Santri Berterimakasih

Terbaru0 Dilihat

“Kalian para santri yang mendapatkan beasiswa dari LPDP yang didanai dari negara harus banyak bersyukur. Hanya negara Indonesia yang mau memberikan beasiswa khusus untuk para santri. Di negara-negara lain tidak ada yang seperti ini”, pesan Prof. Dr. Azyumardi Azra pada saat beliau mengisi acara PK 144 khusus santri dengan jumlah peserta 114 santri dari perwakilan seluruh Indonesia, setelah Bapak Direktur Utama LPDP, Bapak Rionald Silaban tadi siang menyelesaikan pemaparannya dan menabuh gong sebagai bentuk symbol acara PK dimulai.

Prof. Dr. Azyumardi Azra mengisi acara setelah kami melaksanakan shalat ashar berjamaah di musholla kecil yang ada di samping kiri hotel. Hotel Acacia yang berada di jantung kota Jakarta, Jakarta Pusat ini sangat megah sekali. Bahkan di lantai atas ada kolam renang yang luas. Namun, kontras sekali dengan bangunan musholla yang ada. Bangunannya kecil sekali, lebih tepat ibarat sebuah bangunan musholla kecil yang biasanya ada di SPBU. Tanpa toilet, hanya ada tempat yang digunakan untuk berwudlu saja. Barisan jama’ahnya juga hanya cukup sekitar 4 baris saja, dengan masing-masing baris tidak lebih dari 10 orang.

Saya tadi siang sudah melaksanakan shalat dhuhur dengan cara jama’ dan qoshor, menggabung shalat di awal waktu dan masing-masing shalat hanya dua rakaat. Itu adalah diskon yang Allah Swt. berikan kepada orang muslim yang sedang bepergian, saya mengambil diskon itu. Awalnya shalat dhuhur dan ashar adalah 4 rakaat, menjadi masing-masing hanya 2 rakaat. Kalau manusia yang memberikan diskon saja, sering saya ambil, apalagi ini yang memberikan diskon adalah Tuhannya manusia, tentu saya ambil juga.

Di pelataran hotel bagian bawah, dekat dengan parkiran mobil para pekerja dan tamu hotel, terlihat ramai, ada Aljabar dan teman-temannya. Saya mendekat ke mereka yang sedang asyik santai mengendorkan otak yang sejak pagi sudah diisi dengan materi LPDP yang padat sekali. Mereka sedang merokok bersama. Di dalam hotel dilarang keras untuk merokok.

“Dalam sejarah adanya PK sejak pertama kali belum pernah ada yang membolehkan peserta untuk merokok. Namun, kali ini, karena kami tau tradisi santri diantaranya ada yang merokok, jadi dapat rukhsoh, keringanan. Yang ahli hisab, julukan para perokok, mohon bisa ditahan pada saat acara dan boleh merokok di tempat yang sudah disediakan di bawah hotel, dekat tempat parkir, ada tulisannya di sana”, seperti yang diucapkan Pak Rafi pagi tadi saat beliau menjelaskan tata tertib selama acara PK ini.

Lagu mulai terdengar diputar kembali di Aula tempat PK, yang menandakan waktu istirahat yang kami lakukan sudah habis. Setiap istirahat, ada sekitar 30 menit untuk bersantai, entah itu untuk para ahli hisab, atau sekedar untuk menunaikan kebutuhan ke kamar mandi. Saya yang tidak terlalu kuat berada di ruang ber-AC, hingga sore hari ini saja sudah lebih tiga kali buang air kecil di kamar kecil hotel yang toiletnya semua berupa toilet kering. Maklum biasa hidup di desa dengan air yang melimpah dan AC-nya alami, Angin Cendela.

Kami semua berdiri seperti biasa, menunggu untuk menyambut kedatangan pembicara nasional yang hadir. Beliau adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra. Siapa yang tidak kenal beliau. Saya kira seluruh orang Indonesia, apalagi yang latar belakang pendidikan, pasti mengenalnya. Saya sendiri secara pribadi, mengenal beliau sudah sejak lama, walaupun hanya lewat TV. Kira-kira pada tahun 2008, satu tahun sebelum berangkat ke Mesir. Seringkali ketika menonton televisi pada waktu itu, di Metro TV dan TV One, Prof. Azyumardi diundang menjadi pembicara.

Tahun 2008 adalah waktu pada saat Israel menggempur Palestina. Dunia sedang ramai. Kedutaan Mesir di Jakarta juga sempat dibom sebagai bentuk protes salah satu golongan yang menuduh Mesir diam terhadap agresi militer Israel di jalur Gaza. Bahkan dianggap memfasilitasi Israel karena menutup jalur Gaza yang menjadi jalan satu-satunya warga Palestina menerima bantuan makanan dari luar dan jalur perdagangan Mesir – Palestina.

