Baliho Dan Elektabilitas

Sumber gambar : jpnn.com

Selamat siang sobat,

Akhir akhir banyak pernyataan dari publik tentang pemasangan Baliho dari beberapa pimpinan Partai Politik.

Menarik untuk disimak bahwa pemasangan Baliho yang begitu marak dikaitkan dengan pandemi COVID-19. Di sini muncul kontoversi dan beda pendapat. Ada yang menyatak pemasangan Baliho tidak menunjukkan empati terhadap kesulitan rakyat di masa pandemi COVID-19. Ada lagi yang mengatakan lebih baik uangnya dibelikan sembako lalu diberikan ke rakyat daripada untuk pasang Baliho. Di pihak lain, yang membela pemasangan Baliho mengatakan bahwa pemasangan Baliho itu muncul dari simpatisan atau akar rumput Partai yang bergotong royong. Ada pula yang mengatakan bahwa ongkis politik tidak usah dicampuradukkan dengan bantuan ke rakyat di masa pandemi COVID-19.

Dari berbagai pernyataan pro kontra tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa pemasangan Baliho ini merupakan konsekuensi dari adanya pemilihan langsung terutama kaitannya dengan pemilihan Presiden 2024. Memang masih lama, tiga tahun lagi namun curi start kampanye dimungkinkan sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Pemasangan Baliho para pimpinan Partai Politik juga tidak terlepas dari elektabilitas atau tingkat keterpilihannya kelak di Pilpres 2024. Seperti kita ketahui, hampir setiap bulan muncul survey dari lembaga survey baik yang sudah dikenal maupun yang ujug ujug muncul tentang elektabilitas untuk Pilpres 2024 mendatang.

Efektivitas pemasangan Baliho dengan elektabilitas bisa natural dalam arti para pemilih akan memilih capres yang bersangkutan karena kerap melihat wajah sang capres tersebut di Baliho. Atau bisa juga rekayasa dalam arti angka elektabilitas disesuaikan dengan maraknya si calon dalam memasang Baliho dengan cara bermain mata dengan lembaga survey.

Namun dari pengamatan saya, nampaknya pemasangan Baliho yang marak akhir akhir ini belum berhasil mendongkrak elektabilitas yang bersangkutan dalam survey Capres 2024 mendatang.

Dalam pemilihan langsung ala Demokrasi Liberal ini memang butuh ongkis politik yang tidak sedikit untuk bisa populer dan terpilih oleh rakyat saat ada pemilihan, baik itu pemilihan legislatif, pemilihan Kepala Daerah maupun pemilihan Presiden.

Dan Baliho yang terpampang besar di pinggir jalan utama dan tempat atau lokasi strategis memang cara paling efektif untuk membuat orang jadi mengenalnya terutama orang orang yang tak begitu peduli dengan masalah politik.

Dalam pemilihan langsung memang yang paling menentukan adalah floating mass atau massa mengambang yang biasanya menentukan pilihan terhadap calon di detik detik akhir pemilihan. Siapa yang paling dia kenal atau kerap dia lihat di Baliho misalnya maka dia akan memilihnya. Biasanya floating mass atau masa mengambang ini sebagian besar adalah orang orang yang tak peduli dengan politik dan mudah untuk dipengaruhi. Sedangkan orang yang peduli politik akan sukar dipengaruhi dengan cara apapun.

Disinilah peran propaganda dengan pemasangan Baliho terutama yang kaitannya dengan elektabilitas yang sesungguhnya dalam arti bahwa elektabilitas yang dikeluarkan oleh lembaga survey itu kadang melesetnya bisa jauh karena bisa jadi adanya faktor rekayasa.

Dari pandangan tersebut maka kita bisa lihat pemasangan Baliho justru kian marak tak peduli dengan cibiran orang karena memang yang disasar adalah orang orang yang tidak peduli politik.

Munculnya wacana pemilihan Presiden kembali ke masa lalu yaitu dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tentu saja Baliho dan elektabilitas calon Presiden menjadi tidak diperlukan lagi. Peran Partai Politik menjadi king maker akan sangat sangat menentukan.

Baliho dan Elektabilitas game over dan tinggal kenangan ..

Selamat beraktivitas ..

Salam sehat ..

NH

Depok, 20 Agustus 2021

Tinggalkan Balasan