“Pernah satu waktu saya dinasehati oleh kakak saya; almarhum KH. Ahmad Qusyairi Syafaat, beliau mengatakan, nikmatnya hidup itu ada 3, Pertama adalah kesehatan. Kedua, memiliki keluarga, ketiga punya uang. Ada tambahan satu lagi dari yang ketiga yaitu bisa beli apa-apa. Jadi ketika butuh sesuatu, diberikan kemampuan untuk beli. Karena kalau punya uang, tapi tidak mampu beli, itu nelongso, susah”
— KH. Abdul Malik Syafaat
“Tidak ada yang tau derajatku kecuali Tuhanku”, saya pernah beberapa kali mendengar hadits Kanjeng Nabi ini dari seorang guru di Mesir, juga beberapa ulama’ di Indonesia. Rosulullah Saw. memiliki derajat yang sangat mulia dan tidak ada yang mengerti ujung dari ketinggian derajatnya. Sehingga setiap pujian yang dilakukan oleh siapapun dan ditujukan kepada Kanjeng Nabi, derajat beliau berada di atas pujian itu.
Pada bulan ini, acara ngofi bertepatan dengan masuknya bulan penuh kemulyaan, tepat bulan yang pada 1400-an tahun yang lalu, manusia terbaik sealam semesta dilahirkan. Pada saat pelaksanaan ngofi ke 20 di rumah Gus Afton, usai acara dan kami sedang asyik makan malam bersama, saya mengobrol dengan teman-teman Muharrik MATAN Banyuwangi. Ada Gus Aan, Gus Naim, Mbah Dalijo, Mbah Karyo dan Gus Arif.
“Ada tawaran tempat ngofi di rumahnya Pak Aris Blokagung Gus, bagaimana?”, tanya saya ke mereka ingin menyampaikan pendapat perihal kegiatan yang selama ini kami lakukan. “Sudah ada yang booking untuk tempat belum untuk ngofi besok?”, Gus Aan bertanya balik. “Sebenarnya Pak Aris sudah lama meminta untuk ngofi di rumahnya, sejak bulan maret lalu, saat acara ngofi di rumahnya Kang Ari, awal new normal pandemic korona mulai berangsur dibuka”, lanjut saya.
Mereka perlahan menyetujui apa yang saya sampaikan. Saya memanggil Gapron untuk memberikan informasi kepada Pak Aris, karena dia malam ini tidak hadir, dikarenakan mertuanya sedang berada di rumah sakit dan bertugas untuk menjaga beliau. Terdengar Gapron berbicara dengan Pak Aris, setelahnya kabar bahagia kami dapatkan, Pak Aris siap untuk menjadi tuan rumah, untuk tanggal dan siapa pembicaranya, akan dikabarkan kemudian.
Beberapa hari kemudian, Kang Mahsun, selama ini lumayan aktif di acara MATAN Banyuwangi, beliau pengusaha madu hutan, dulu juga pernah menemani Gus Sholeh, saat Gus Sholeh pernah menjadi pembicara ngofi di Pondok Pesantren Al-Azhar Tugung, Sempu. Kang Mahsun menghubungi saya, menawarkan agar Gus Malik Blokagung diberikan kesempatan untuk bisa mengisi acara ngofi, untuk waktunya kapan, dia ikut saja dengan keputusan teman-teman MATAN Banyuwangi.
Gayung bersambut. Disaat kami hendak melaksanakan ngofi di Blokagung dan belum membicarakan siapa yang akan menjadi pengkaji kitab Mihanussaniyah, Kang Mahsun datang dengan memberikan kabar menggembirakan. Sebelum saya memastikan tanggal untuk memberikan informasi permintaan menjadi pembicara buat Gus Malik, saya terlebih dahulu konfirmasi lagi kepada Pak Aris. “Jadinya kapan Pak tanggal ngofinya? Untuk pembicaranya, ada tawaran dari Kang Mahsun, insya Allah Gus Malik siap mengisi”.
