Awal pekan lalu Gubernur Jawa Tengah Ir. H. Ganjar Pranowo, M.IP mengeluarkan surat edaran No. 443.5/0001933 tertanggal 2 Februari 2021 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Tahap II di Jawa Tengah. Edaran ini menjadi payung hukum gerakan Jateng di Rumah Saja.
Pemprov Jawa Tengah mengeluarkan edaran ini guna menekan penyebaran dan memutus mata rantai Covid19 di Jawa Tengah. Karena masih masifnya penularan covid 19, maka pemerintah harus benar-benar melakukan tindakan nyata salah satunya adalah mencanangkan gerakan ini.
Ganjar meminta pemerintah daerah di tingkat kabupaten kota untuk membuat aturan turunan dari surat edaran ini agar dapat melaksanakannya secara maksimal.
Menindaklanjuti arahan tersebut, walikota Tegal Dedy Yon Supriyono, SE, MM membuat surat edaran dengan nomor 443/005 yang selaras dengan surat edaran gubernur. Dedy menamakan programnya Tegal di rumah saja.
Dalam edaran tersebut mewajibkan seluruh warga kota Tegal untuk berada di rumah saja pada hari Sabtu dan Ahad tanggal 6 s.d. 7 Februari 2021, semua mal, warung dan toko juga tidak boleh beroperasi, pembatasan kegiatan hajatan dengan meniadakan tamu undangan.
Pemerintah berharap pelaksanaan gerakan Jateng di rumah saja yang diimplementasikan dalam gerakan Tegal di rumah saja akan dapat menekan penularan covid19 yang masih merebak.
Bagaimana pelaksanaannya?
Sore hari tanggal 6 Februari 2021 selepas salat Asar saya baru teringat bahwa saya harus memberi bayaran tukang yang sedang mengerjakan paving di halaman sekolahku.
Sore itu terpaksa saya keluar. Saya berangkat dari rumah yang ada di Kabupaten Tegal menuju Kota Tegal. Jarak rumahku ke sekolah tidak terlalu jauh. Hanya sekira 4 km dan jarak tempuh lebih kurang 5 menit.
Kugeber motor matic kesayanganku menuju lokasi tujuan. Ketika masuk gerbang Kota Tegal, mulai nampak gaung gerakan Jateng di rumah saja. Pasar Kejambon yang biasanya ramai, kali ini tutup dan hanya beroperasi dari pukul 00.00 s.d. 06.00 WIB. Semakin ke utara semakin terasa “sepi” kota tercintaku. Trotoar yang biasanya ramai PKL, sekarang nampak sepi dan tidak ada lapak PKL yang berjejer.
Toko-toko di sepanjang Jalan Sultan Agung dan AR Hakim tutup. Hanya apotek dan klinik-klinik pengobatan yang diperbolehkan buka. Akhir pekan yang biasanya sangat ramai, sore ini sepi. Hanya ada sebagian kecil kendaraan yang melintas.
Di setiap sisi jalan banyak satpol PP dan relawan covid19 yang diberi seragam satp PP berjaga dan bersiaga menegakkan hukum jika ada pelanggaran yustisi. Ketika sampai di pertigaan Yogya Mall, saya sempatkan memotret salah satu toko yang tutup. Saya juga sempatkan memfoto jalanan di belakang Masjid Agung Kota Tegal yang nampak lengang.
Sepuluh menit perjalanan dari rumah ke sekolah. Sampai lokasi ternyata gerbang sekolah sudah digembok alias tukang sudah pulang ke rumah. Bergegas saya putar balik menuju rumah si tukang tersebut, karena uang ini adalah amanah yang harus saya sampaikan kepadanya.
Rumah si tukang berada di Kelurahan Slerok, sekira 3 km dari sekolah. Kutarik gas motorku menuju Slerok. Saat melintas Jalan Kartini yang merupakan pusat kuliner Kota Tegal, sangat kontras pemandangan daripada hari-hari biasa.
Sore itu Jalan Kartini sepi dari lapak-lapak PKL yang biasanya penuh sesak dan jalanan sangat padat. Biasanya saya hanya bisa memacu kendaraan antara 20-30 km/jam, sore itu saya bisa memacu kendaraan mencapai 40-50 km/jam.
Akhirnya tiba juga saya di rumah si tukang seraya menyerahkan uang bayaran mingguan dia. Saya juga meminta maaf atas keterlambatan, karena sejak pagi sampai sore Kota Tegal mengalami hujan sehingga malas untuk keluar rumah.
Setelah menyerahkan uang bayaran, segera saya pamit untuk kembali ke rumah karena tidak mau berlama-lama di luar rumah. Benar-benar layaknya kota mati kemarin sore.
Bagaimana pelaksanaan gerakan Jateng di Rumah Saja hari kedua? Tunggu ulasan saya besok.
rumahku adalah surgaku, jangan tinggalkan surga kita. di rumah aja lebih utama, hehehe
Siap omjay