PENGABDIAN IKHLAS TAK PERLU TANDA JASA

Terbaru0 Dilihat

Sepulang dari kantor, Didin dengan menunggang kuda besinya bernutrisi solar sang mitshubisi panther mampir ke rumah temannya di perumahan “Jati Indah”. Sang surya mulai mengedipkan matanya tanda tugas telah selesai di ufuk barat. Dengan langkah tergesa Didin mengetuk pintu.

Bercelana pendek warna coklat, seorang lelaki berambut ikal membuka pintu jati yang sakit oleh ketukan Didin.

“Eeeh kamu Din,” tanya Arman si pemilik rumah, “Silahkan masuk !”.

Kursi empuk di ruang tamu sudah lama sekali menunggu Didin. Kursi empuk sudah lama tidak diduduki orang. Debu-debu tak bertanggung jawab telah seenaknya tidur di atasnya. Arman sang pemilik kursi berusaha mengusir debu-debu dulu dengan kemucing sebelum Didin duduk di atasnya.

“Silahkan duduk !, tumben Din,”kata Arman sambil menggantungkan kemucing di samping pintu. Lalu Arman langsung ke ruang dapur.

Saat duduk, Didin melihat di ruang tamu ada rak-rak buku. Baru semenit duduk, ia langsung menuju rak tersebut melihat buku-buku yang baris berdiri rapi. Buku dengan halaman yang tebal-tebal. Ia mencoba mengambil satu buku dan dilihat ternyata nama penyusunnya adalah Arman. Dilihat penerbitnya juga penerbit mayor. “Kok bisa ya,” gumam Didin dalam hati.

Buku tersebut dikembalikan dalam posisi semula dan Didin duduk lagi di kursi.

“Gimana kabarnya Din ?”, tanya Arman sambil menyuguhkan secangkir kopi susu dan sepiring buah pepaya yang siap disantap.

“Alhamdulillah Man”, jawab Didin. “Maaf, saya barusan lihat buku-buku di rak itu,” lanjut Didik sambil menunjuk rak yang dimaksud.

“Oooh itu,” kata Arman sambil duduk di kursi sebelah Didin.

Didin bertanya kepada Arman bahwa bukunya kok bisa diterbitkan di penerbit mayor. Sedangkan tulisan-tulisan Didin sering ditolak oleh penerbit mayor.  Tulisan-tulisan dia hanya tersimpan rapi di blog saja. Lagi pula biasanya penerbit mayor itu ongkosnya lumayan mahal dengan beberapa ketentuan wajib yang harus diikuti oleh penulis.

Arman menceritakan waktu itu ia mendapatkan kiriman uang dari kakaknya yang bekerja di London sebagai karyawan di sebuah pabrik. Sebagaian uang kiriman digunakan Arman untuk membiayai penerbitan bukunya.

 

Setelah hampir dua jam Arman bertamu, ia berpamitan pulang karena rupanya sang gelap malam mulai memberi tanda agar Arman segera pulang. Dalam perjalanan pulang Arman sebenarnya ingin sekali mewujudkan impian agar tulisan-tulisan yang tersimpan di blognya bisa berbaris rapi di lembaran-lembaran kertas cetak berbaju kover indah dengan nama Arman bertengger di atasnya.

 

Sesampainya di rumah, Arman seperti biasa melakukan aktivitas rutin, seperti mandi, makan, dan salat.  Suara TV yang lagi asik menyanyi sedang ditonton istri dan anaknya di ruang tengah. Arman masuk kamar dan terdengarlah suara gawainya berbunyi. “Kriiiiing,”nada buyi gawainya.

Diangkat gawainya ternyata yang menelpon Arjun teman saat kuliah dulu. Arjun berprofesi sebagai dosen di salah satu PTS di Jakarta.

Arman dan Arjun saling bertanya kabar karena hampir 10 tahun tidak pernah bertemu. Arjun menceritakan kenapa dia menelponnya. Arjun melihat status Arman di facebook. Statusnya berbunyi, “ Di mana ya ada penerbit mayor yang bisa menerbitkan buku dengan gratis ?”. Sebagai seorang dosen, Arjun mempunyai banyak partner, terutama penerbit. Arjun langsung berniat menelpon Arman setelah  lihat status facebooknya.

“Iya Jun,” kata Arman setelah mendengar Arjun bercerita. “Apa kamu mempunyai kenalan penerbit gratis ?”, lanjut Arman.

 

Arjun menawari Arman untuk menerbitkan bukunya di penerbit mayor.  Ia mengatakan bahwa ada sebuah yayasan bernama Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) yang berkantor di Perumahan Bumi Harapan Permai (BHP), Jl. Bumi Pratama VIII Blok A 23, Keluarahan Dukuh-RT 06/06, Jakarta Timur. Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan  (YPTD) didirikan atas inisiatif Bundo Kanduang (Almh) AKBP (P) Hj. Husna Darwis binti Hj. Dahlan, SH. Beliau seorang Mantan Polisi Wanita dan Notaris yang ber kantor di Bogor memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan kegemaran membaca dan menulis keluarga besar Petokayo dan masyarakat. Yayasan tersebut diketuai oleh Bapak H. Thamrin Dahlan, SKM, M.Si.

Arjun juga menceritakan bahwa YPTD komitment melaksanakan kegiatan bidang pendidikan dalam bentuk peran serta aktif meningkatkan kualitas dan kuantitas Literasi Indonesia fokus menerbitkan buku ber Lisensi Barcode ISBN Perpustakaan Nasional Tanpa Biaya.

Lanjut Arjun dalam dialognya lewat telepon bahwa ada kata bijak yang sangat mengharukan dari YPTD, yakni “PENGABDIAN IKHLAS TAK PERLU TANDA JASA”.  Keikhlasan YPTD keikhlasan berbahakti untuk Literasi Indonesia.

Bagaikan mendapat segumpal emas turun dari langit, tawaran Arjun langsung ia terima dengan senang hati. Akhirnya harapan Arman bermimpi indah tulisan tulisan yang bertengger di blog bisa turun ke lembaran-lembaran menjadi kenyataan. Mulailah ia menata kembali tulisan tulisannya mengikuti aturan-aturan penerbit YPTD. Dikirimlah tulisannya ke yayasan tersebut. Kiriman Arman  mengikuti proses yang ditentukan penerbit YPTD. Selang beberapa hari si tukang pos datang membawa kiriman dari YPTD sebuah buku cetak yang di dalamnya ada flash disk (soft copy).

Tinggalkan Balasan