Diajak Ikut Reuni Isteri

DI AWAL tahun, di awal bulan dan di awal pekan, ini saya ikut isteri. Maksud saya, saya diajak isteri dalam acara yang sejatinya adalah acara dia dan teman-temannya.  Namanya acara reuni. Acara bertemunya kembali orang atau kelompok orang yang dulunya pernah bersama, lalu berpisah. Kini bertemu kembali. Itulah reuni.

Isteri, sudah memberi tahu jauh hari. Nanti, di awal tahun, artinya di tahun baru ada rencana reuni dengan teman-temannya sesame sekolah dulu di SMP dan kebetulan sebagian besar juga bersama di SMA. Orang-orang ini merencanakan akan melaksanakan reunion. Dia mengajak saya, padahal saya tidak pernah bersama sekolah dengannya. Saya mengiyakan saja. Alasannya memang sangat pribadi. Dan saya memaklumi.

Catatan pertama di hari pertama –Ahad, 01/01/2023– ini itulah tentang keikutsertaan saya pada reuni isteri saya, Siti Nurbaya dengan teman-temannya sesama siswa/siswi SMP Negeri 1 Meral. Konon, mereka sama-sama masuk dan sama-sama di SMP itu pada tahun 1984/1985. Menamatkan di sekolah yang sama pada TP1986/1987. Sudah cukup lama waktu itu.

Saat ini, katanya, masing-masing sudah berkarier dan bertempat tinggal di berbagai daerah. Ada yang di Ibu Kota Negara, Jakarta dan di kota-kota lainnya. Ada juga yang bertempat di Jogjakarta, kota pelajar yang isteri saya juga pernah belajar (kuliah) di sana. Hari ini sebagian di antara kami kebetulan aka nada di Karimun. Maka kami berjanji akan reuni. Begitu kata isteri saya.

Sebenarnya saya tidak ingin ikut bersama dalam acara yang sering lebih bersifat pribadi ini. Saya sangat memahami, kalau namanya acara reunian itu akan lebih nyaman dan lebih enak jika yang hadir benar-benar sesama teman saja. Kata sebagian besar, tidak enak kalau ada orang lain di dalamnya. Lalu suami atau isteri, bagaimana? Bukankah semuanya sudah tua-tua dan berumah tangga? Itulah hal penting, menurut saya, tidak harus saya ikut di dalamnya. Bahwa ada banyak kisah jelek dalam ccatatan reuni, saya tidak berpikir sejauh itu.

Dalam reuni, lazimnya memang tidak diikutkan orang lain yang tidak termasuk dalam kelompok reuni itu. Termasuk isteri atau suami masing-masing.  Namun karena isteri saya tidak bisa naik kendaraan sendiri, sementara kegaiatnnya cukup jauh dari rumah, diapun mengajak saya ikut bersama. Saya akan menjadi sopirnya, seperti biasa. Bahkan pada acara ini kami membawa cucu bungsu, Caca. Kata isteri saya tidak ada teman-temannya yang menjemputnya ke rumah. Sementara dia tidak bisa datang sendiri. Ya, jadinya sopir pribadi yang menjadi andalan adalah saya sendiri.

Di tempat acara, syukurnya, kebetulan pula salah seorang temannya, Reni juga membawa serta suami bahkan anaknya juga. Saya pun tidak merasa bersalah ikut nimbrung dalam kegiatan yang sering terkesan sangat privasi kelompok ini. Malah, saya diminta mereka untuk memimpin doa sebagai acara awalnya.

Dilaksanakan di lokasi kebun Syamsuardi, salah seorang temannya itu, kegiatan dimulai sekitar pukul 11.30. Rencana undangannya sendiri sesungguhnya pukul 10.00 siang itu. Namun karena kebanyakan anggota reuni belum familiar dengan lokasi ini maka beberapa orang rada tersesat. Banyak yang mengaku tidak tahu lokasi acara. Kami pun memerlukan beberapa kali telponan dengan anggota lainnya untuk memastikan lokasi. Kebun Syamsuardi itu terletak tidak jauh dari lokasi Kantor/ asrama Brimob Polres Karimun.

Acara awal yang mereka lakukan adalah melihat-lihat kebun dan tempat memelihara ikan di danau ujung kebun itu. Lalu berkumpul di gubuk beratap daun rumbia yang nyaman. Setelah dibuka Syamsuardi sebagai tuan rumah, dia meminta saya membaca doa. “Kebetulan ada ustaz bersama kita,” katanya sambil memandang isteri saya, Siti Nurbaya.

Saya tidak menolak permintaan memimpin doa itu. Saya memandu dengan doa yang singkat saja. Intinya mohon acaranya berjalan lancar, mohon kesehatan untuk semua anggota dan keluarga sert  beberapa permintaan lainnya. Setelah acara doa, ada kumandang lagu dengan musik karoukean. Saya menikmati lagu-lagu yang dibawakan oleh beberapa orang.

Setelah itu istirahat sebentar untuk makan siang. Lalu solat zuhur. Kami solat di rumah panggung yang ternyata sudah diset menjadi musolla. Ada mhirabnya. Ada juga sajadahnya. Kami solat berjamaah. Tentu saja saya kembali diminta menjadi imamnya. Tidak masalah.

Setelah solat, mereka bernyanyi lagi. Lagu-lagu irama Melayu klasik mereka bawakan. Ternyata diantara mereka memiliki talenta bernyanyi dengan baik. Saya suka mendengarnya. Saya lihat mereka juga mengumpulkan sumbangan. Kabarnya setelah acara ini mereka akan mengunjungi seorang teman yang sakit. Tidak lama, saya dan isteri serta cucu pamit duluan pulang ke rumah. Sepertinya mereka yang belum pulang akan melanjutkan kegiatan reuninya.***

Tinggalkan Balasan

1 komentar