“Akhir bulan oktober saja Gus, sekalian bersama masyarakat mengadakan acara maulid”, jawabnya. Saya menghubungi Kang Mahsun kembali, untuk meminta tolong memintakan fotonya Gus Malik yang nantinya akan dipajang di meme acara ngofi akhir Oktober nanti. “Saya carikan dulu Gus”. “Siap”. Belum genap satu hari, Kang Mahsun sudah mengirimkan foto Gus Malik yang sedang mengaji kitab Ihya’ Ulumiddin milik Imam Ghozaly di pesantrennya.
Imam tahlilnya saya yang memutuskan sendiri, biar tidak terlalu jauh, saya ambilkan dari Muharrik MATAN Banyuwangi yang rumahnya juga berada di Blokagung yakni Pak Affandi. Setelah informasi dirasa lengkap, saya mengirimkan info secara tertulis kepada Gus In’am dan Gus Rizki. Kali ini keduanya saya berikan semuanya, harapannya akan ada dua meme dengan desain yang berbeda yang bisa kami sebarkan bersama.
Kebetulan sekali, bertepatan pada bulan ini, saya juga sedang menerbitkan 3 buku sekaligus dari kumpulan artikel catatan saya pada saat kuliyah di Universitas Al-Azhar Mesir. Di group Muharrik MATAN Banyuwangi, teman-teman sedang ramai membicarakan untuk menggalang dana buat membeli peralatan yang dibutuhkan setiap kali acara ngofi MATAN Banyuwangi, diantaranya kebutuhan sound system portable, darbuka, dan alat-alat untuk sholawatan.
“Bagaimana kalau kita menginformasikan kepada anggota group MATAN Banyuwangi untuk patungan shodaqoh buat kebutuhan MATAN ini?”, Gus Naim memberikan masukan. Beberapa ada yang setuju, namun lebih banyak yang diam. Saat saya membaca pesan ini, dalam hati terinspirasi untuk menjadikannya sebagai sarana untuk bersedekah dari hasil penjualan 3 buku yang sebentar lagi sudah terbit.
“Saya sedang menerbitkan 3 buku serial Mesir Gus. MATAN Banyuwangi bisa kerja sama. Saya punya niat, laba royalty penjualan buku ini, 50 % saya sedekahkan ke MATAN Banyuwangi. Semoga nantinya MATAN Banyuwangi bisa mendapatkan cukup dana buat kebutuhan yang sedang ada”, saya ucapkan seperti ini di dalam group. Alhmadulillah teman-teman merespon dengan baik.
Meme ngofi dikirimkan oleh Gus In’am langsung ke group MATAN Banyuwangi, sebelumnya saya sudah menginformasikan bahwa ngofi ke 21 ini dibarengkan dengan launcing 3 buku serial Mesir yang berjudul “926 Cairo”, “Cairo Oh Cairo” dan “Umroh Koboy”. Gus Rizki juga membuat meme ngofi dengan desain yang berbeda, namun isinya sama, memberikan informasi ngofi, mulai dari tema, pembicara, imam tahlil, hari dan tempat pelaksanaan, juga informasi launcing 3 buku serial Mesir.
Banner dan umbul-umbul MATAN Banyuwangi sudah saya ambil di rumahnya Gus Afton beberapa hari yang lalu ketika saya bershilaturahim di rumahnya orang tua yang ada di Parijatah Kulon. Jalur yang saya lalui dari Sumberberas, Muncar adalah melewati Srono dan lewat di depan Pesantren Nahdlatut Thullab; rumahnya Gus Afton, jadi sekalian saja saya mampir, shilaturahim dan mengambil banner dan umbul-umbul MATAN Banyuwangi yang masih ada di sana. Bahkan pada saat saya datang, ada satu umbul-umbul masih terpasang di pinggir jalan raya, belum dicopot oleh Gus Afton.
“Sengaja belum saya copot Gus, satu umbul-umbul MATAN yang ada di pinggir jalan raya. Biar MATAN makin dikenal masyarakat”, kata Gus Afton memberikan alasan kepada saya. Saya mengobrol bersama Gus Afton dan ibunya. Saya datang bersama istri dan anak saya, Khilni. Rupanya, ibunya istri, Ibu Malikhah dulu sebelum wafat, merupakan teman akrab dari ibunya Gus Afton. Kami mengobrol lumayan lama.
