Aktualisasi “ Peringatan Maulid Nabi” Dalam Kehidupan Sehari Hari

Sosbud, Terbaru0 Dilihat

Peringatan kelahiran junjungan alam Baginda Rasululllah selalu kita adakan ketika memasuki Bulan Rabiul Awwal. Akan tetapi dampak dari peringatan maulid tersebut bagi kehidupan kita selaku umat muslim masih sangat jauh jika dibandingkan dengan pelopor tokoh muslim Salahuddin Al Ayyubi yang berhasil membangkitkan semangat juang kaum muslimin untuk menegakan ajaran islam sebagai agama Rahmatan lill’alamiin..

Krisis multidimensi dan problem sosial masih menjadi momok bagi kita mulai dari persoalan rumah tangga, pekerjaan, politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Sosok panutan bagi umat islam telah lama hilang dari sisi kehidupan kita. Mulai krisis  suami / istri ideal, tokoh masyarakat, guru, pengusaha dan pejabat ideal. Kini, hanya bisa kita temukan dalam teori dan kisah kisah terdahulu.

Momen bulan maulid 1442 H  seperti sekarang penting bagi kita untuk mengaktualisasikan sosok yang disebut Al Qur’an sebagai Uswatun Hasanah yakni Baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau merupakan teladan hakiki sepanjang zaman yang mengingat umatnya tidak hanya didunia namun hingga di yaumul mizan nanti. Beliau adalah pemimpin dalam segala bidang mulai dari cara berumah tangga hingga menjadi pemimpin peradaban dunia.

Meneladani beliau adalah kunci untuk menyelesaikan segala persoalan keumatan. Jika kita yakin bahwa islam adalah solusi, maka jalan menuju kesana adalah  menapaki perjalanan hidup Rasulullah SAW dengan mempelajari sirah beliau agar dapat menumbuhkan rasa cinta kita terhadap beliau.

Kisah generasi yang dibangun oleh Salahudin Al Ayyubi merupakan fakta sejarah bahwa membangun kecintaan terhadap Baginda Nabi SAW telah mampu membangkitkan semangat kaum muslimin untuk kembali berjaya. Caranya adalah dengan membacakan Sirah Baginda Nabi secara rutin sehingga terbangun pribadi yang tidak cinta dunia dan tidak takut mati.

Bisakah cara tersebut kita lakukan sekarang..? tentu jawabanya bisa. Akan tetapi apakah hasilnya bisa sama ? inilah yang perlu kita kaji bersama.

Semarak peringatan Maulid Nabi SAW yang kita laksanakan setiap tahun belum memberikan pengaruh yang signifikan. Bahkan tumbuhnya majlis majlis sholawat dimana mana belum dapat melahirkan generasi yang sesuai dengan teladan Nabi. Tentu masalahnya tidak terletak pada peringatan Maulid Nabinya atau Majlis Sholawatnya, akan tetapi peringatan Maulid Nabi dan adanya Majlis Sholawat tersebut masih sebatas seremonial daripada momentum melakukan perubahan secara mendasar untuk perbaikan diri agar menjadi pribadi yang berakhlul karimah.

Disamping itu, kebanyakan dari kita belum memahami bait bait yang dibacakan ketika memperingati Maulid Nabi. Berbeda dengan generasi Shalahuddin Al Ayyubi yang sudah memahaminya. Inilah yang perlu kita kembangkan untuk membangun rasa cinta kita kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.

Karena dengan kita mengenal, mengetahui, dan memahami segala kebaikan yang terpencar diri Rasulullah akan menimbulkan rasa kagum dan kecintaan kita, sehingga dengan sendirinya kita akan meneladaninya.

Selain itu, membiasakan lisan kita untuk selalu bersholawat kepada beliau dengan maksud untuk menghadirkan beliau dalam diri kita adalah cara yang paling sederhana untuk menanamkan rasa cinta kepada Baginda Nabi.

