Pembelajaran Daring Jangan Sampai Terkesan Garing

Edukasi, Pendidikan37 Dilihat

PEMBELAJARAN DARING JANGAN SAMPAI TERKESAN GARING

Oleh: Nanang M. Safa

 

Kita sekarang memasuki era new normal. Atau setidaknya kita dipaksa untuk memasuki era new normal. Era new normal merupakan tatanan kehidupan baru yang tentu sedikit banyak berbeda dengan pola kehidupan sebelumnya yang sudah menjadi kebiasaan keseharian kita. Ada aturan baru yang harus dipatuhi sebagai bentuk ikhtiar bersama dalam mencegah meluasnya penyebaran Covid-19. Kita harus bisa beradaptasi dengan pola kehidupan baru tersebut. Banyak tantangan dan aturan-aturan baru yang harus kita ikuti dan patuhi.

Jika dibandingkan dengan era pandemi yang lalu, pola kehidupan New Normal memang sudah cukup longgar. Jika fase awal merebaknya Covid-19 hampir semua bidang pekerjaan harus dikerjakan di rumah (work from home), di masa New Normal sekarang boleh dikerjakan di tempat yang seharusnya, tentu dengan syarat-syarat dan aturan-aturan tertentu pula. Sekali lagi sebagai bentuk ikhtiar bersama.

Wiku Adisasmita, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menegaskan, New Normal adalah perubahan perilaku untuk menjalankan aktifitas normal namun harus memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 (campus.com; Mengenal Apa itu New Normal di Tengah Pandemi Corona). Prinsipnya, kita harus beradaptasi dengan pola hidup baru, baik dalam bersikap maupun berperilaku, semisal mengurangi kontak fisik dengan orang lain jika tidak benar-benar penting, menghindari kerumunan massa, menjaga jarak, dan sebagainya.

Transformasi budaya hidup baru di era New Normal ini diharapkan dapat meminimalisir (baca: menekan) laju penyebaran Covid-19 dengan tidak harus mengganggu berbagai sektor kehidupan seperti pada masa normal. Jalannya roda kehidupan tetap bisa berjalan normal. Dalam tatanan hidup New Normal inilah tercermin optimisme untuk tetap bisa survive di tengah teror Covid-19.

 

Bagaimana dengan Anak Sekolah?

Pola hidup New Normal merupakan konsep pola hidup yang diyakini bisa menjadi pola hidup terbaik yang bisa diterapkan di tengah penyebaran Covid-19 saat ini. Sekolah merupakan salah satu tempat berkumpulnya massa. Dalam satu sekolah standar jenjang SLTP, rata-rata memiliki 500 siswa. Sekolah merupakan salah satu tempat berkumpulnya massa yang sangat dimungkinkan menjadi cluster baru penyebaran Covid-19. Maka untuk menghindari kemungkinan tersebut, sekolah mau tidak mau harus mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di masa New Normal ini, lazimnya sekolah menjalankan pola Daring (Dalam Jaringan) atau pembelajaran online dan pola Luring (Luar Jaringan) atau pembelajaran tatap muka.

Pola luring atau tatap muka dilakukan oleh sekolah-sekolah yang berada di zona hijau, tentu dengan syarat telah mendapatkan rekomendasi dari Tim Satgas Penanganan Covid-19. Itupun masih sangat terbatas yakni menggunakan sistem masuk secara bergantian untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak diinginkan. Sedangkan bagi sekolah-sekolah yang berada di zona merah tentu harus melaksanakan pembelajaran secara daring atau online. Pembelajaran daring tentu membutuhkan kesiapan lebih, baik dari sisi Sumber Daya Manusianya (SDM) maupun sarana prasarananya.

Jauh hari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makariem sudah mencanangkan program merdeka belajar yang salah satu intinya adalah bahwa pembelajaran dilaksanakan tidak harus berada dalam satu tempat dengan cara tatap muka, melainkan bisa dilaksanakan di manapun tempatnya secara online. Namun tentu saja pembelajaran daring (online) tidak serta merta bisa dilaksanakan sebelum benar-benar siap segala sesuatunya, apalagi bagi sekolah-sekolah di pedesaan. Namun kenyataannya sekarang, sekolah dipaksa untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Maka sangat wajar jika pada akhirnya muncul berbagai keluhan dari berbagai pihak, tidak saja dari siswa dan orang tuanya, namun juga dari para guru yang merasa belum siap atau bahkan tidak siap meaksanakan pembelajaran dengan sistem daring. Bahkan beberapa hari lalu muncul berita sebagaimana dilansir oleh Liputan6.com, Jakarta (20 Oktober 2020), tentang seorang siswa SMA di Gowa, Sulawesi Selatan yang bunuh diri akibat stress karena himpitan tugas pembelajaran daring dari sekolahnya. Sungguh tragis. Ini hanyalah satu berita yang terekspos media massa. Pasti banyak kasus lain yang tidak terekspos. Maka pertanyaannya bukan siapa yang patut disalahkan, namun apa yang harus dilakukan agar pembelajaran daring yang entah akan sampai kapan ini benar-benar bisa menciptakan suasana belajar yang happy, baik bagi gurunya, bagi siswanya, dan juga happy bagi orang tuanya.

