Selamat pagi sobat,
Di pagi hari yang cerah ini saya mengangkat topik di rubrik NGETEH MORNING tentang Pengamen dalam angkot, antara kesal, iba dan suka.
Saya sebagai warga kota Depok yang kerap menggunakan angkutan kota atau yang lebih dikenal dengan sebutan angkot ketika saya harus mengajar di kampus yang jaraknya tidak terlalu jauh hanya sekitar 30 menit saja dari rumah.
Dari runah menuju kampus menggunakan angkot selalu akan melewati jalan Tole Iskandar lalu jalan Siliwangi dan terus ke jalan Margonda Raya hingga sampai di kampus.
Di jalan Tole Iskandar dan jalan Siliwangi hingga lampu merah pertigaan jalan Siliwangi dan jalan Margonda lalu lampu merah pertigaan jalan Juanda dan jalan Margonda Raya, saya kerap bertemu dengan para pengamen jalanan yang masuk ke dalam angkot. Mereka kebanyakan anak anak remaja dan sebagian lagi anak anak kecil. Entah mereka masih bersekolah atau sudah putus sekolah tapi dilihat dari penampilannya sepertinya sebagian besar dari mereka tidak bersekolah lagi.
Berbeda dengan para pengamen seperti di Malioboro Jogjakarta yang rata rata bisa menyanyi dan membawa peralatan musik seperti gitar, harmonika, gendang atau okulele, namun di daerah yang saya sebutkan di atas, banyak yang asal nyanyi diiringi hanya dengan tepukan tangan, atau botol yang berisi beras yang digoyang goyang.
Penampilannyapun juga tidak elok, seperti di pertigaan jalan Juanda dan jalan Margonda, tubuh pengamen jalanan penuh tato, rambut potongan punk, badan legam alias dekil cenderung menyeramkan dan belum lagi gaya bicara mereka yang rada mengancam para penumpang dalam angkot.
Sebagai pengguna jasa angkutan umum atau angkot yang selalu melewati jalan Tole Iskandar dan jalan Siliwangi hingga lampu merah pertigaan jalan Siliwangi dan jalan Margonda lalu lampu merah pertigaan jalan Juanda dan jalan Margonga, bertemu dengan para pengamen jalanan dalam angkot sudah seperti rutinitas sehari hari. Memberi sekedar uang pada mereka seperti sudah menjadi kewajiban karena saya selalu menyiapkan uang receh di kantong tas saya.
Namun kadang muncul rasa kesal, rasa iba namun juga rasa suka saat melihat perilaku para pengamen jalanan tersebut.
Muncul rasa kesal bila sepanjang perjalanan, angkot yang saya naiki, ada lebih dari 3 pengamen jalanan yang masuk dengan suara yang sumbang, kadang ada pengamen jalanan yang rada maksa minta uang pada penumpang angkot. Pernah juga ada yang ngancem ngancem dan memaki dengan kata kata kasar dan tentu saja membuat resah dan takut dari penumpang angkot terutama ibu ibu dan remaja putri.
Kadang rasa iba juga muncul ketika pengamennya adalah bocah bocah kecil, kadang bocah kecil perempuan pula. Mereka asal nyanyi dengan botol berisi beras yang di goyang goyang atau hanya dengan tepuk tangan saja.
Seusia mereka sudah harus mencari uang di jalanan, masa masa kecil untuk bermain seperti tidak ada lagi, mereka taunya cuma uang dan uang untuk sesuap nasi.
Kasihan sekali ..
Namun kadang timbul rasa suka juga ketika menjumpai pengamen jalanan yang mempunyai suara bagus dan merdu diiringi dengan petikan gitar yang piawai bak penyanyi kondang Ebiet G Ade.
Tak pelak lagi, saya akan merogoh kocek yang lebih banyak sebagai apresiasi atas kelebihan sang pengamen jalanan tersebut. Dia tidak sekadar mencari uang tapi dia ingin juga menghibur penumpang yang berada di dalam angkot.
Sesungguhnya pengamen jalanan ini harus menjadi perhatian serius dari Pemda kota Depok, khususnya dinas sosial. Pemda kota Depok harus mempunyai program yang terencana, terarah dan terukur untuk menanggulangi makin maraknya pengamen jalanan tersebut.
Majunya sebuah kota bukan hanya diukur dengan banyaknya Mall, banyaknya apartemen yang dibangun, banyaknya taman taman kota yang dibangun namun juga diukur dengan menurunnya tingkat pengangguran dan anak anak yang putus sekolah. Apa gunanya suatu kota dengan jalan yang lebar, bersih dan indah tapi masih banyak ditemui para pengamen jalanan disekitarnya.
Selama adanya pandemi COVID-19 ini, saya nyaris tak pernah bepergian dengan menggunakan angkot. Hanya satu dua kali saja, itupun angkot sepi penumpang dan saya tak menjumpai pengamen jalanan di sepanjang jalan.
Apakah nantinya saat pandemi COVID-19 berlalu, pengamen jalanan bakal marak kembali ? ..
Entahlah ..
Saya tutup tulisan ini dengan sebuah pantun :
Bila Tak Suka Jangan Langsung Boikot
Bicarakan Dulu Dengan Tatap Muka
Bertemu Pengamen Dalam Angkot
Kadang Ada Rasa Kesal, Iba Juga Suka
Sobat, saatnya saya undur diri dan mari kita nikmati secangkir teh hangat di pagi hari ini ..
Selamat beraktivitas ..
Salam sehat ..
NH
Depok, 2 September 2021