Marah, jengkel, kecewa memang sulit dihindari dalam kehidupan sehari hari, tanpa pandang bulu, profesi dan status sosial seseorang karena sejatinya marah adalah salah satu anugrah dari dari Allah SWT yang dimiliki manusia sebagai pembeda dengan makhluk lainnya.
Berbagai cara, sikap dan ekpresi dapat muncul dari seseorang yang sedang mengalami perasaan marah sehingga dapat berdampak positif atau negatif bagi diri sendiri maupun orang lain.
Perasaan marah yang diekpresikan secara negatif seringkali menyebabkan putusnya hubungan kekeluargaan, persahabatan, pertemanan dan hubungan kerja yang dapat merugikan diri sendiri bahkan dapat menimbulkan penyakit bagi orang yang menglaminya.
Demikian juga dengan guru sebagai seorang pendidik mempunyai tanggungjawab mendidik siswanya menjadi orang yang terdidik dan berakhlak mulia sebagaimana tujuan dari pendidikan nasional kita.
Guru sebagai pendidik harus mampu mengendalikan emosi, mengontrol perkataan dalam proses pembelajaran agar tidak berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Mengelola marah secara cerdas merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh orang tua maupun guru.
Kisah Imam Besar Masjidil Haram yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Abdul Aziz As- Sudais yang dimarahi oleh ibunya dapat dijadikan inspirasi bagi orang tua atau guru ketika sedang menghadapi anak atau siswa yang menyebabkan timbulnya perasaan marah.
Dilansir dari www.madaninews.id (31/12/2019). Waktu itu Sudais kecil tengah asyik bermain tanah. Di saat yang sama, ibunya sibuk menyiapkan hidangan makanan untuk tetamu yang hendak berkunjung. Ketika jamuan telah tersaji, lantaran para tamu belum datang, tiba-tiba tangan mungil Syeikh Sudais kecil dengan segenggam tanah menaburkan debu ke atas makanan. Sontak, melihat kelakuan nakal sang anak, ibu pun marah besar dengan mengucapkan. “idzhab ja’alakallahu imaaman lil haramain (pergi kamu, biar kamu jadi Imam di Haramain),” ujar sang ibu dengan nada marah.
Apakah ucapan ini adalah doa atau kutukan seorang ibu…? Yang jelas, ucapan yang dilontarkannya merupakan luapan emosi yang disertai dengan keinginkan kuat agar anaknya menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.
Dalam kesehariannya, sang ibunda kerap memanggil Syeikh Sudais kecil dengan sebutan “Ya Abdurrahman, ya hafidzal quran, ya imamal masjidil haram.” Rupanya lewat panggilan itulah doa yang kerap diucapkan ibu kepadanya.
Kini, Syeikh Sudais tak sekadar hafidz, tapi suaranya yang begitu indah kala melantunkan ayat-ayat Al-Quran begitu menyejukkan hati. Bahkan pada bulan Oktober 2014 pernah menjadi Imam Di Masjid Istiqlal Jakarta bersama Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Ungkapan orang bijak yang mengatakan “Ucapan Orang Tua adalah Do’a Dagi Anaknya” Hal ini terbukti dari kisah As-Sudais yang dmarahi ibunya dengan perkataan yang mangandung harapan dan do’a bagi masa depannya sehingga mengantarkannya menjadi Kepala di Dua Tanah Suci Kebanggaan Umat Islam diseluruh dunia yaitu Makkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawwarah.
Sebagai orang tua atau guru, kisah ini dapat dijadikan bahan renungan apabila akan memarahi anak atau siswa terutama dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Ketika akan memarahi anak atau siswa biasakan menggunakan kata kata positif yang mengandung do’a sehingga perkembangan psikologi anak tidak terganggu.
Ini contoh nyata dan teladan bagi para ibu, calon ibu, ataupun orang tua. Hendaklah selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya. Bahkan meskipun dalam kondisi sedang marah. Karena salah satu doa yang tak terhalang adalah doa orang tua untuk anak-anaknya. Sekaligus menjadi peringatan bagi kita agar menjaga lisan dan tidak mendoakan keburukan bagi anak-anaknya. Meski dalam kondisi marah sekalipun.
Selain itu, marah akan bermanfaat apabila dilakukan pada sasaran, waktu dan cara yang tepat dengan menggunakan kata kata yang mengandung do’a. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Taufik (2015) marah secara cerdas adalah marah dengan waktu dan sasaran yang tepat, materi marah yang benar, kondisi marah yang sesuai dengan keadaan serta marah dengan perkataan positif (mengandung do’a bagi masa depan anak). Agar marah berdampak positif terhadap diri sendiri dan orang lain sebisa mungkin sebelum marah untuk berpikir sejenak agar ucapan maupun perbuatan dapat dikontrol.
Lalu, Bagaimana Marah Secara Cerdas Yang Dapat Menentukan Masa Anak…?
Menurut beberapa ahli psikologi ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar marah berdampak positif terhadap diri sendiri maupun orang lain yaitu :
- Berpikir Sejenak. Berpikir sejenak sebelum marah merupakan bentuk kesadaran dari diri sendiri agar mengetahui faktor yang menyebabkan timbulnya rasa marah. Dengann menjaga pikiran, ucapan, dan tindakan dapat kita kontrol sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan anak yang sedangkan dimarahi.
- Mengenali Masalah. Marah dapat disebabkan oleh adanya masalah, karena itu sebelum meluapkan rasa amarah sebaiknya kita mengenali masalah sebagai penyebab timbulnya perasaan marah. Sehingga ketika akan marah dapat terhindar dari perkataan negatif.
- Mencari Solusi, jika akar masalahnya sudah jelas, pikirkan jalan keluarnya, libatkan teman, sahabat, keluarga atau rekan kerja untuk mencari solusi terbaik.
- Pilih Solusi terbaik. Dari berbagai solusi yang ada sesuaikan dengan kondisi kepada siapa, dimana dan apa yang membuat kita marah.
- Hargai diri sendiri. Berikan penghargaan terhadap diri sendiri karena mampu mengendalikan marah dengan tindakan yang positif dan mendidik.
- Buat Perubahan jika memang diperlukan. Bukan hanya perubahan solusi tetapi juga perubahan sikap kearah yang lebih baik.
Semoga Bermanfaat