Jika diamati dari berbagai informasi yang mengemuka, akar permasalahan dari pembelajaran daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini adalah tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh siswa di rumah dalam waktu tertentu tanpa adanya penjelasan dari materi tersebut. Dalam hal ini jika diruntut lebih dalam lagi tentu berkaitan erat dengan kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran daring. Pembelajaran daring (online) menuntut penguasaan Informasi Teknologi (IT) yang baik. Kebanyakan guru senior yang rata-rata berusia 40 tahun ke atas tentu tidak semahir guru-guru muda dalam penguasaan teknologi informasi. Di sisi lain, pandemi Covid-19 menuntut perubahan pola pembelajaran yang berbeda dengan pola sebelumnya. Maka mau tidak mau, siap tidak siap, guru juga harus mengikutinya. Nah, di sinilah awal munculnya permasalahan dalam pembelajaran daring. Belum lagi kesiapan sarana prasarananya yakni jaringan internet, paket data, fasilitas handphone yang memadai, juga penguasaan beberapa program aplikasi berbasis web yang mendukung kegiatan pembelajaran secara online.

Sebagai guru, penulis sendiri juga bukan termasuk pada kelompok guru yang canggih teknologi, biarpun juga bukan termasuk guru yang gagap teknologi (gaptek) –mudah-mudahan- Namun biar bagaimanapun, penulis tidak mau kalah dengan yang muda-muda untuk bisa memahami dan menguasai beberapa aplikasi berbasis web yang dimungkinkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran secara online di masa pandemi Covid-19 ini.

Menurut hemat penulis, pembelajaran online agar bisa memenuhi konsep pembelajaran happy seperti yang dicanangkan Mendikbud, Nadiem Makariem sebenarnya bukan terletak pada cakupan materinya melainkan terletak pada content atau isinya. Namun kebanyakan guru ketika melaksanakan pembelajaran online, tiada beda dengan pembelajaran dalam sistem tatap muka (secara langsung) dengan target materi seperti tuntutan dalam kurikulum. Akhirnya yang terjadi adalah pemberian tugas yang “menumpuk” yang harus diselesaikan siswa secara online secara harian tanpa penjelasan memadai. Inilah yang pada akhirnya menjadi beban berlebihan pada diri siswa serta orang tuanya.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimanakah agar pembelajaran daring bisa menarik?

Para guru sebenarnya memiliki konsep dan trik sendiri tentang kegiatan pembelajaran yang menarik. Penulis sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sebuah Madrasah Tsanawiyah (MTs) -setingkat SLTP- memiliki trik sesuai pemahaman penulis. Bagi penulis, ada tiga kata kunci pada pembelajaran daring yakni isi, variasi, dan komunikasi.

Pembelajaran daring tentu sangat berbeda dengan pembelajaran luring atau tatap muka. Pembelajaran daring tentu bukan untuk mengejar target materi sesuai dengan tuntutan kurikulum yang memang diperuntukkan pada kondisi normal. Seorang guru harus pandai dalam menangkap isi dari materi yang dicantumkan pada Kompetensi Dasar (KD). Dengan demikian guru tidak hanya sekedar memberikan tugas dengan batasan waktu tertentu, apalagi hanya sebatas mengerjakan soal-soal dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), melainkan juga memberikan ruang berfikir dan berkreasi pada siswa sesuai potensi dan minat mereka. Misalnya ketika sebuah KD menyebutkan materi tentang “jujur dalam muamalah” maka tentu isi dari materi dalam KD tersebut adalah bagaimana siswa dapat menghayati, memahami, dan mengamalkan atau mempraktikkan sifat jujur dalam kehidupannya. Kegiatan pembelajaran daring bisa saja dengan menonton video pendek tentang sifat jujur baik dari youtube, facebook, google, atau jalur lain. Selanjutnya siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan hasil dari kegiatan menonton video pendek tersebut dalam beberapa pilihan semisal membuat video dalam versi lain, menulis cerita pendek, cerita pengalaman, atau bisa juga membuat peta konsep tentang sifat jujur sesui hasil daya tangkapnya terhadap video yang telah ditontonnya.

Kegiatan pembelajaran daring semacam ini tentu bisa membuat anak merasa enjoy dan happy karena mereka diberikan pilihan tentang cara menyampaikan tanggapan hasil belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya. Di sisi lain guru juga lebih enjoy dan happy karena tidak harus mengejar-ngejar siswa agar segera mengumpulkan tugas. Dalam hal ini whatsApp hanya berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara guru dengan siswa dan dengan wali siswa, bukan menjadi jalur andalan satu-satunya dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Dengan demikian pembelajaran daring tidak terkesan garing…

#KMAA#2

Tinggalkan Balasan