Baiti Jannati (4)

KMAA#37

“Apa tidak ada hari lain, Dik. Minggu pun kamu mau ke sekolah. Apa tidak bisa dikerjakan besok hari senin?”

“Tidak bisa, Mas. Laporan ini mau dikirim ke dinas. Biar senin bisa langsung tanda tangan Bu Era, dan uang segera bisa dicairkan. aku sudah ditunggu pembayarannya oleh rekanan.”

“Tapi setiap hari kamu sudah lembur hingga malam. Di rumah kamu juga menyelesaikan tugas sekolah. Apa tidak ada yang bisa membantu? Apa iya waktumu hanya kamu buat untuk kerja, kerja, kerja. Tak bisakah untuk anak-anak dan aku. barang sebentar saja.”

“Aku pingin, Mas. Tapi ini menyangkut orang lain, dan harus selesai sekarang, tidak bisa ditunda. Maafkan aku, Mas. Terpaksa ini kulakukan karena memang dituntut harus selesai”, kucoba menjelaskan pada Mas Aro, dengan harapan dia bisa mengerti akan posisi aku sebagai bendahara sekolah yang harus segera menyelesaikan laporan keuangan sekolah.

“Ya sudah terserah kamu. Tujuh hari kerja dua puluh empat jam. Di rumah nggak ada bedanya dengan di sekolah. pekerjaan sekolah dibawa di rumah. lembuuur melulu. Apa nggak ada waktu sedikitpun untuk aku dan anak-anak”

Suara Mas Aro mulai meninggi. dan terus nyerocos hingga aku keluar rumah siap memanaskan mesin motor dan membawa berkas-berkas yang sudah kususun tadi malam. Memang malam tadi lembur menghitung anggaran yang harus aku ajukan sebagai SP2D untuk pengajuan belanja rutinitas keperluan sekolah bulan ini. Dan menghitung saldo akhir yang harus klop dengan nota dan kuitansi, pajak dan faktur yang sudah terbelajakan bulan ini. Aku harus teliti dan memang semua ini kukerjakan sendiri meski aku punya asisten. Kadang aku belum sepenuhnya percaya pada asistenku. Bila dia tidak teliti aku mengerjakan ulang. Jadi memang asistenku hanya membantu menyusun dan menyiapkan semua berkas SPJ yang harus distempel dan ditandatangani. Selebihnya memang aku yang bertanggung jawab, dan aku yang mengerjakannya.

*****

Tuut..tuut.. ponselku berdering. Ya Allah aku sampai lupa. Sore ini aku masih di kantor Dinas Pendidikan untuk mengantar SPJ dan membuat SPP GU yang harus ditandatangani PPKom Bu Era. Seharusnya aku sudah WA Mas Aro agar dia tak salah paham lagi.

“Assalamualaikum…iya Mas.”

“Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Kamu dimana, Dik. Ini jam berapa kok belum pulang. ”

“Maaf, Mas ini lagi ngantri SPJ dan minta tanda tangan sama Bu Era.”

“Sama siapa? Kok nggak WA aku. Harusnya kamu beritahu suamimu. Minta izin dulu. Pulang jam berapa? ” terdengar suara Mas Aro yang curiga.

” Sama Pak Sis, Mas. Dia ngantar aku. Pulang jam berapa belum tahu. Ini yang antri banyak dan semua minta tanda tangan. ”

“Apa nggak bisa ditinggal. Diambil besok. Ini dah lewat jam delapan. ”

“Nggak bisa, Mas. Harus ditunggu dan bertemu langsung. Soalnya kalau ada pertanyan, Pak Sis nggak bisa jawab. Dan aku belum tahu selesainya kapan.”

“Ya sudah kalau itu maumu.” Terdengar ketus dan marah.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Apakah Mas Aro cemburu pada  Sis ya? Apa dia mengira aku ada main sama Pak Sis. Bukankah dia tahu Pak Sis adalah teman kerjaku satu sekolah, dan aku pernah mengenalkannya pada Mas Aro. Kami memang dekat. Karena kebetulan dia adalah PPTK di sekolah yang bertugas mengawasi semua pengeluaran keuangan dari bendahara. PPTK dan bendahara sekolah harus bekerja sama dalam pembelanjaan semua kebutuhan sekolah, apalagi SMP Negeri 42 memang dalam percepatan sarana prasarana sekolah. jadi kemana-mana kita selalu bersama, survey bersama, belanja kebutuhan sekolah sampai harus ketemu Kabid Keuangan atau Kabid Perencanaan di Dinas Kota bersama. Tak jarang kita juga kadang makan siang bersama atau sekedar minum es di kantin berdua. Tapi itu semua kami lakukan karena intensitas pekerjaan kami yang membuat aku sering komunikasi dan berduaan dengan Pak Sis.

 

Tinggalkan Balasan