Bacaan sholawat juga dapat menghadirkan Rasulullah dalam jiwa kita seperti yang dikatakan oleh orang bijak bahwa “ Sebaik baik dan seindah indah khayalan adalah menghadirkan kekasih hati Rasulullah SAW dengan bersholawat kepadanya. Karena mahkluk tidak bisa cinta dengan Allah kecuali melalui Rasulullah” (Al.Ghazali).

Syekh Ibnu Al-‘Arabi dalam Futuhat Al Makkiyah mengutip sebuah kisah Seorang Pemuda menemui gurunya dalam keadaan pucat pasi pada suatu pagi. “Wahai Guru, semalam aku mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat malamku”

Sang Guru tersenyum. “Bagus Nak, nanti malam tolong hadirkan bayangan diriku dihadapan mu saat kau baca Al-Qur’an itu. Rasakanlah seolah-olah aku sedang menyimak apa yang engkau baca.”

Esok harinya, Sang murid datang dan melapor pada gurunya. “Wahai Guru, semalam aku hanya sanggup menyelesaikan separuh dari Al-Qur’an”

“Engkau sungguh telah berbuat baik” Sang guru menepuk pundaknya. “Nanti malam lakukan lagi dan kali ini hadirkan lah wajah Para Sahabat Nabi yang telah mendengar Al-Qur’an itu langsung dari Rasulullah Bayangkanlah baik-baik bahwa mereka sedang mendengarkan dan memeriksa bacaanmu”

Pagi-pagi sang murid sudah menghadap dan mengadu. “Duh Guru”, keluhnya, ” semalam bahkan hanya sepertiga Al-Qur’an yang dapat aku lafalkan”.

“Alhamdulillah…, Engkau telah berbuat baik”. Kata sang guru mengelus kepala muridnya. “Nanti malam bacalah Al-Qur’an dengan lebih baik lagi. Sebab yang akan hadir dihadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah SAW sendiri. Orang yang kepadanya Al-Qur’an diturunkan.”

Seusai shalat Subuh, sang guru bertanya, “bagaimana Shalatmu semalam?”.

“Aku hanya mampu membaca satu Juz Guru, itupun dengan susah payah”. Kata si murid.

“Masya Allah”, kata sang Guru sambil memeluk muridnya dengan bangga, “Teruskan kebaikan itu Nak, dan nanti malam tolong hadirkan Allah ‘Azza Wajalla dihadapanmu. Sungguh, selama ini pun sebenarnya Allah lah mendengar bacaanmu.

Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an. Dia selalu hadir di dekatmu. Jikapun engkau tak melihat Nya, Dia pasti melihatmu. Ingat baik-baik. Hadirkan Allah, karena dia mendengar dan menjawab apa yang kau baca!”.

Keesokan harinya, ternyata pemuda itu jatuh sakit. Sang Guru pun datang menjenguk nya. “Ada apa denganmu?” Tanya Sang Guru.

Sang murid berlinang air mata. “Demi Allah, wahai guru, semalam aku tak mampu menyelesaikan bacaanku. Al Fatihah pun tak sanggup aku menamatkannya. Ketika sampai pada ayat, “Iyyaaka na’budu wa Iyyaaka nasta’iin” lidahku kelu. Aku merasa sedang berdusta.

Dimulut aku ucapkan “hanya kepadaMu Yaa Allah aku menyembah dan hanya kepadaMu Yaa Allah aku meminta pertolongan” Tapi jauh didalam hati aku tau bahwa aku sering memperhatikan yang selain Dia Ayat itu tak mau keluar dari lisanku

Aku menangis dan tetap saja tak mampu menyelesaikannya”

Nak, Kata sang guru sambil berlinang air mata, “mulai hari ini engkaulah guruku & sungguh aku Ini muridmu Ajarkan padaku apa yang telah kau peroleh, sebab meski aku membimbingmu di jalan itu, aku sendiri belum pernah sampai pada puncak pemahaman yang kau dapat hari ini”

Tinggalkan Balasan