“Nanti malam ada acara beb?”, saya mengirimkan pesan WA kepada Aziz yang ada di Blokagung. Aziz merupakan orang yang berada di balik desain 3 buku yang saya terbitkan. “Kosong Gus”, jawabnya. Akhirnya saya mengajaknya untuk lembur membuat beberapa desain sampul untuk beberapa buku yang hendak saya terbitkan, serta membuat desain media promosi yang akan saya sebarkan di media sosial.
Kesempatan inilah yang saya gunakan juga untuk membawa sekalian banner dan umbul-umbul ke Blokagung dan memberikannya kepada Pak Aris. Saat di Blokagung dan menggarap beberapa desain buku serial Mesir bersama Aziz, tiba-tiba Pak Aris datang ke kantor, padahal saya tidak menghubunginya dan tidak janjian dengannya. “Kebetulan sekali Pak, saya membawa banner dan umbul-umbul MATAN. Anda bawa sekalian ya?!”, pinta saya kepada Pak Aris. “Siap Gus”.
Saat yang ditunggu tiba. Sabtu siang menjelang acara ngofi, Pak Aris menghubungi saya kembali. “Bisa minta tolong agar teman-teman MATAN Banyuwangi nanti berangkat lebih awal ya Gus. Biar bisa menemani masyarakat acara maulidan dulu”. “Saya usahakan Pak. Akan saya informasikan ke teman-teman di group WA MATAN Banyuwangi”, jawab saya. Namun, saya tetap memberikan catatan, datang atau belum datang teman-teman MATAN Banyuwangi, setelah sholat isya’, masyarakat bisa langsung memulai acara maulidnya, biar acara ngofinya tidak terlalu malam selesainya. Pak Aris menyetujuinya.
“Mohon maaf Gus, malam ini saya belum bisa berangkat. Mengantarkan istri berobat”, Pak Mukhtar mengirimkan pesan WA ke hp saya. “Tidak apa-apa Pak, semoga istrinya lekas sembuh, Aamin”. Saya informasikan kembali acara ngofi ini di teman-teman yang ada di wilayah Sumberberas, Muncar, namun semuanya berhalangan hadir. Akhirnya saya berangkat dari Muncar sendirian.
Pada saat hendak mengeluarkan motor dari tempat parkir rumah, hp berbunyi. Ada telepon dari Komandan Novel, “saya belum tau tempatnya Pak Bis, kita berangkat bareng ya”, katanya. “Siap Ndan. Kita ketemuan di Benculuk, ini saya hendak berangkat”, “Siap”. Dengan melaju agak santai, saya berjalan sendirian melewati Patok 11, melewati Plampang, hingga sampai di Benculuk. Saya melihat motor N-Max berhenti di pertigaan. “Pakai satu motor saja Ndan, biar enak”, pinta saya setelah salam dan menyapa Komandan Novel.
“Pakai motor saya Pak Bis, besar”, “Siap Ndan”. Kami berjalan bersama menembus macetnya kota Jajag. Dari lampu merah Jajag, kami berbelok ke kiri hingga sampai di Blokagung. Rupanya saat sampai di lokasi acara, belum ada yang datang. Terdengar suara pujian dari musholla sebelum dilaksanakan jama’ah shalat isya’. Tidak ada umbul-umbul MATAN Banyuwangi yang terpasang, juga tidak terlihat banner MATAN yang terpasang. Tidak ada tanda-tanda akan diselenggarakan acara ngofi malam ini.
“Kok umbul-umbul MATAN belum terpasang Pak”, usai bersalaman dengan Pak Aris sebagai tuan rumah, saya langsung ke inti pertanyaan. “Mohon maaf Gus, tadi sudah terpasang, tapi jatuh, terkena angin. Tadi hujan dan anginnya kencang. Belum sempat dipasang lagi”, Pak Aris memberikan alasannya. Karena factor alam, saya memakluminya. “Kalau bannernya Pak?”, lanjut saya bertanya kembali. “Nanti menunggu selesai shalat isya’, baru dipasang”.
