjadi menyebutkan bahwa konsumsi tersebut sebenarnya turun sebesar 8,2% dibandingkan dengan konsumsi per kapita per tahun yang terjadi tahun 2022 (year-on-year/yoy), serta menjadi rekor terendah dalam lima tahun terakhir.

Namun demikian kebiasaan sebagian masyarakat yang sangat gemar makanan dan minuman mengandung kadar gula tinggi bisa menyebabkan kesehatan mereka terancam oleh risiko penyakit diabetes.  

Mari kita simak sebuah laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan yang dilansir Katadata.co.id (24/6/24) tentang perilaku masyarakat dalam mengonsumsi makanan dan minuman mengandung gula.

Hasil survey tersebut menjelaskan bahwa sebanyak 56,2% responden mengonsumsi makanan manis 1-6 kali dalam seminggu.

Sebanyak 33,7% responden memiliki perilaku mengonsumsi makanan manis lebih dari satu kali per hari.

Sementara itu hanya 10,1% responden mengonsumsinya kurang dari 3 kali per bulan.

Makanan manis yang dimaksud dalam laporan ini adalah makanan dengan kandungan gula yang tinggi.

Bagaimana dengan kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi minuman manis? Hasil survey tersebut ternyata jauh lebih mengejutkan.

Kebiasaan masyarakat mengonsumsi minuman ternyata frekuensi konsumsi minuman manis justru lebih tinggi.

Tercatat hasil survey menyebutkan sebanyak 47,7% responden mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali dalam sehari.

Kemudian yang mengonsumsi minuman manis 1-6 kali per minggu ada 43,3%, dan kurang dari 3 kali per bulan hanya 9,2%.

Minuman manis yang dimaksud adalah minuman yang memiliki kandungan gula tinggi.

Kementerian Kesehatan memiliki gagasan pelabelan kandungan gula produk makanan dan minuman mungkin berawal dari hasil survey tersebut.

Masyarakat yang terbiasa mengonsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan akan merusak kesehatan tubuh secara perlahan. Terutama risiko terkena penyakit diabetes dan hipertensi.

Niat baik Pemerintah tersebut harus kita sambut dengan gembira karena hal itu memiliki arti bahwa perlindungan kesehatan masyarakat menjadi prioritas Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan.

Masyarakat sebaiknya mengikuti anjuran yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, WHO (World Health Organization).

Anjuran yang diberikan adalah masyarakat agar mengonsumsi gula harian sesuai dengan anjuran WHO yaitu sebesar 50 gram per hari atau setara dengan 4 sendok makan.

Apakah adanya pelabelan kadar gula dalam produk makanan dan minuman bisa efektif bagi perlindungan masyarakat bagi kesehatan mereka? 

Untuk menjawab pertanyaan ini tidak mudah karena wacana dari Kementerian Kesehatan tersebut baru akan diterapkan.

Kita akan mengetahui efektif dan tidak efektif saat percobaan penerapan kebijakan teresebut mulai diterapkan.

Sebelum ide pelabelan kadar gula dalam kemasan produk makanan dan minuman tersebut dieksekusi, maka sebaiknya sosialisasi terus diberikan kepada masyarakat bahwa mengonsumsi gula berlebihan mempunyai risiko tinggi terkena penyakit diabetes.

Sosialisai ini sangat  penting bagi peningkatan kesadaran masyarakat pada kesehatan mereka.

Semoga pada saatnya nanti semua rencana labelisasi kandungan gula dalam produk makanan dan minuman berjalan dengan baik dan lancar.

Salam sehat @hensa17.

Tinggalkan Balasan

1 komentar