Catatan Inspiratif 8 (Lolos dari Maut)

Ketakutanmu terhadap maut sesungguhnya adalah ketakutanmu terhadap dirimu sendiri“. Jalaludin Rummi

Manusia adalah nahkoda yang membawa alur cerita hidupnya menuju kapal kehidupan. Ketika kita melaju pada sumbu cita-cita terkadang badai pun menerpa, membawa kita menuju samudera mematikan. Satu hal yang perlu kita tahu, takdir adalah lencana yang takan bisa dirubah oleh manusia. Rezeki, jodoh, celaka dan maut adalah garisan takdir yang sulit dihindari.

Tentang aku yang pernah berjuang melawan maut. Kisah itu bermula ketika sebuah kecilakaan motor  yang menimpaku dan suamiku. Aku yang sedang mengandung di usia kehamilan 8 bulan, tertabrak motor hingga jatuh terpental dan menggelinting di jalanan. Sebuah tragedi memilukan yang memaksaku untuk berusaha  mempertahankan keselamatan si calon bayi. Meja operasi caesar menjadi pilihan paling tepat untuk tindakan penyelamatan. Meski usia kandungan  belum matang, upaya melahirkan SC menjadi prioritas demi menyelamatkan sang buah hati.

Kisah penyelamatan itu meminjam durasi  lebih dari satu jam. Hingga akhirnya si bayi mungil itu berteriak dalam tangisan pertamanya. Wajahnya yang biru lebam menjadi lentera kenangan sebagai mukjizat Tuhan. Seusai tindakan operasi, ada sesak yang berkecamuk menikam dadaku. Rasa mual menjalari ketahanan tubuhku. Dokterpun bergegas memberikan pertolongan kedua. Selang oksigen serta alat detak jantung terpasang rapi di dadaku. Tubuhku menjadi pemandangan memilukan di etalase ruang ICU.

Kala itu aku seperti  melewati bayangan kematian. Pikiran dan indera berlari menuju tumpukan gelisah yang berdesakan. Aku tak lagi memikirkan tentang hidup, namun apakah aku sudah siap dijemput ajal? pertanyaan itu memenuhi rumpun pikiran. Rintihan panjang dari rasa sakit yang dalam memenuhi derit meja pasien ICU.

Malam yang kulewati dengan dingin  yang rindang, membuat waktu begitu lama. Rasa haus, sakit, sesak dan nanar bak suguhan kematian. Tak ada tangan yang menguatkanku, aku hanya berkawan dengan detakan irama alat rekam jantung. Aku semakin pasrah dan berserah. Hingga matahari terbit dan waktu menjemput siang datanglah  dokter menghampiriku. Rasa pasrah yang ku tengadahkan membuat aku begitu tegar dengan segala keadaan. Sang Dokter memeriksa kembali kondisiku, hingga akhirnya aku dipindahkan menuju Ruang Inap.

Di situlah aku menghela nafas panjang, meninggalkan kamar ICU seperti meninggalkan kematian. Ada lega yang menyelimuti hati, harapan hidup seperti bersemi kembali. Setelah badanku berbaring di kamar inap, seorang perawat menghampiriku sembari berkata jika bayiku terlahir dengan kondisi tersunat. Artinya, ia dilahirkan dalam kondisi bentuk kelamin yang sudah disunat.

Rinai air mata membasahi pipiku. Ini seperti keajaiban dalam hidupku. Sebelumnya aku seperti pemilik elegi yang paling sesak, namun ternyata di balik itu Tuhan memberiku sebuah hadiah yang belum tentu orang lain dapatkan. Aku bersyukur atas segala ujian yang Tuhan berikan. Karena lewat ujian itu aku belajar bahwa dalam hidup kita perlu dibanting sekali untuk dilemparkan menuju puncak paling elegan.

-Sekian-

#Karena Menulis Aku Ada (KMAA)

#Maydearly

Lebak, 6 September 2021.

Tinggalkan Balasan

1 komentar