Menuju Sekolah Literasi atau Tidak Sama Sekali

MENUJU SEKOLAH LITERASI ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Oleh: Nanang M. Safa

 

Gong literasi telah ditabuh. Pemerintah sepertinya tidak ingin tertinggal lebih jauh lagi dengan negara tetangga. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Agama kini sedang menggalakkan literasi bagi peserta didik dan tenaga pendidik. Literasi terutama berkaitan langsung dengan membaca dan menghasilkan karya tulis. Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Membaca adalah gerbang pengetahuan. Tentu semua sudah maklum bahwa siapapun yang malas membaca maka akan sempit pengetahuan. Orang yang sempit pengetahuan tentu juga akan miskin inovasi. Apa jadinya bangsa ini jika masyarakatnya miskin pengetahuan.

Untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kemendikbudristek mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kemendikbudristek) Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilakukan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbudristek, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; dan (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis.

Menumbuhkembangkan GLS

Pengertian Literasi Sekolah dalam konteks GLS adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Tujuan umum dari GLS adalah untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan secara khusus GLS bertujuan untuk: Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah; Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Kegiatan literasi di tahap pembiasaan meliputi dua jenis kegiatan membaca untuk kesenangan, yakni membaca dalam hati dan membacakan nyaring oleh guru. Secara umum, kedua kegiatan membaca ini bertujuan untuk meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran; meningkatkan kemampuan memahami bacaan; meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang baik; dan menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan. Kedua kegiatan membaca ini didukung oleh penumbuhan iklim literasi sekolah yang baik. Dalam tahap pembiasaan, iklim literasi sekolah diarahkan pada pengadaan dan pengembangan lingkungan fisik, seperti: buku-buku non pelajaran (novel, kumpulan cerpen, buku ilmiah populer, majalah, komik, dsb.); sudut baca kelas untuk tempat koleksi bahan bacaan; dan poster-poster tentang motivasi pentingnya membaca.

Aspek penting berikutnya dalam menumbuhkembangkan GLS adalah menulis. Menulis tidak sekedar mencoretkan pena di atas kertas kosong. Menulis tidak hanya memainkan jari untuk menari di atas keyboard laptop. Menulis tidak sekedar merangkai kata tanpa makna. Menulis adalah upaya untuk mengungkapkan totalitas kehidupan. Isi pikiran, perasaan, bahkan imajinasi manusia akan terbaca melalui tulisan.

Dengan menulis pikiran akan menjadi sehat, karena otak terus berputar memfungsikan seluruh sel otak sesuai peran masing-masing. Sel otak kita akan terus bercabang jika digunakan untuk berfikir secara sistematis, melalui proses belajar. Menulis adalah belajar.

Ingat! Perubahan besar selalu diawali dengan tulisan. Banyak sejarah yang telah menjadi saksi, perubahan sosial, politik, ekonomi, serta pendidikan banyak diawali dari gerakan menulis. Kata menjadi kalimat, kalimat menjadi konsep, konsep menjadi teori, teori menjadi disiplin ilmu. Sebuah perjalanan panjang dalam dunia ilmiah yang akan menjadi ruh dalam setiap perubahan. Penulis hebat pasti menjadi ikon penting dalam sejarah perubahan. Konstribusi penulis hebat akan selalu dikenang dan menjadi karya yang tidak terlupakan di setiap zaman, bahkan dalam dekade dan rentang waktu yang sangat panjang.

Realita yang ada adalah penulis pemula seringkali merasa kesulitan untuk menemukan masalah yang akan ditulis. Para penulis pemula terbelenggu dalam proses penemuan ide yang bisa dijadikan judul, sub judul, uraian masalah, serta hal lain terkait dengan apa yang akan ditulis. Pertanyaan yang muncul adalah mau menulis apa? Dimulai dari mana? Bagaimana cara menyusun outline hingga bagaimana menulis kalimat? Bagaimana menganalisis persoalan? Bagaimana membuat sistematika tulisan yang baik? Deretan pertanyaan ini selalu menghantui benak dan pikiran penulis pemula.

Menulis adalah bagian dari literasi yang perlu digalakkan di lembaga pendidikan. Selain itu, hasil dari penyusunan buku dapat dijadikan sebagai pengembangan diri bagi guru PNS/ASN untuk memenuhi Permen PAN-RB  Nomor 16 Tahun 2009 pada BAB VII pasal 16 yang menyatakan bahwa untuk kenaikan pangkat dan golongan bagi guru dari III/a sampai ke IV/E, guru disyaratkan memiliki karya tulis ilmiah, termasuk dalam bentuk buku.

Nah, khusus di sekolah kami (MTsN 4 Trenggalek) sebenarnya telah memiliki cukup modal untuk menggiatkan Gerakan Literasi Sekolah. Kami punya “Sketsa”, majalah yang rutin terbit pada tiap tiga bulan sekali. Dan secara kualitas juga tidak terlalu ecek-ecek.  Apalagi mulai edisi September 2017 yang lalu, Sketsa telah resmi diakui oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berkantor pusat di Jakarta, dengan diterbitkannya International Standard Serial Number (ISSN) dengan Nomor ISSN: 2581-2068. Maka sekaranglah saatnya kami teriakkan semboyan “MENUJU SEKOLAH LITERASI atau TIDAK SAMA SEKALI!”

 

#KMAA#9

 

Tinggalkan Balasan