Oleh: Meirri Alfianto
Minggu siang, 7 Juni 2015 Presiden Jokowi menggelar rapat persiapan pernikahan putra pertamanya, Gibran Rakabuming Raka yang akan mempersunting Selvi Ananda. Rapat itu digelar di kantor Chili Parri Solo, usaha catering milik Gibran. Saat diwawancarai oleh sebuah media, Gibran mengatakan bahwa acara tersebut merupakan acara Kumbokarnan.
“Mengatur siapa harus berdiri dimana” begitu kata Gibran.
Apa itu Kumbokarnan?
Bagi masyarakat Jawa, istilah Kumbokarnan tentu tidak asing. Kumbokarnan menjadi bagian tradisi turun-temurun yang masih dilestarikan hingga kini. Kumbokarnan adalah rapat persiapan panitia sebelum menggelar pernikahan. Saya teringat ketika masih belum merantau seperti sekarang, ketika masih aktif di kampung halaman. Saat sebuah keluarga akan menggelar hajatan yang dalam hal ini menikahkan anaknya, masyarakat satu kampung akan turut menyambut dengan gembira mendengar kabar bahagia tersebut.
Keluarga yang menggelar hajatan sering disebut nduwe gawe dalam bahasa sehari-hari. Tidak hanya satu RT atau satu RW, kabar tersebut bahkan terdengar hingga lingkup satu desa. Menandakan hubungan kekerabatan baik yang terjalin di tengah masyarakat.
Seluruh warga akan siaga membantu. Ini seperti menjadi sebuah kewajiban. Tanggung jawab moral segera tertanam dalam benak masing-masing warga. Tak hanya orang tua, anak-anak muda pun tahu bahwa mereka akan memiliki bagian dalam pergelaran acara pernikahan tersebut.
Di kampung kami, setidaknya dua minggu sebelum hari H, keluarga akan menggelar acara Kumbokarnan. Mereka yang diundang adalah Ketua RT, Ketua RW, Kepala Dusun, para sesepuh, para warga, dan pemuda lingkungan. Kumbokarnan sebagai simbol bahwa keluarga yang empunya hajat memberikan mandat kepada para panitia.
Dalam kumbokarnan (Rapat persiapan panitia) ini adakan dibahas dua hal penting, yakni prosesi pernikahan dan pembagian tugas panitia. Prosesi pernikahan memang menjadi unsur penting yang wajib diketahui oleh para panitia. Biasanya di daerah-daerah yang masih memegang teguh tradisi, memang keluarga yang menggelar hajat akan melaksanakan seluruh rangkaian adat prosesi pernikahan. Tetapi saat ini tidak semua keluarga akan mengikuti semua prosesi adat karena dirasa terlalu panjang dan melelahkan.
Bahkan saat ini tidak sedikit masyarakat Jawa yang menggelar pernikahan secara nasional. Artinya, pernikahan tidak mengikuti prosesi adat Jawa. Cukup resepsi di gedung 2 jam selesai. Biasanya hanya upacara sungkeman saja yang tetap digelar. Oleh karena itu, semua akan dikembalikan kepada tuan rumah.
Prosesi Pernikahan dalam adat Jawa
Sedikit informasi, dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa terdiri dari prosesi pranikah dan prosesi puncak. Kedua tahapan ini memakan waktu yang cukup panjang serta tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Karenanya, tidak semua keluarga mengadopsi keseluruhan rangkaian prosesi adat. Beberapa hanya melaksanakan adat midodareni dan prosesi puncak saja.
Prosesi pra nikah terdiri dari:
- Pemasangan tarub, bleketepe, dan
Tarub atau kajang merupakan atap peneduh sementara yang dipasang di halaman rumah. Dihiasi dengan janur melengkung. Dewasa ini tarub sudah banyak diganti dengan tenda fungsional. Sementara janur melengkung tetap dipasang sebagai simbol tarub. Bleketepe merupakan anyaman daun kelapa tua yang dipasang oleh orang tua mempelai wanita. Sementara tuwuhan adalah tumbuh-tumbuhan seperti pisang raja, kelapa muda, dan batang padi. Di masyarakat khususnya pedesaan, semua itu masih dapat dilihat.
- Sungkeman
Sungkeman dilakukan sebagai simbol penghormatan kepada orang tua. Temanten berdua memohon doa restu kepada kedua pihak orang tua.
- Siraman
Siraman merupakan simbol penyucian diri agar siap secara lahir dan batin sebelum memasuki kehidupan pernikahan.
