Arswendo Atmowiloto ( novelis, mantan Pemred Tabloid Monitor )pernah melontarkan pernyataan bahwa mengarang itu mudah. Semudah apakah? Duduk, buka laptop atau gawai, ketik ketik terus jadi sebuah karangan. Jadi deh! Memang begitu. Pada kenyataanya banyak penulis pemula kesulitan mengawali paragraf awal. Bengong, bingung mau membuka dengan kalimat yang bagaimana.
Bagaimana mengatasi kesulitan membuka awal paragraf. Kalau menurut saya sendiri sebelum menulis saya sudah ancang- ancang dengan membaca, diam sejenak dan membukanya dengan ingatan awal misalnya mengingat Quote terkenal seperti Arswendo Atmowiloto, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, Budi Dharma, Gunawan Muhammad, dan masih banyak penulis lain yang melintas dalam otak saya .
Awal mulanya mengarang atau menulis itu susahnya luar biasa. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ketika seorang penulis sudah terbiasa menulis pernyataan Arswendo itu ada benarnya. Mengarang tidak sesulit yang dibayangkan. Tulis saja apa yang diingat, tidak usah terlalu banyak berpikir dengan bentuk idealnya paragraf seperti ketika diajarkan di sekolah. Mulai saja dengan kalimat yang bisa membuka kran ide, selanjutnya selesaikan menulis, dan tidak usah direpotkan dengan penggunaan tanda baca, dan segala teorinya.
Mengalir saja, sampai menemukan titik akhir tulisan yang berisi kesimpulan dari keseluruhan tulisan yang sudah ditulis. Biarkan tulisan itu mengendap dahulu. Setelah santai satu persatu dilihat kalimat per kalimat, paragraf demi paragraf.
Dalam tahap editing perlu ketelitian, kalau perlu membuang mengubah paragraf yang tidak sealur dengan karangan yang sudah ditulis. Cari kalimat yang pas, agar artikel lebih menarik. Tambah dengan Quote, atau masukkan kata- kata atau pengetahuan berdasarkan referensi bacaan. Samakan alur bahasanya dan beri tanda bila ada sebarisan kalimat yang disadur dari artikel lain. Beri alamat sumbernya supaya sebagai penulis tidak dicap sebagai plagiat.
Kalaupun ingin mencuplik banyak, buat dengan kalimat sendiri tidak asal copy paste. Itu nasihat untuk saya sendiri. Jadi ada rasa prekewuh jika penulis menyadur tapi tidak mencantumkan keterangan jelas sumber artikelnya, kecuali kalimat sudah diubah sesuai tata bahasa pengarangnya.
Sumber ide menulis berasal dari lingkungan, dari perjalanan, dari pengalaman hidup, dari kecemasan, dari tekanan hidup dari peristiwa pedih, senang yang pernah mampir dalam hidup. Kalau sudah terbiasa menulis ide itu muncul sendiri ketika menulis.
Sudah seringkali saya bahas bahwa seperti yang dikatakan oleh Kuntowijoyo kunci mahir menulis itu adalah menulis, menulis dan menulis. Tanpa aksi hal yang mudah terasa sulit. Peristiwa yang hanya dibayangkan saja tanpa pernah dicoba itu nonsen. Jadi kalau ingin bisa mengarang dan menulis dengan mudah dan gampang yang penting itu aksi bukan hanya berkhayal tetapi takut menuliskan khayalannya itu.
Kran menulis itu dimulai dari kebiasaan. Awal mula menulis dapat diibaratkan sedang belajar sepeda, masih jatuh bangun agar memperoleh keseimbangan, seiring dengan rutinnya latihan lama lama penguasaan keseimbangan sempurna dan tinggal menantang diri untuk melakukan ketrampilan dan keahlian setelah mahir bersepeda.
Selama menulis hanya berada dalam tataran angan – angan ya tampak sulit, tapi ketika menulis sudah menjadi kebiasaan, rasanya kalau tidak menulis sehari saja seperti ada yang kurang. Jadi bermula dari coba- coba, keterusan lalu seperti adictif.
Apapun bisa menjadi tulisan, bahkan hanya dengan melihat perilaku binatang , serangga dan cerita remah – remah di sekitar bisa menjadi bahan tulisan menarik di tangan penulis.
Pada tulisan sebelumnya saya membahas tentang minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah, masih belum banyak yang menyukai kegiatan membaca dan menulis. Andaikan masyarakat Indonesia seperti orang Jepang yang gemar membaca atau rata- rata orang Eropa bisa jadi profesi penulis akan mendapat tempat luar biasa. Kehausan akan bacaan pasti mendorong terbit dan munculnya bacaan- bacaan yang dibutuhkan masyarakat.
Sebagai pecinta literasi, semoga saja artikel ini semakin menggugah kesadaran untuk menyerap pengetahuan lewat buku, membaca artikel di blog, koran, majalah. Semakin banyak penulis semakin meningkat pula masyarakat yang gemar membaca. Sebab biasanya kebiasaan menulis itu disertai dengan kebiasaan membaca yang baik.
Bagaimana apakah mengarang itu susah. Mengarang itu mudah bila ditunjang semangat menulis yang tinggi dan konsisten. Terus belajar dan bertanya pada mereka yang sudah biasa menulis. Setiap penulis mempunyai karakter sendiri maka apapun tulisannya bila ditulis dengan penuh semangat dan dengan disertai pengetahuan tambahan atau pengalaman penulis akan selalu mendapat tempat dihati para pembaca.
Apa yang dikatakan oleh Arswendo ternyata terbukti, mengarang itu gampang. Sebab mengarang sudah seperti makanan pokok sehari hari. Bila anda penulis yang sudah lama dan mempunyai jam terbang tinggi menulis perkataan Arswendo itu terbukti khan.
Kecuali ketika sedang stuck dan dan mengalami kebosanan tingkat akut. Untuk mengobati kebosanan bisa dengan melakukan perjalanan, hunting makanan, atau sekedar merenung dan membaca buku, pasti semangat menulis akan kembali. Salam literasi
Jonggol, 6 September 2021