Tuntutan guru di masa pandemi

Pendidikan19 Dilihat

Judul webinar yang diselenggarakan oleh APKS PGRI malam ini menarik minat saya. Pak Munif Chatib Narasumbernya. Beliau adalah penulis buku best seller, gurunya manusia. Menjadi guru di masa pandemi tidaklah mudah. Kita tidak hanya dituntut untuk pintar, tetapi ikhlas dan peduli. Ini seperti apa yang disampaikan oleh mas menteri, Nadiem Makarim.

Adanya pandemi memberikan perubahan total pada sistem pembelajaran. Yang awalnya setiap hari guru dapat bertemu siswanya, kini semuanya serba maya. Pembelajaran jarak jauh daring luring mau tidak mau diterapkan.

Mencoba hal baru tentunya akan memberikan kesan tersendiri. Ada yang merasa nyaman, namun banyak juga yang merasa bosan. Rasa itu datang silih berganti pada guru dan siswa. Disinilah guru harus pintar. Pintar dalam artian mencari dan menerapkan metode pembelajaran yang dapat mengusir kejenuhan siswa selama PJJ. Pengembangan diri wajib dilakukan oleh guru sebagai usaha mencari metode yang menarik di masa pandemi ini.

Beruntungnya, kemajuan teknologi sangat membantu. Hadirnya internet memberikan jawaban bagi mereka para guru yang haus akan ilmu. Banyaknya webinar yang diselenggarakan membuka pengetahuan baru bagi para guru. Ini tentunya membantu para guru untuk berkreasi menciptakan cara pengajaran yang pas dan tidak membuat jenuh siswa selama masa pandemi.

Permasalahan kejenuhan siswa selama PJJ memang dapat diselesaikan dengan trik dan kepintaran guru. Namun tidak hanya itu masalah yang muncul karena diberlakukannya PJJ. Intensitas tatap muka antara guru dan siswa sangatlah terbatas selama PJJ. Jika dahulu pada saat tatap muka, guru dapat mengontrol kegiatan siswa baik itu pengerjaan tugas, kehadiran siswa, dan lainnya. Namun, tidaklah demikian di masa pandemi seperti saat ini. PJJ membuat sebagian besar waktu siswa ada di rumah. Peran guru digantikan oleh orang tua untuk memantau setiap kegiatan putra putrinya. Ada orang tua yang berperan aktif selama anak belajar dari rumah. Namun, banyak juga yang cenderung mempercayakan segalanya pada anak. Hasilnya tugas keteteran, kehadiran bermasalah, keaktifan kurang, dan sebagainya. Akhirnya, banyak siswa yang tertinggal dibandingkan teman lainnya.

Ini mengingatkan saya pada seorang siswa yang terkendala selama PJJ tahun lalu. Sebut saja namanya Erika. Dia sebenarnya siswa yang cukup pintar. Namun, adanya permasalahan keluarga membuatnya tidak lagi bersemangat untuk bersekolah. Dilihat dari tugas sekolah yang jarang dikerjakan dan kehadiran yang juga dipertanyakan.

Adanya masalah keluarga membuat siswi ini sering menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya. Alih-alih digunakan untuk belajar, hiburan menjadi tujuan utamanya. Begadang pun sering dilakukan dan akhirnya pagi ketiduran. Pembelajaran terlewatkan dan tugas pun keteteran.

Sebagai seorang guru, jika kita dihadapkan dengan kasus demikian, tetap masa depan siswa kita adalah yang utama. Disinilah keikhlasan dan kepedulian guru diuji. Apakah beberapa siswa yang tertinggal tadi dibiarkan atau diberikan penanganan spesial. Guru yang peduli dan ikhlas akan merangkul siswa-siswa yang terkendala selama PJJ. Kesampingkan ego untuk meninggalkan siswa tadi. Meskipun hal itu menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran si guru, namun demi keberhasilan siswanya, kendala apapun akan ditangani dengan baik. Harapannya hanyalah semua siswa sukses melewati masa belajarnya meskipun dilakukan secara PJJ.

Tinggalkan Balasan