- Dodol dawet
Hingga kini masih ada yang secara harafiah, orang tua pengantin seperti berjualan dawet kepada para tamu. Tetapi umumnya banyak pula yang menjadikannya sebagai sekedar simbol. Dodol dawet (jual minuman dawet) memiliki maksud bahwa hidup setelah pernikahan harus bergotong royong.
- Midodareni
Midodareni berasal dari kata bidadari. Prosesi ini digelar malam sebelum acara pernikahan. Merupakan simbol melepas masa lajang. Disini nanti pengantin akan menerima nasihat-nasihat yang berguna untuk membangun kehidupan berumah tangga. Dalam midodareni ini juga biasanya dilakukan seserahan dari pihak keluarga pengantin pria kepada keluarga pengantin wanita.
Sementara prosesi puncak terdiri dari:
- Akad nikah
Kedua mempelai akan mengikat janji dihadapan penghulu, orang tua, wali dan tamu undangan untuk meresmikan pernikahan secara agama. Dalam tradisi umat Kristiani sering disebut juga dengan pemberkatan.
- Panggih
Dalam bahasa Indonesia berarti bertemu. Panggih berarti mempertemukan mempelai pria dengan mempelai wanita. Prosesi panggih sendiri merupakan suatu rangkaian adat yang cukup panjang dan sering menjadi inti acara. Khususnya untuk pernikahan yang diselenggarakan di gedung. Panggih terdiri dari balangan gantal (lempar sirih), injak telur, ranupada (pembasuhan kaki), kanthen asta (berjalan bergandengan menuju altar), selimut sindur (ibu mempelai wanita menyelimuti kedua lengan pengantin), bobot timbang (ayah mempelai wanita mendudukan kedua pengantin di kursi altar), kacar kucur (mempelai pria menuangkan keba yang berisi beras ke pangkuan wanita), dan terakhir dulangan (saling menyuapi dan memberi minum antar kedua temanten).
Pembagian tugas panitia
Setelah prosesi pernikahan dijelaskan, yang kedua dalam kumbokarnan dibahas pembagian panitia. Ada dua unsur penting dalam kepanitian. Yang pertama panitia inti yang terdiri dari penasihat, ketua, wakil ketua, bendahara, dan sekretaris. Yang kedua seksi-seksi.
Beberapa seksi yang dibentuk antara lain seksi perlengkapan, konsumsi, akomodasi, transportasi, keamanan, penerangan, among tamu, rias pengantin, penjaga buku tamu, penyebar undangan, sinoman, dokumentasi, sound system dan lain sebagainya. Dalam kumbokarnan ini biasanya juga akan dibagikan seragam oleh keluarga empunya hajat yang akan digunakan pada saat acara pernikahan nanti.
Saya sendiri dulu sebagai anggota karang taruna kebagian untuk menyebarkan undangan dan sinoman. Dulu tidak ada google map. Hanya berbekal ancer-ancer atau patokan untuk mencari alamat rumah yang dituju. Karena undangan tidak hanya dari satu wilayah RT/RW, bisa lintas desa maupun kecamatan. Kami akan diberikan uang saku sekedar untuk mengisi bensin. Lalu sebagai sinoman, bertugas untuk menghidangkan suguhan kepada para tamu undangan baik sebelum hari H maupun pada saat hari H.
Makna Kumbokarnan
Kumbokarnan berasal dari nama tokoh pewayangan Kumbokarna. Tokoh ini dikenal sebagai kesatria yang memiliki pengabdian serta tanggung jawab yang besar untuk bangsa dan negara. Oleh karenanya, kumbokarnan merupakan semangat panyengkuyung (gotong-royong dan dukungan) dari para warga kepada keluarga yang hendak menggelar hajat.
Mereka tidak dibayar. Hanya berdasar keikhlasan dan tanggung jawab moral untuk saling membantu kerepotan orang lain. Orang tua saya pernah mengatakan, “Wong sing nduwe gawe kuwi wis repot, mula ayo padha disengkuyung” (orang yang akan menggelar hajat itu sudah repot makanya ayo kita bantu).
Tanggung jawab moral ini membuat orang akan seperti memiliki kewajiban untuk ikut turun tangan. Ada rasa pekewuh atau tak enak hati bila hanya berdiam diri saja. Maka acara pernikahan oleh salah satu keluarga juga secara tidak langsung berfungsi sebagai ajang untuk membangun keakraban serta kerukunan.
Pelengkap referensi:
- Tempo: https://nasional.tempo.co/read/672825/jokowi-gelar-kumbokarnan-rapat-persiapan-pesta-pernikahan
- Tumpi : https://tumpi.id/kumbokarnan-rapat-persiapan-pesta-pernikahan-jawa/amp/