PENYU
Oleh Oki Siwi
Petualangan bermula dari kebiasaan orang-orang dipesisir pantai yang suka mengkonsumsi telur penyu. Penyu adalah salah satu satwa yang dilindungi. Keberadaanya dibumi ini terancam punah salah satunya karena ulah manusia. Telurnya dimakan padahal telur-telur tersebut sangat berharga. Dari puluhan telur yang berhasil menetas hanya sedikit yang bisa mencapai dewasa dan bertelur kembali.
Tukik adalah penyu-penyu kecil yang baru menetas. Tukik akan mengarungi tantangan hidupnya yang pertama yaitu keluar dari dalam pasir tempat telur-telur penyu dikubur dan ditinggalkan induknya. Tukik yang telah berhasil keluar akan menuju laut dan melawan ombak untuk memulai hidup barunya di laut. Dalam memorinya para tukik akan merekam tempat dimana dia menetas, jika hidupnya panjang umur dan berhasil sampai dewasa setelah kawin dan akan bertelur, penyu akan kembali ke pantai tempat dulu dia menetas. Sungguh siklus hidup yang mengharukan.
Telur-telur yang belum menetas sudah diambil untuk dikonsumsi. Penyu dewasa pun diburu untuk dimakan dagingnya. Inilah salah satu penyebab semakin langkanya satwa ini. Secara alami penyu membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mencapai kedewasaan, kawin dan bertelur di usia sekitar 10-30 tahun tergantung jenis penyunya. Hidupnya akan melalui proses migrasi atau perpindahan. Saat melakukan itu banyak resiko yang mungkin terjadi, perubahan cuaca dan bertemu predator salah satu ancaman bagi kehidupan penyu.
Kawan-kawan para pencinta konservasi satwa ingin berbuat sesuatu bagi kelangsungan hidup penyu. Kami berinisiatif untuk melakukan penyelidikan bagaimana kehidupan penyu dipesisir pantai yang warganya masih punya tradisi memakan telur penyu. Di sekitar daerah Sukabumi kami mengunjungi pantai dan bertemu dengan salah satu penjaga pantai. Sebelum sampai disana kami sudah diberi tahu bahwa daerah tersebut endemik malaria. Sebagai persiapan pencegahan kami minum pil kina.
Sebelum sampai kami lewati perkebunan kelapa para pekerja kebun sedang panen berbaik hati menawarkan kami air kelapa. Tanpa berpikir panjang kami sambut dengan riang gembira nikmatnya air kelapa muda di siang hari yang terik selepas berjalan kaki, sungguh nikmat. Perjalanan kami lanjutkan sampai dipos penjagaan tepi pantai.
Kami beristirahat disana sambil menunggu malam datang. Penyu yang akan bertelur biasanya dilakukan saat hari gelap. Sambil menunggu kami berbincang-bincang dengan penjaga pantai tentang kondisi pantai dan kebiasaan warga yang masih suka mengambil telur penyu. Masih ada tapi sudah tidak banyak lagi karena semakin banyak orang tahu bahwa hal tersebut dilarang dan membahayakan kehidupan penyu. Para petugas juga sudah melakukan penyelamatan dengan membuat penangkaran telur-telur sebelum diambil oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab.
Malam hampir mendekati tengah malam, kami mulai bergerak menyusuri pantai dengan hati-hati menggunakan lampu senter dan bantuan cahaya bulan yang temaram. Ombak yang kian naik, angin yang semakin kencang, gelap yang sangat hitam karena belum ada listrik yang sampai ke pantai itu. Cukup menakutkan suasananya beruntung kami bergerak bersama-sama jadi tidak terasa sepi sekali.
Akhirnya sampai juga penantian kita dari kejauhan terlihat seekor panyu hijau yang cukup besar sedang membuat lubang dengan siripnya. Lubang itu nanti akan digunakan untuk meletakan telur-telurnya. Sungguh terharu bisa menyaksikan penyu bertelur secara langsung di alam. Cukup banyak telur yang dikeluarkan, setelah selesai sang induk akan menutup kembali dengan pasir.
Ada momen yang sedih, kami melihat penyu tersebut seperti menangis. Saat telah menyelesaikan ritual bertelurnya dan akan kembali kelautan, air mata penyu seperti meleleh. Awalnya kami pun terbawa suasana ikut merasakan beratnya meninggalkan telur-telur itu yang merupakan anak-anak penyu untuk menetas dan tumbuh dewasa sendiri. Namun penjaga pantai menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena penyu mengeluarkan garam dari tubuhnya lewat mata. Benarkah?Oh ya jangan salah ya penyu berbeda dengan kura-kura!Ada yang tahu apa perbedaannya?
Jakarta, 10 Februari 2022
Hari ke 19
30HariMenulis