Setelah shalat isya’, ada telepon masuk dari Kang Sultoni, Tamasuruh, Banyuwangi bagian utara. Setelah saya menjadi peserta yang datang pertama kali bersama Komandan Novel, peserta kedua yang datang adalah Kang Sultoni. Yang paling jauh, justru datangnya paling awal. “Berangkat jam berapa tadi Kang dari Tamansuruh?”, tanya saya. “Sekitar jam setengah lima sore tadi Gus, biar tidak terlalu malam nyampek sininya, mana teman-teman yang lain?”, dia bertanya balik. “Anda temasuk Assabiqunal awwalun Kang, golongan pertama yang datang”.
Banner dipasang oleh Pak Aris di dalam musholla usai shalat isya’, saya meminta Kang Sultoni untuk mengambil gambar dan foto dan dikirimkan ke anggota group MATAN Banyuwangi, seakan memberikan pesan, “Yang jauh saja datangnya awal, masak yang rumahnya dekat malah belum datang”. Selanjutnya, rombongan dari Gus Naim, Mbah Dalijo, Bang Syem dan group Pondok Pesantren Al-Azhar Sempu datang. “Gus Arif mana Gus?”, tanya saya. “Di belakang bersama Mbah Karyo”.
Saya memanggil Pak Aris, memintanya untuk segera memulai acara maulid yang dilakukan oleh masyarakat. “Silahkan dimulai Pak. Menunggu siapa?”. “Mohon maaf Gus, masyarakat merasa minder untuk memulai acara maulid. Kegiatan malam ini, biar teman-teman MATAN yang menghandle semuanya, masyarakat akan ikut saja”, jawabnya. Tidak seperti yang direncanakan sebelumnya yang masyarakat dulu yang memulai acara maulidnya, setelah itu teman-teman MATAN dengan acara ngofinya. “Oke, tidak apa-apa Pak”.
Saya langsung bergerak cepat dengan meminta Bang Syem memulai acara. Kami semua mahallul qiyam, berdiri hormat Kanjeng Nabi dengan melantunkan pujian-pujian shalawat kepada Beliau dengan dipimpin oleh Bang Syem. Gus Naim membuat wewangian dari dupa yang menjadikan suasana malam ini seakan berada di tanah arab. Teman-teman terlihat khusyuk mengikuti bacaan dari kitab Al-Barzanji yang dibaca bersama. Sekitar 15 menit kami terus melantunkan pujian kepada Kanjeng Nabi dengan harapan nanti mendapatkan syafaat pertolongan dari Beliau dan dikaruniai cinta tulus kepada Beliau.
Acara diambil alih oleh Pak Aris. Di samping sebagai tuan rumah, dia merangkap sebagai pembawa acara. Acara dilanjutkan dengan bacaan tahlil yang dipimpin oleh Pak Affandi. Setelah bacaan tahlil, saya dipersilahkan untuk memberikan sambutan sebagai Ketua MATAN Banyuwangi, sekaligus memberikan arahan untuk launcing 3 buku Serial Mesir berjudul “926 Cairo”, “Cairo Oh Cairo”, dan “Umroh Koboy”.
Sebelum saya memperkenalkan buku yang sudah saya terbitkan. Saya sedikit bercerita tentang keutamaan merayakan maulid. 3 bait syair dari Syeikh Syamsudiin Ad-Dimisyqi yang pernah saya sebutkan pada saat ngofi ke 20 di rumahnya Gus Afton, saya bacakan kembali. Yang intinya, kalau Abu Lahab yang kafir dan seumur hidupnya pernah memusuhi Kanjeng Nabi saja, gara-gara pernah bahagia atas kelahiran Rosulullah, senang saat maulid, dia mendapatkan keringanan siksa, apalagi kami semua yang selalu bahagia atas lahirnya Kanjeng Nabi dan senantiasa melantunkan sholawat kepada beliau. Tentu harapannya mendapatkan syafaat dari beliau.
Saya belum memperkenalkan 3 buku yang telah saya terbitkan, setelah menerangkan sedikit tentang perkataan Syeikh Syamsuddin, Gus Malik sebagai pembicara sudah hadir. Saya langsung berdiri untuk menyambut dan mencium tangan beliau serta mempersilahkan untuk duduk di depan. Gus Naim saya mintakan tolong untuk mengambilkan satu buku baru berjudul “926 Cairo” yang akan saya berikan kepada Gus Malik sebagai symbol 3 buku Serial Mesir sudah launcing malam ini.
