Pak, Bangkunya Kok Pendek?

Tamu-tamu saya (Dok. Pribadi)

Hari ini saya kedatangan tamu. Mereka anak-anak kelas delapan SMP Rayon sekolah kami. Dua setengah tahun lalu, mereka masih duduk di kelas enam. Ketika baru saja naik kelas, kami tidak diperbolehkan belajar di kelas menyusul pandemi Covid-19. Sementara, belajar daring pun mengalami kendala karena sinyal internet tidak merata. Pun, kepemilikan gawai setiap orang tua tidak merata. Lalu, bagaimana pembelajaran berlangsung?

Guru, apalagi guru di kampung seperti saya, masih gamang dengan perubahan yang tiba-tiba. Kami gagap dengan pembelajaran menggunakan teknologi. Sembari belajar, pembelajaran harus tetap berlangsung.

Saya mendatangi hampir setiap rumah wali murid. Saya melakukan sosialisasi pelaksanaan proses pembelajaran akibat aturan yang tidak membolehkan PTM (Pembelajaran Tatap Muka). Namun, pembelajaran harus tetap berlangsung meskipun tidak di dalam kelas.

Sebagian besar orang tua siswa menyambut dan menerimanya dengan baik penjelasan yang saya berikan. Mereka bisa memahami berbagai kemungkinan belajar yang dilakukan. Misalnya, orang tua dapat memahami jika suatu saat belajar melalui aplikasi WhatApps. Lalu belajar dengan aplikasi daring lainnya. Orang tua pun dapat mengerti jika suatu saat pembelajaran dilakukan dengan kelompok kecil, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Anak-anak menerima materi, mengerjakan tugas, dan saya sebagai guru mendampingi.

Anak-anak Belajar Kelompok dengan Menerapkan Protokol Kesehatan

Saya melakukan sosialisasi pada hari kedua dan ketiga di awal tahun pelajaran baru itu. Saya menyadari tidak semua anak memiliki telepon pintar berbasis android. Jika pun ada, mereka berbagi pakai dengan orang tua atau keluarga lainnya. Selain itu, kondisi ekonomi yang beragam membuat sebagian orang tua tidak rutin rutin mengisi paket data. Belum lagi kendala sinyal. Beberapa tempat sulit mendapatkan sinyal internet.

Berdasarkan kondisi nyata yang ada dan pembelajaran tatap muka belum diperbolehkan, saya menawarkan strategi kepada para wali murid. Saya mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil. Satu atau dua orang siswa yang memiliki gawai dan rumahnya terdapat sinyal yang relatif kuat menjadi titik kumpul untuk belajar secara berkelompok. Sementara, saya melakaukan pembelajaran luring dengan teknik Guling (Guru Berkeliling). Anak-anak belajar pada rentang waktu pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Sisanya, mereka mengerjakan tugas di rumah.

Begitulah pembelajaran berlangsung hingga satu tahun pelajaran penuh. Jadi, wajar jika anak-anak sangat sedikit menyerap materi pelajaran. Belum lagi jika penyakit malas menghinggapi mereka. Semakin sedikit materi yang dapat mereka kuasai. Oleh karena itu, tidak heran jika di bagku SMP sebagian dari mereka cukup tertatih-tatih mengikuti pelajaran.

Setidaknya itu yang saya ketahui ketika anak-anak yang mengalami pembelajaran jarak jauh, belajar mandiri, dan didampingi secara luring pada saat itu datang bertandang ke kelas saya.

“Pak, apa kabar?” sapa anak-anak SMP Kelas 8 itu ketika tiba di sekolah setelah anak-anak kelas enam pulang.

Setidaknya ada delapan orang secara bersama-sama datang ke kelas saya.

“Lo, apa kalian sudah pulang?” tanya saya heran.

Mereka bersahutan menjawab dan memberikan alasan.

Dengan berseragam baju muslim berwarna hijau, mereka saya persilakan duduk.

“Pak, bangkunya kok pendek?” celetuk Nikul.

“Belum banyak berubah anak ini. Suka ceplas-ceplos,” batin saya.

“Ah, Nikul. Kan, kamu sudah gadis sekarang. Badanmu pun sudah jauh lebih tinggi ketimbang waktu kamu kelas enam dulu,” jawab saya menanggapi celetukan si Nikul.

Saya ajak mereka menceritakan pelajaran-pelajaran yang disukai dan tidak disukai.

Mereka secara antusias bercerita. Saya pun mendengarnya dengan penuh perhatian. Bahkan mereka ingin belajar kembali cara membagi bilangan bersusun atau porogapit. Nah, bagian ini saya ceritakan lain waktu.

Musi Rawas, 31 Maret 2023

Salam Blogger Pembelajar
PakDSus

#KMAC-06

Tinggalkan Balasan

3 komentar