Oleh Nuraini Ahwan.
Demi keinginan untuk bisa menulis, maka banyak grup menulis yang bisa saya ikuti. Ada grup menulis yang dimotori oleh Om Jay, sapaan akrab untuk seorang bloger ternama., Bapak Wijaya Kusumah. Grup menulis yang saat ini dikomandoi beliau adalah belajar menulis bersama Om Jay yang sudah sampai pada gelombang 12.
Keinginan untuk bisa menulis membuat nama saya ada dalam beberapa grup menulis. Setiap grup menulis memberikan tantangan untuk diselesaikan oleh anggota. Dalam grup pula saya banyak menimba ilmu. Entah dengan cara bertanya langsung pada teman yang punya spesialisasi pada genre tulisan tertentu maupun menimba ilmu secara diam-diam. Menimba ilmu secara diam-diam dengan cara membaca setiap tulisan yang diposting teman dalam pada grup menulis.
Banyaknya grup menulis yang saya ikuti membuattidak bisa menyelesaikan tugas secara maksimal. Saya hanya membaca sembari menimba ilmu untuk siap diaplikasikan Ketika ada kesempatan. Meskipun hanya demikian, saya tetap bersyukur bisa membaca tulisan teman-teman hebat dalam grup.
Di samping itu keikutsertaan saya dalam grup menulis sudah menghasilkan beberapa buku antologi. Alhmadulillah, saya sangat berharap bisa menerbitkan buku tunggal. Buku tunggal yang diterbitkan di penerbit indi atau bersyukur jika bisa di penerbit mayor.
Berbekal motivasi dari para senior dalam grup membuat keberanian menulis perlahan-lahan terus bertambah. Sehingga Ketika tak lagi maksimal dan tidak maskimal dalam menulis terasa bagaikan berhutang jika sehari tidak menulis. Apalagi jika grup memberikan tantangan untuk menyerahkan tulisan setiap hari.
Komitmen yang dijaga menjadikan menulis seperti kewajiban dan kebutuhan. Komitmen pula yang mengalahkan rasa capek, lelah, kebuntuan ide atau segala macam alasan yang menggoda saya untuk tidak menulis.
Ini kalimat motivasi dari Om Jay, “Menulislah setiap hari, buktikan apa yang terjadi.” dan Bunda Sri Sugiastuti, “Menulislah, biarkan tulisan yang akan menemui takdirnya.”.
Ada kalimat motivasi dari teman-teman hebat lainnya,”Tulislah apa yang ada dipikiran anda, jangan pikirkan apa yang anda tulis. Jangan takut salah, jangan takut kalimatnya tidak benar, atau struktur kalimat yang tidak berpola SPOK, dan seterusnya.”
Keberanian untuk menulis semakin kencang, meskipun tulisan saya terkadang masih dalam tataran asal jadi. Saya pun belum bisa menjadi editor yang baik untuk tulisan saya sendiri.
Tulisan saya yang cendrung asal jadi ini seperti mendapat tamparan ketika saya membuka whatsAap grup menulis gelombang 2. Meskipun saya mengatakan tamparan, tetapi ini merupakan pemantik motivasi luar biasa untuk saya, agar bisa menjadi editor, paling tidak untuk editor tulisan sendiri sebelum dipublish.
“Menulislah sepenuh hati dan jangan asal jadi.”
Ini pesan Om Yaya dalam grup menulis gelombang 2. Tulisan berwarna merah dengan latar belakang foto Om Jay dengan senyum khasnya dan kopiah putihnya. Rupanya pesan ini mengisyaratkan kepada kita untuk mencintai hurup atau aksara agar kita juga dicintai oleh aksara atau huruf sebagaimana yang dijelaskan oleh Dosen Unesa, Penggiat literasi. Bapak Moch. Khoiri dalam buku beliau Writing is selling yang pada cetakan kedua berjudul Sopo Ora Sibuk (SOS)
Kalimat motivasi atau pesan yang meminta kita untuk mencintai kegiatan menulis karena berkaitan dengan hati dan meningkatkan kemampuan dalam menulis,…
Menulis sepenuh hati akan melahirkan rasa tulus ikhlas tanpa keterpaksaan. Mencintai kegiatan menulis ditambah kemampuan yang meningkat dalam dunia tulis menulis akan melahirkan tulisan yang memang lahir dari hati dan tidak asal jadi.
Seiring berjalannya waktu dan semakin banyak teman grup yang memberikan sumbang saran terhadap tulisan, maka pelan namun pasti, tulisan yang kita hasilkan bukan merupakan tulisan asal jadi.
Lombok, 12 Juni 2020
Terima kasih