“Sampeyan mau saya ajak ngobrol, tapi obrolannya cukup serius.”
“Ngobrolin apa sih”
“Tentang bagaimana memahami tulisan Storytelling”
“Wah itu obrolan serius.”
“Tidak, Nah ini yang perlu diluruskan. Mari bahas yuk.”
Pernah lihat lomba Storytelling. Mereka bercerita dengan ekspresi sedang mendongeng atau sedang bertutur, membuat cerita dengan bahasa lisan. Obrolan biasa atau tuturan seseorang dipindah ke bahasa tulis.
Apakah mudah menulis dengan gaya penulisan storytelling?
Semuanya tergantung niat dan kemauan. Kalau sampeyan sudah terbiasa ngobrol, atau ngecibrik (jawa) ceriwis bahasa Indonesianya spontan panjang lebar, begitulah sebetulnya storytelling.
Tapi sebelum membahas tentang pernik pernik storytelling coba buka kamus dulu apa sih arti storytelling tersebut. Bercerita atau mendongeng adalah cara yang dilakukan untuk menyampaikan suatu cerita kepada para penyimak, baik dalam bentuk kata- kata, gambar, foto maupun suara. Bercerita sering digunakan dalam proses belajar mengajar utamanya pada tingkat pemula atau anak- anak (wikipedia).
Tapi storytelling lewat bahasa lisan khan sudah biasa. Bagaimana definisi storytelling dalam ungkapan tertulis?
Blogger terbiasa menulis dengan gaya Storytelling. Tanpa disadari tulisan para blogger yang menyertakan dirinya sebagai insight untuk mendeskripsikan pendapatnya pada sebuah peristiwa yang dialaminya atau yang diamatinya. Penulisan story telling lebih subyektif karena ada peranan penulis dalam sebuah tulisan. Untuk membedakan antara storytelling dan berita berikut perbedaan mendasarnya :
Berita, tulisan yang disampaikan lebih berupa fakta. Berita itu menyampaikan peristiwa tanpa dikurangi dan dilebihkan, berita ada narasumbernya dan ada data empirisnya misalnya ada rekaman hasil wawancara.
Story telling lebih berupa subyektifitas penulis. Berita atau peristiwa bisa dipilih kemudian dituturkan dengan menyertakan pendapat penulis. Berita bisa ditulis dengan gaya bercerita sesuai gaya bercerita penuturnya atau penulisnya.
Blogger pada umumnya menggunakan gaya bercerita storytelling. Disamping bahasanya tidak membosankan blogger bisa berpendapat atas sebuah peristiwa menurut sudut pandangnya sendiri. Lebih menarik jika sebuah peristiwa itu benar- benar dialami atau dilihat sendiri oleh penulisnya. Kemudian ditulis dengan gaya bahasa santai, dengan tambahan dialog.
Menarik membuat sebuah reportase dengan memakai teknik Storytelling. Pepih NugrahaFounder Kompasiana,Pepnews) saya pikir yang gencar mengenalkan tentang menulis bergaya storytelling. Di media sosial di platform blog, dengan membaca pengalaman para penulis, blogger tampak mengalir lancar berbeda dengan bahasa jurnalistik yang kaku dan formal.
“Kalau sampeyan ngobrol dan piawai bercerita pengalaman saat melakukan perjalanan, coba saja tulis persis seperti gaya bercerita sampeyan. Kalau pengin lebih menarik yang tambahkan drama – dramanya sedikit.”
“Iya kadang bosan juga membaca tulisan yang ilmiah sekali dan formal sekali jadi bawaannya mengantuk. Tapi baca tulisan di media sosial, seperti mendengarkan dongeng, tampak antusias dengan bumbu di sana – sini.”
“Bisakah Storytelling dipakai untuk bahasa jurnalistik. Dipakai untuk menceritakan sebuah peristiwa.”
“Tentu saja bisa, banyak kok koran – koran yang sering menampilkan liputan dengan Storytelling. The Asia Wall Street Journal, “Le Fifaro”…”
“Benarkah menulis gaya storytelling bisa menjadi sebuah tren.”
“Wah, sampeyan tidak menyimak berita. Banyak blogger di platform blog seperti Kompasiana. Indonesiana.id, dan masih banyak lagi membuat tulisannya dengan cara bertutur, mendongeng, bercerita. Storytelling itu istilah ngenggrisnya, kalau disini mendongeng atau menulis seperti ngobrol itu sebutan asingnya itu.”
Sejenak Berteori
Bisakah secara teori diceritakan tentang bagaimana menulis Storytelling. Dalam sebuah teori menulis ada patokan yang secara teoritis bisa digunakan. Ada beberapa orang berpendapat begini: sebaiknya sebuah cerita mengandung unsur 5 W1H , dan S W. Maksudnya apa?
What untuk menentukan plot, who menentukan karakter, when menggambarkan kronologinya where sebagai tempat kejadian, why sebagai motifnya dan So What itu bisa dikatakan setelah menulis semuanya lalu apa kesimpulan yang ingin dicapai.
Pernah lihat lomba Storytelling. Mereka bercerita dengan ekspresi sedang mendongeng atau sedang bertutur, membuat cerita dengan bahasa lisan
Nah itu tataran teorinya. Namun bila ingin menulis yang jangan dipusingkan dengan teorinya. Menulis saja lalu, setelah selesai menulis, bedah satu persatu, dipermak agar terlihat menarik, ditambah dengan referensi, lalu ditambah sedikit drama dan disisipkan bahasa gaul agar tidak tampak kaku.
“Kalau sampeyan sering membaca novel dan cerpen, gambaran tentang storytelling itu lebih nyata.”
“Oh, begitu, saya sudah dong sekarang.”
“Lalu mulainya bagaimana?”
“Duh pusing awak mendengar pertanyaan sampeyan ngilu, tampaknya belum makan seharian ya… jadi dari tadi awak ngomong itu tidak didengarkan to.”
“Ya dengar tapi sedikit sedikit.”
“Oh, my God.”
Jonggol, 30 Agustus 2021