Polemik “Uang Panai” (2) : Rangkaian Upacara Pra Nikah Etnis Bugis Makassar

Lagi “Uang Panai” dan Rangkaian Upacara Pra Nikah Bugis Makassar. Apa itu “Uang Panai”? Berapa sebenarnya standar jumlahnya?

 

Nah, uang panai sendiri, akan disesuaikan dengan status sosial gadis yang akan dilamar. Semakin tinggi status sosialnya maka akan semakin tinggi dan “mahal”. Wow…

Seorang teman wartawan, kebetulan juga memang orang Bugis Makassar, langsung menimpali, mencoba kompromi dari mahalnya “mahar” ala adat Bugis Makassar ini.

“Makanya laria ke Surabaya bottiing (nikah) 😁😁🙏🏾 Tida berania ambe resiko 🤣🤣 (Mappa Manan).

 

Jadi apa dan bagaimana “Uang Panai” dan rangkaian upacara pra upacara nikah etnis Bugis Makassar itu? Yuk ikuti tulisan artikel budaya saya di bawah ini. Salam.

*****

UANG PANAI, sempat jadi topik pembicaraan, khususnya di kalangan remaja ABG Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Itu karena kebetulan secara bersamaan ada sebuah film komedi situasi berjudul sama, “Uang Panai”. Di poster filmnya tertulis: Uang Panai Maha (R) L, di mana huruf “R” pada kata “mahar” disisipin huruf “L”. Dari “mahar” menjadi “mahal”. Sebuah fenomena sosial yang diangkat ke layar lebar.

Uang Panai atau Doe’ Panai (dalam bahasa Makassar) atau Doe’ Paenre’ (dalam bahasa Bugis, berarti uang naik. Yakni sejumlah uang yang diberikan kepada calon mempelai wanita. Uang tersebut dimaksudkan untuk keperluan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.

Dengan demikian, uang panai tidak termasu mahar. Uang Panai termasuk uang adat yang terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.

Uang Panai atau Mahar dari keluarga calon pengantin pria, diterima oleh keluarga calon pengantin wanita (foto blog : NurTerbit.com)

Sebagian pria Bugis-Makassar sedikit “ketakutan” soal uang panai ini, terutama yang ingin menikahi gadis pujaannya yang bersuku sama. Mengapa? Karena makin hari nominal uang panai semakin tinggi, puluhan juta, ratusan juta, bahkan milyaran.

Standar jumlah uang panai sendiri, akan disesuaikan dengan status sosial gadis yang akan dilamar. Semakin tinggi status sosialnya maka akan semakin tinggi dan “mahal”.

Misalnya calon berstatus gelar Andi, Petta, Puang, Karaeng. Berpendidikan tinggi (S1, S2, S3, Prof), cantik, anak tunggal dan kaya, keluarga berada dan terpandang, memiliki pekerjaan tetap (PNS, dokter, guru, dll), termasuk sudah naik haji (hajjah).

Uang Panai Nur Terbit
UANG PANAI biasanya diantar bersamaan dengan fisik calon penganten pria (foto blog NurTerbit.com)

UANG PANAI & LEKO CADDI

Satu prosesi rangkaian pra pernikahan adat Bugis-Makassar yang disebut Leko Caddi, yakni mengantar belanja dari keluarga calon pengantin pria ke rumah calon pengantin wanita (rumah calon mertua). Di pulau Jawa, upacara adat “leko caddi” ini dikenal dengan upacara seserahan.

Kata “leko” dalam bahasa Makassar artinya daun, sedang “caddi” berarti kecil, daun kecil. Acara leko caddi ini akan disusul dengan acara “leko lompo” (leko lompo = daun besar), setelah acara leko caddi berjalan mulus.

Sebelum acara leko caddi ini, diawali dengan acara “ajjangang-jangang” yakni keluarga dari calon mempelai pria mendatangi rumah calon mempelai wanita menanyakan ke orang tuanya wanita, apakah yang bersangkutan belum ada yang melamar, atau belum tunangan dari pria mana pun, atau belum punya (pacar).