Di situlah saya mengenal Prof. Azyumardi, lewat televisi. Beliau selalu konsisten menyuarakan Islam Moderat. Beliau sangat getol dengan konsep yang akhir-akhir ini juga sering digaungkan oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj tentang Islam Nusantara. Pada tahun 2008 juga sedang ramai-ramainya HTI, karena memang pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pergerakan organisasi terlarang ini sangatlah bebas.

Sebelum acara serius dimulai, seperti biasa, lagu angkatan Cantrika Binaya Nagarajaya diputar. Kami mengambil tempat masing-masing dengan berdiri. Saya tetap berdiri di pojok ruangan sebelah kiri dan berada di belakang. Mas Anwar maju, Gus Fathan dan Mas Rizki juga maju memimpin koreografi teman-teman. Termasuk beberapa awardee perempuan. Setelah selesai menyanyi bersama diiringi koreografi, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya.

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pada sore hari ini membawakan tema berjudul “Mengelola Keberagaman Bangsa : Cross, Culture and Adabtability”. Beliau membuka presentasinya. Ada slide power point yang sudah diatur oleh tim dari PIC PK dengan ketuanya Pak Shabahul Arafi. Beliau menyebutkan sebuah ayat dalam al-qur’an dalam surat Ibraim ayat 7.

“Jika Kalian bersyukur atas segala nikmat yang aku berikan, niscaya akan kutambahkan nikmat itu. Namun, jika kalian kufur, tidak mau bersyukur, sesungguhnya siksaku sangatlah pedih”, begitu kira-kira dari ayat yang beliau sebutkan dalam surat Ibrahim ayat 7 itu. Kami sebagai penerima beasiswa dari LPDP harus banyak bersyukur, tidak setiap orang bisa mendapatkan beasiswa. Kami terpilih dari jutaan orang yang tidak mendapatkan beasiswa LPDP.

Pesan pertama ini merupakan pesan yang hampir sama juga disampaikan oleh Bapak Rional Silaban yang berbicara sebelum beliau hadir. Prof. Azyumardi menceritakan kisahnya saat dulu beliau pernah mendapatkan beasiswa dari kementrian agama pada masa Presiden Bapak Soeharto. “Dulu mendapatkan beasiswa dari negara itu sulit sekali. Zaman saya dulu, dari banyaknya yang mendaftar, pada masa Menteri Agama dipegang oleh Bapak Munawwir Syadzali, hanya 6 orang yang diterima”.

“Diantara 6 orang itu adalah beliau, Bapak Prof. Dr. Din Syamsuddin dan Prof. Mulyadi Kartanegara”, lanjut beliau. Kalau menghitung jumlah, sebagaimana yang disebutkan Pak Rio tadi, 4000 sampai 5000 penerima beasiswa LPDP setiap tahun, jika dibandingkan dengan 6 orang penerima beasiswa pada masa Pak Harto dulu, sungguh perbandingan yang tidak imbang sama sekali. Sudah banyak kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mencerdaskan rakyatnya.

Apalagi tidak ada satupun negara di dunia ini yang memberikan beasiswa khusus untuk santri. Adanya beasiswa khusus untuk santri berarti negara menganggap santri ini istimewa. Sehingga ayat dalam surat Ibrahim ayat 7 tadi menjadi pegangan yang tepat agar kami semua selalu mengucap syukur kepada Allah Swt., selalu berterimakasih kepada negara, bukan malah mengolok-olok kepada negara yang diwakili oleh LPDP yang memberikan beasiswa.

Prof. Azyumardi memberikan penyadaran kepada kami bahwa, sekarang ini banyak kasus orang dikasih sesuatu, tapi malah ‘menggigit’ yang ngasih. Sudah diberikan beasiswa oleh negara, tapi di mana-mana dia malah menjelek-jelekkan negara. Bahkan sampai menganggap bahwa Indonesia ini adalah negara thogut, sistemnya adalah system kufur. Sehingga Indonesia harus dibubarkan dan diganti dengan system yang belum teruji keberhasilannya.

Padahal kalau mau melihat kondisi negara tetangganya Indonesia hingga ke arah barat, tidak usah jauh-jauh, ada Myanmar, Filipina, Bangladesh, Afganistan, hingga negara timur tengah. Negara-negara itu tidak seteduh di Indonesia. Mereka sedang mengalami konflik. Antar anak negeri terpecah belah. Setiap orang dari rakyat sipil boleh membawa senjata.

Kami semua di Indonesia, walaupun terjadi kegaduhan di media sosial, masih bisa disatukan dengan Indonesia. Adanya Bhineka Tunggal Ika, menunjukkan kalau rakyat Indonesia itu memang berbeda-beda, tetapi punya tujuan yang satu, yakni Indonesia. Rakyat Indonesia masih punya Pancasila yang diakui oleh semuanya. Seandainya tidak ada Pancasila, entah seperti apa nasib bangsa ini.

