Tragedi di Rumah Singgah

Menjelang magrib, kami akhirnya sampai di rumah singgah. petugas melihat dan menyambut kedatangan kami. Karena terkesan mendadak, akhirnya petugas menyiapkan dan membersihkan kamar terlebih dahulu. Setelah kamar ready, petugas pun memberi kunci kamar.

Rumah singgah yang kami tempati terdiri dari dua lantai, kebetulan kami mendapatkan kamar di lantai dua.
Bagi saya, mau dimanapun kamar nya tidak masalah karena saya bersyukur jarak dari rumah singgah menuju rumah sakit sangat dekat.

Kami pun masuk ke kamar. Suami langsung membersihkan diri, padahal sudah saya ingatkan agar mengganti air terlebih dahulu, tapi tak dihiraukan.
Ketika suami mandi, saya bergegas membongkar dan menyusun barang bawaan kami agar kamar kelihatan rapi.

Setelah selesai, saya pun membersihkan diri dengan membersihkan ember penampung air terlebih dahulu. Saya bukan sok bersih atau sok jijik tapi demi keselamatan diri juga, karena kita tidak tahu siapa yang menempati kamar ini sebelumnya dan sudah berapa lama kamar ini kosong. Waspada lebih baik daripada menyesal kemudian.

Selesai mandi, saya pun mengerjakan kewajiban sebagai seorang muslimah. Selanjutnya saya keluar mengantar cucian sekaligus mencari makanan untuk makan malam. Perut terasa sangat kelaparan karena dari pagi belum makan nasi.

Saya pun hanya membeli pecel ayam karena cuma itu yang ada, selanjutnya saya membeli air mineral dan pisang untuk suami di mini market. Ketika kembali ke rumah singgah, saya diminta mengisi formulir pendaftaran untuk penggunaan rumah singgah karena saya tidak menyiapkan materai maka formulir nya saya bawa ke kamar terlebih dahulu.

Setelah melayani kebutuhan makan suami, saya pun akhirnya makan malam mengisi perut yang keroncongan. Setelah selesai saya pun beristirahat sambil melihat pesan masuk.

Ketika asik membaca enovel, saya dipanggil suami agar mematikan lampu karena mata beliau sangat rentan terkena cahaya semenjak sakit. Kemudian beliau meminta memijat tangan atau kaki untuk melawan rasa sakit dan nyeri di kepala bagian kiri.

Ketika sedang memijat tangan suami, tiba-tiba terdengar suara kayu, awalnya kami menganggap terjadi pergeseran karena suami bergerak ternyata suara tersebut berasal darie papan dipan yang mulai terjatuh. Akhirnya muncullah kejadian yang tidak terduga sama sekali.

Suami ikut jatuh bersamaan lepasnya kayu-kayu dipan. Memang tidak semua yang jatuh karena posisi setengah badan suami masih di dipan. Saya membantu beliau berdiri, kemudian saya melaporkan kejadian ke petugas.

Jika dilihat sepintas, kayu-kayu penyangga kasur memang kelihatan lebih pendek sehingga mudah jatuh, ditambah penahan papan tersebut juga sudah lapuk sehingga tidak kuat menahan beban tubuh suami. Setelah memanggil petugas, petugas pun datang dan melihat papan berserakan. Karena tidak memungkinkan diperbaiki malam ini, mereka menawarkan kami sebuah kamar yang lebih besar tapi tidak ada kipas angin di dalam sana. Ketika salah satu petugas menyampaikan bahwa pasien kamar ujung terkena Covid-19 tapi dalam masa pemulihan, membuat saya ragu.

Saya pun menceritakan pada suami dan suami pun berkata di sini saja. Setelah berdiskusi, akhirnya kami memutuskan tetap di kamar ini dengan catatan dipan nya dikeluarkan sementara waktu sehingga kami bisa melantai. Saat petugas bekerja, kami pun sempat bercerita.

Salah satu petugas mengatakan kalau rumah singgah Pangkalpinang ini sudah ada lebih kurang delapan bulanan. Beliau juga tidak segan-segan menawarkan bantuan untuk mengambil nomor antrian, agar saya tidak perlu repot-repot datang di waktu subuh. Karena ini adalah Pengalaman pertama saya berada di sini dan kali pertama juga berobat di rumah sakit ini, membuat saya mengiyakan.

Sebenarnya saya sangat penasaran akan tata cara berobat, mendengar pengalaman abak dahulu, jam 5 subuh keluarga pasien sudah mengantri untuk memgambil nomor antrian. Beliau pun berkata akan menitipkan pesan pada petugas malam agar mengambil nomor antrian. Meskipun saya sudah menyerahkan nomor antrian pada beliau, saya tetap penasaran dan tetap akan pergi ke rumah sakit setelah subuh.

Setelah dipan berhasil dikeluarkan, salah satu petugas membersihkan dan mengepel lantai. Setelah selesai, mereka meninggalkan kamar kami, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih karena sudah membuat mereka sibuk.

Setelah merapikan kasur, suami pun kembali beristirahat. Saya pun ikut berbaring menggunakan kasur sebagai pengganti bantal. Untung nya saya membawa selimut sehingga saya bisa menjadikan selimut tersebut sebagai alas untuk tidur. Setelah memastikan suami terlelap, saya pun bisa beristirahat dengan tenang karena hari ini benar-benar sangat melelahkan.

Tinggalkan Balasan