Pentigraf: Safro Kesiangan          

HARI ini saya ingin kembali memposting satu judul pentigraf (cerpen tiga paragraf) yang belakangan mulai banyak peminatnya. Karya sastra berupa pentigraf pun sudah semakin banyak beredar di media. Para penulis pentigraf juga semakin ramai.

Menikmati pentigraf tentu saja sama dengan kita menikmati cerpen atau karya fiksi lainnya. Kita akan berpikir tentang tokoh atau pelaku dengan karakternya. Kita juga akan memikirkan apa pesan yang akan disampaikan oleh kisah itu. Hanya saja, sebagai sebuah karya fiksi yang terdiri dari tiga pargaraf dan setiap paragraph maksimal berisi 70 kata saja, maka membacanya hanya memerlukan waktu yang sangat singkat. Tidak perlu sampai berlama-lama seperti kita membaca cerpen pada umumnya.

Pentigraf berikut saya tulis dari pemikiran seorang tokoh yang menyesal terlambat bangun. Terlambat bangun ini menyebabkan dia terlambat datang ke masjid untuk solat subuh. Padahal selama ini dia dikenal sebagai seorang lelaki yang taat ke masjid, khususnya solat subuh. Belum pernah dia tidak datang bahkan belum pernah terlambat.

Kali ini, tersebab menyaksikan pertandingan sepakbola yang membuat dia terlambat tidur dan terlambat pula bangun berakibat dia terlambat datang ke masjid. Berwudhuk pun dia tidak sempat di rumah. Harus di masjid. Lalu apa yang terjadi? Silakan baca pentigraf berikut,

SAFRO KESIANGAN

PERCIK air masih terdengar di luar. Seseorang berwudhuk. Di dalam masjid, hening dan imam sudah membaca ayat untuk masuk rakaat kedua. Safro, lelaki brewok yang tengah berwudhuk itu tambah gusar. Jika imamnya sudah ruku artinya aku tidak bisa berjamaah subuh ini. Ini pertama kali dalam hidupku. Safro mengumpat sekuat suara di hatinya.

Buru-buru dia mencuci kakinya. Bagian terakhir kaifiyat wudhuk yang dia tahu. Tapi tib-tiba perasaannya mau buang air kecil. Ya, Allah mengapa tiba-tiba saya mau buang air?  Di sini hanya ada kran air menempel di dinding pagar untuk wudhuk. Hanya untuk wudhuk saja. Jika mau pipis mestinya ke tempat wudhuk bagian utara masjid. Ya, Allah bisa pipis di celana, aku, pekiknya juga tanpa suara.

Dia berlari masuk masjid yang imamnya masih membaca ayat. Dia berdiri di saf  sebelah kiri dan langsung takbir. Imampun pun ruku’ sesaat dia takbir. Pikirannya tidak hanya pada imam yang sudah ruku’ dan berarti dia masbuk satu rakaat, tapi dia juga memikirkan kantong kemihnya yang sebentar lagi bisa bocor atau pecah. Ini gara-gara nonton itu. Terlambat tidur dan akhirnya juga terlambat bangun, keluhnya mengingat malamnya dia nonotn live sepakbola. Aku kesiangan, katanya dalam hati. Sekaligus dia istighfar, karena ragu apakah dia mengucapkan kalimat keluhan itu saat solat. Jika berkata-kata dalam solat, artinya solatnya tidak sah. Hanya safro yang tahu.

Sesingkat apapun karya satra fiksi ini tetap ada pesan atau amanat di dalamnya. Saya berharap pembaca dapat memahami pesan apa yang disampaikan oleh kisah ini. Terima kasih.***

Tinggalkan Balasan