Menulis itu mudahkah?
Ketika flyer pertemuan ke-10 tadi sore dishare dalam WAG BM 24, Upin dan Ipin tengah minta dibelikan mobil remote oleh opah, Film animasi itu hampir pasti menjadi tontonan wajib anak saya yang baru duduk di kelas 5 sekolah dasar. Mau tidak mau, saya sesekali menikmati pula alur film negeri Paman Razak itu dengan argumen, tidak saja mengikuti dunia anak-anak tetapi banyak nilai sehari-hari yang dtunjukkan tokoh-tokohnya.
Terlepas dari tingkah polah tokoh-tokoh dalam film Upin dan Ipin, malam ini malam yang basah, Miliyaran rintik kecil sejak sore harus tunduk dalam kekuatan gravitasi. Rintik itu menukik lemah terbawa angin semilir sebelum menghempaskan diri ke permukaan rerumputan, tersangkut ranting, atau terserak pada genangan menghampar. Sampai azan Maghrib berkumandang rintik itu masih bertahan dalam irama yang konstan.
Saat azan Maghrib berlalu kristal cair dari lengkung langit maghrib itu mulai membesar. Gemuruh suaranya menelan suara lain ketika menerpa multiroop penutup rangka atap masjid. Hujan maghrib sekaligus menghalangi langkah ke masjid para pecinta shalat berjamaah. Akibatnya, hanya tiga kening yang sempat bersujud di atas hamparan karpet masjid pada maghrib malam ini. Cuaca tidak bersahabat itupun membuat semua anak-anak “ngaji” Qur’an tidak hadir.
Usai shalat maghrib saya tinggal di masjid. Dua orang lainnya pulang. Hujan terus menderas sampai Isya’ menjelang. Saya mengambil microphone dan suara fals saya mulai melantunkan azan. Saya shalat sunah. Karena tidak ada orang yang datang saya lanjutkan shalat sendiri.
Pulang dari masjid saya langsung membuka komputer untuk mengikuti pertemuan ke-10 Belajar Menulis gelombang 24 PGRI, Senin, 07 Februari 2022. “Menulis itu Mudah” adalah kalimat yang terbaca, setelah membaca nama sosok Narasumber dan Moderator Pelatihan. WAG sudah dikunci Bu Raliyanti saat sang Moderator mulai menyampaikan membuka pelatihan. Dengan mengutip tema tulisan “Menulis itu Mudah” moderator berusaha “menghasut” peserta untuk menanamkan keyakinan bahwa menulis itu bukan hal yang sulit.
Setelah merasa cukup dengan aksi “agitasi”-nya, Moderator lalu memperkenalkan narasumber dalam pertemuan ini. Ketika moderator seakan dengan lantang menyebutkan nama “Prof. Dr. Ngainun Naim”, saya seakan mendengar riuh tepuk tangan peserta memberikan aplous untuk narasumber. Tepuk tangan makin gegap gempita ketika moderator memampang curiculum vitae narsum.
Selanjutnya, untuk menjawab ketidaksabaran peserta moderator mengajak peserta untuk memasuki sesi utama, mendengarkan presentasi narasumber.
Narsum membuka materi dengan menyampaikan kebanggaannya terhadap profesi guru. Prof. Ngainun merasakan aliran energi yang luar biasa ketika bersama dalam komunitas guru. Sebagaimana moderator, narsum juga mengawali materinya dengan menggugah kesadaran peserta bahwa MENULIS ITU MUDAH.
Setelah merasa yakin bahwa peserta memiliki perubahan cara berfikir bahwa menulis itu bukan hal yang sulit, narsum mengajak peserta untuk mengisi waktu luang untuk berlatih menulis secara konsisten. Banyak orang memiliki latar belakang yang tidak bersentuhan dengan tulis menulis ternyata berhasil menjadi penulis profesional karena memiliki komitmen dan berusaha mendisiplinkan diri dalam menulis.
Untuk menjadi penulis profesional, narsum meyakinkan bahwa capaian itu tidak bisa peroleh secara instan. Seseorang harus melalui proses yang panjang dan membutuhkan keseriusan. Pada saat yang sama, menulis juga memerlukan referensi. Oleh karena itu, seorang penulis juga harus banyak membaca. Lebih dari itu membaca bukan sekadar membaca tetapi harus ada pemahaman terhadap bacaan.
Faktor lain yang perlu diperhatikan penulis adalah kemampuan mengelola waktu. Kesibukan hanyalah alasan klasik untuk menghibur diri ketika seseroang tidak dapat melakukan aktivitas menulis. Pesan narsum, “jangan MENUNGGU WAKTU LUANG tapi mari LUANGKAN WAKTU”
Ketika sudah berhasil mengelola waktu, narsum menyarankan agar peserta “rajin mengamati, mencatat, dan mengolah apa yang sudah dicatat menjadi tulisan.” Seorang penulis selalu berupaya mengamati setiap peristiwa, pengalaman, dan hal-hal menarik sehari-hari. Hasil pengamatan tersebut kemudian dijadikan catatan lalu dituangkan menjadi sebuah tulisan utuh.
Prof. Ngainun Naim memberikan contoh tulisan berupa pengalaman perjalanan yang dituangkan dalam link https://www.spirit-literasi.id/2019/03/ternate-landmark-di-suatu-senja.html dan https://www.spirit-literasi.id/2022/01/kado-sangat-indah-di-awal-tahun.html. Prof juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berkunjung ke blog pribadinya pada link https://ngainun-naim.blogspot.com/.
Saat membaca tulisan penulis profesional pada link di atas, saya melihat susunan kata demi kata tertata dengan apik, kalimat mengalir tenang dan runtut, dan kontinuitas antar paragraf sangat konsisten. Untuk mencapai kampuan seperti itu tentu butuh perjuangan yang panjang dan kesungguhan.
Prof. Ngainun Naim mengakhiri “ceramahnya” dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang tulis-menulis. Pertanyaannya beragam antara lain, ketidakpercayaan diri untuk menulis dan enggan menyebarkannya kepada orang lain, cara mewujudkan konsep menulis sebagai hal yang mudah, cara mengatur waktu untuk menulis di sela-sela kesibukan, dan sebagainya.
Pertanyaan lainnya tentang cara mempengaruhi orang lain atau teman sejawat untuk menulis. Ada pula yang masih gagap dalam mengatasi kebuntuan pena saat sedang menulis.
Belasan pertenyaan itu pada dasarnya sudah terjawab pada pertemuan-pertemuan sebelumnya oleh. Hampir pasti pertanyaan itu muncul dalam setiap pertemuan. Saya memilih diam dan menuntaskan resume.
Senin, 07 Februari 2022