Kejelasan status dari wanita yang akan dilamar ini, diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di mana bisa mengganggu kelancaran pesta perkawinannya kelak. Misalnya, ada pihak lain yang protes atau keberatan. Biasanya pacar atau tunangan si gadis, jika ternyata mereka sudah pacaran atau tunangan.

Setelah mendapat “lampu hijau” dari orang tua wanita kalau yang bersangkutan belum ada yang punya, atau belum ada pria yang meminangnya, belum terikat pertukangan dengan pria lain, maka dilanjutkan kepada tahapan berikutnya.

Yakni dilanjutkan dengan kedatangan keluarga calon mempelai pria datang untuk acara lamaran, datang meminang yang dalam bahasa Makassar disebut “assuro”.

Jika lamaran keluarga pria sudah diterima oleh keluarga wanita, kedatangan keluarga pria berikutnya adalah acara appa’nassa, yakni keluarga calon mempelai wanita akan menentukan hari pernikahan, jumlah seserahan (doe nipanai, uang yang akan dibawa calon mempelai pria pada acara leko caddi).

Selanjutnya barulah acara leko caddi seperti nampak dalam gambar illustrasi di tulisan ini. Pihak keluarga calon mempelai wanita menerima uang belanja dari pihak keluarga calon mempelai pria, dan menghitungnya di depan keluarga besar.

UANG PANAI biasanya diserahkan sebelum calon penganten pria melaksanakan ijab kabul atau akad nikah.

PENGANTIN NUR TERBIT
Calon pengantin pria dikelilingi keluarganya (foto FB Ayu Nur Fuada)

LEKO LOMPO

Setelah melaksanakan acara leko caddi,tahapan kegiatan berikutnya dalam prosesi pranikah dalam adat Makassar ini adalah menggelaracara leko lompo (leko lompo = daun besar).

Sedikit berbeda dengan acara leko caddi, maka untuk acaraleko lompo ini sudah ikut calon penganten pria bersama keluarganya ke rumah keluarga calon pengantin wanita. Calon pengantin pria kali ini diantar oleh keluarga besarnya ke rumah calon mertua untuk melaksanakan akad nikah (ijab kabul).

Aggorontigi Nur Terbit
Prosesi adat Allekka Aggorontigi, upacara pra pernikahan khas Makassar (foto FB Abby Anetty)

AGGORONGTIGI, MAPPACCING

Sebelum akad nikah esok harinya, pada malam hari di masing-masing rumah calon mempelai, digelar acara “aggorong tigi” (Makassar), “Mappaccing” (Bugis) atau malam pacar, yakni melepas masa lajang dan pemberi restu dari keluarga.

Esok harinya setelah ijak kabul, dimulailah acara resepsi dan penerimaan tamu yang datang memberi doa restu. Dari pagi hingga malam hari. Biasanya ada pertunjukan musik dang dut.

Acara prosesi ini belum berakhir hanya sampai pada acara resepsi, sebab setelah selesai kedua mempelai bersanding, biasanya ada lagi acara tambahan, yakni appa’baji — tradisi mempertemukan kedua mempelai dalam suasana yang lebih mesra — di rumah keluarga penganten wanita.

Dalam acara ini, kedua mempelai dianggap belum akur,sehingga perlu nipabbaji agar lebih mesra lagi. Itulah sekilas prosesi pernikahan adat Makassar.

Demikianlah sekilas tentang UANG PANAI, cerita ringan sebagai oleh-oleh dari Makassar. Semoga bermanfaat.

Salam Nur Terbit #KMAA33

*Tulisan ini merupakan pengembangan dari postingan saya sebelumnya, dimulai dari status di Facebook dan artikel berjudul “Leko Caddi, Ngantar Mas Kawin Adat Makassar” dimuat di Blogdetik, “Selasa 26 Agustus 2014.

Beginilah video YouTube, jalannya prosesi adat perkawinan Bugis-Makassar dalam bentuk PAKKIO BUNTING atau keluarga pengantin Pria memanggil atau menjemput pengantin wanita masuk ke rumah mertua.

 

 

Tinggalkan Balasan