Alhamdulillah. Saya bersyukur kepada Allah. Mengharap ridlo Allah dan Kanjeng Nabi. Ini adalah perdana saya menerbitkan buku dan langsung 3 buku, bertepatan dengan bulan kelahiran Kanjeng Nabi. Saya berharap, apa yang sudah saya tulis dan dibaca oleh banyak orang, bukan hanya bisa memberikan manfaat buat pembacanya, tapi juga bisa memberi keberkahan dan melahirkan inspirasi kebaikan. Aamin.
Gus Malik terlebih dahulu mengirimkan banyak sekali hadiah fatihan sebelum memulai kajian tasawwuf malam ini. Tema besar kajian ini adalah Tasawwuf Imam Ghozaly, juga tetap merujuk kajian kitabnya Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rony dengan kitabnya Minahussaniyah.
“Seharusnya Bisri ini bukan hanya menulis buku 926 Cairo ini saja. Tapi juga menulis buku dengan judul Di bumi demokrasi, saya HTI. Di bumi HTI, saya berdemokrasi. Ini judul buku yang menarik”, teman-teman lansung bertepuk tangan dan ramai atas saran dari Gus Malik. Saya tersenyum dan berharap suatu saat bisa menuliskan apa yang sudah menjadi saran dari beliau. Perlu diketahui, dulu waktu di pesanten Blokagung, saya sempat ikut kajian HTI dan menggegerkan pesantren, namun itu dulu, saat ini saya suka dengan kajian tasawwuf seperti ngofi ini.
“Dalam tasawwuf Imam Ghozaly itu ada yang namanya darajaat, maqomaat, dan ‘aqobaat. Masing-masing dari nama ini punya arti dan derajatnya”, Gus Malik mulai secara serius menjelaskan dan mencontohkan konsep tasawwuf yang dibawa oleh Imam Ghozali. Beliau menghubungkan teori-teori tasawwuf dari kitab Ihya’ Ulumiddin dengan fakta yang ada di masyarakat.
“Pernah satu waktu saya dinasehati oleh kakak saya; almarhum KH. Ahmad Qusyairi Syafaat, beliau mengatakan, nikmatnya hidup itu ada 3, Pertama adalah kesehatan. Kedua, memiliki keluarga, ketiga punya uang. Ada tambahan satu lagi dari yang ketiga yaitu bisa beli apa-apa. Jadi ketika butuh sesuatu, diberikan kemampuan untuk beli. Karena kalau punya uang, tapi tidak mampu beli, itu nelongso, susah”, lanjut beliau.
Beliau juga banyak bercerita pengalaman kehidupan mulai dari masa muda sampai sekarang. Pengalaman ketika berpolitik, pesan beliau, seorang ulama’, seorang sufi itu mesti ngerti dan tau tentang politik, politik itu berhubungan dengan mengurus masyarakat. Ulama’ sufi zaman dulu, banyak mencontohkan bahwa hidup bukan hanya hablum minalloh, berhubungan kepada Allah saja, tapi juga ada hablum minannas, hubungan terhadap manusia.
Hingga jam 10 malam, Gus Malik bercerita dan menerangkan banyak hal, termasuk berkaitan dengan tarekat. “Bis…tarekat itu masuk ilmu hikmah apa ilmu tasawwuf?”, Gus Malik bertanya dan menunjuk ke saya secara langsung. Beliau terus menjelaskan jawaban dari kedua hubungan ini, tanpa saya memberikan tanggapan dari pertanyaan beliau.
Acara ditutup dengan berdoa bersama. Pak Aris mengeluar daun pelepah pisang sebagai alas untuk makan bersama. Malam ini acara ngofi ke 21 ini bagi saya istimewa. Kami bisa memperingati malam spesial Maulid Kanjeng Nabi, bisa Ngobrol Sufi, hingga laucing 3 buku Mesir yang telah saya terbitkan lewat penerbit YPTD di Jakarta. Semoga keberkahan selalu menyertai dalam hidup ini. Bulan depan acara ngofi ke 22 rencananya di Kalibaru, di rumahnya Pak H. Hasan. Kita ketemua di ngofi selanjutnya.