Mengalun puisi merdu suara,
Berjalan pulang berteman besan,
Puisi tradisi harus dipiara,
Kitalah pejuang lestarikan warisan.
Bergurau senda kala terluang,
Hingga terlambat beradu mahjung;
Benar kekanda kita pejuang,
Bahasa dinobat adat dijunjung.
Hidup berkurun bangsa Benggali,
bersama tetangga di kampung Seputeh,
Madah tersusun bernas sekali,
nukilan pujangga Rokiah Puteh.
Ke apotek membeli obat,
Obat pening dan sakit gigi,
Puan Rokiah memang hebat,
Sudi kiranya ilmu dibagi.
Tumbuh berjajar pohon pedada,
Tepian kemumu gugur kuini,
Memang benar telahan adinda,
Bergelar ibu hamba di sini.
Ambil tanah juga cetakan,
Ubahlah bata menjadi batu,
Terima kasih saya ucapkan,
Untuk pak Asrul yang sudah membantu.
Pergi berburu ke kebun raya,
Dapatlah rusa di pohon ulin,
Salam kenal dari saya,
Smoga persahabatan slalu terjalin.
Berehat sunti di atas bangku,
Sambil bercanda diusik putera,
Karam di hati pautlah jiwaku,
Membunga bahagia terubat lara.
Sudah pulut si putu mayang,
Rapi di tata kue melayu,
Sudah ku paut jiwamu sayang,
Tetapi lara rebah dan layu.
Menjalar di tanah ulaman pegaga,
Kutip teruna timbang berkati,
Mas Miftah srikandi pujangga,
Ukhwah terbina erat di hati.
Hinggap lebah kuntuman kekwa,
Tinggilah rumput tepian hutan,
Pasti rebah laralah jiwa,
Jiwa berpaut rungkai ikatan.
Kalau sudah ke tanjung batu,
Di waktu pagi dipantai sejuk,
Kalau sudah kate begitu,
Siape lagi pandai memujuk.
Di Pulau Rawa banyak kemumu,
Disinggah balu hati meruntun,
Rebah jiwa terkandung ilmu,
Lara berlalu berlagu pantun.
Ke Malaka menyeberang laut,
Seberang laut musim selatan,
Kalau jiwa sudah terpaut,
Tak kan mungkin rungkai ikatan.
Cantik si dara memukau pemuda,
Janji bertemu di rimbun jati,
Jiwa lara dipujuk kakanda,
Lirikkan senyummu damaikan hati.