Setidaknya inilah yang bisa saya tangkap dan saya fahami dari pemaparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., yang menjadi pesan buat kami semua para santri yang berjumlah 114 dari seluruh Indonesia, agar selalu mengingat untuk menjaga Indonesia. Selalu bersyukur atas kenikmatan yang luar biasa berada di negara zamrud khatulistiwa ini.

“Saat ini ada tiga penyakit yang sedang menjangkiti banyak orang, termasuk orang Indonesia. Pertama adalah sulit untuk berterimakasih, kedua sulit untuk meminta maaf, dan ketiga adalah sulit untuk mengatakan minta tolong” , lanjut Prof. Azyumardi. Pesan yang mengena sekali. Saya merasa tertampar terhadap pesan beliau ini. Memang terkadang diri saya sendiri, sulit hanya untuk mengucapkan terimakasih, minta maaf dan meminta tolong, padahal ketiga kalimat ini adalah kata yang sederhana.

Beliau mencontohkan sebuah kasus di Australia. Di Australia ada oknum golongan Muslim yang sulit berterimakasih kepada negara Australia. Mereka adalah golongan minoritas, bahkan rata-rata adalah para pendatang, namun mereka seringkali menentang hukum negara. Mereka berkeinginan agar Australia menjadi negara Islam. Seharusnya mereka berterimasih bisa hidup di Australia dan menghormati hukum negara yang sudah berlaku.

Kalau melihat negara-negara barat saat ini, kemajuan mereka diantaranya karena menerapkan etos kerja Protestan, sebenarnya Indonesia juga bisa meniru untuk maju dengan etos kerja Islam. Dalam ajaran Islam Nusantara, ada pelajaran Tasamuh, Tawazun dan Ta’awun. Toleransi, Moderat dan Saling tolong menolong. Ketika tiga nilai ini benar-benar dilakukan, Indonesia bisa maju seperti barat.

Pemaparan Prof. Azyumardi yang serius, membuat saya mulai merasakan kantuk. Bukan hanya saya, Mas Anwar yang duduk di depan sebelah kanan dari saya duduk, malah sudah tertidur pulas di kursinya. Sehingga dia menjadi ajang objek fotografi dari Mbak Fida dan timnya. Seperti tadi siang, saya mensiasatinya dengan membasahi jari dengan air yang ada di botol tumbler dan menempelkan airnya di mata. Mahsus dan Aljabar malah menertawakan saya.

Prof. Azyumardi disamping sebagai seorang tokoh nasional yang sangat aktif dalam organisasi internasional dan nasional, pernah juga menjadi rector di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, beliau juga sangat aktif menulis dan mengeluarkan buku baru. Beliau memberikan tips dan trik agar sukses. Kata beliau, kunci kesuksesan itu adalah kedisiplinan.

Disiplin terhadap diri sendiri, juga harus istiqomah, konsisten terhadap sesuatu yang menjadi tujuan dan cita-cita yang sudah dituliskan. Tidak banyak alasan untuk mewujudkan keinginan itu. “Kuliyah diselesaikan tepat waktu, sesuai kontrak yang ditanda tangani dengan LPDP. Yang berada di luar negeri, setelah lulus kuliyah langsung pulang ke Indonesia, mengabdi untuk negeri, jangan malah tidak mau pulang”, pesan terakhir beliau sebelum masuk ke sesi diskusi.

Salah satu penanya dari teman-teman adalah Mbak Masyitoh Anis yang akan melanjutkan kuliyah di University of Warwick. Mbak Anis menanyakan tentang rencana teman-teman yang akan mendirikan Santri Foundation dengan konsepnya adalah berdiri di semua golongan, bukan hanya mewadahi santri dari satu golongan saja.

Beliau menjawab bahwa menyatukan seluruh golongan yang ada di Indonesia itu adalah hal yang mustahil. Justru gaduhnya Indonesia akhir-akhir ini ya karena ada satu golongan yang menganggap dirinya paling benar dan yang lain salah. Prinsip yang harus dipegang ketika mau mendirikan Santri Foundation adalah tetap berpegang pada Tasamuh, Tawazun dan Ta’awun  tadi. Toleransi yang tinggi, moderat dalam arti tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri, serta saling tolong menolong.

Tepat jam 18.00, sudah masuk waktu maghrib. Pak Rafi yang menemani Prof. Azyumardi menutup sesi ini. Acara akan dilanjutkan setelah sholat isya. Setelah shalat maghrib, jadwal yang kami lakukan adalah makan malam di restoran hotel. Seluruh restoran hotel hanya kami yang mengisi dan hanya kami yang menghabiskan makanannya, tidak terlihat tamu hotel yang lain. Hari ini kami mendapatkan pelajaran luar biasa dari pemateri yang istimewa. Terimakasih LPDP. Terimakasih Indonesia.

Tinggalkan Balasan