Syukuran Pernikahan (1)

Undangan Ngunduh Mantu (Dok. Pri)

Malam tahun baru, 31 Desember 2022, perhelatan pesta pernikahan BAS usai. Keesokan harinya kami harus pulang, kembali ke rumah. Ford Everest warna hitam milik Pak Aliman membawa kami kembali ke seberang. Kami kembali kembali ke pulau Sumatera.

Perjalanan pulang lancar, ombak di Selat Sunda pun ramah. Perjalanan melalui tol Bakauheni – Palembang lancar dan aman. Sampai di kota Palembang, kami meneruskan perjalanan menuju Musi Rawas melalui Betung, Sekayu, Muara Lakitan, Muara Kelingi, dan Tugumulyo. Jalur pulang berbeda dengan jalur berangkat. Ketika berangkat kami melewati Kota Lahat, Muara Enim, Prabumulih, dan melanjutkan perjalanan melalui jalan tol.

Alhamdulillah, setelah menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Kami kembali menghirup udara segar kampung tempat tinggal. Kami kembali melakukan aktivitas rutin seperti biasa.

Tiga bulan setelah akad nikah, kami berencana mengadakan selamatan dan syukuran atas pernikahan anak sulung kami. Ibu-ibu tetangga pun antusias untuk membantu hajatan. Demikian pula kawan-kawan siap membantu jika diminta. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk mengadakan acara syukuran dan merayakan dengan pesta sederhana.

Untuk mempersiapkan, kami pun mulai berjalan mendatangi tetangga dekat untuk diundang dan diminta membantu hajatan kami. Satu demi satu mereka kami datangi setelah salat maghrib. Ketika waktu Isya datang, kami pulang. Sesudah salat Isya, kami melanjutkan mengundang para tetangga hingg pukul 21.00 malam.

Bulan Januari tanggal 14, Paguyuban Republik Ngapak Musi Rawas mengadakan pesta ulang tahun kedua. Saya sebagai sekretaris panitia, tentu saja ikut sibuk mempersiapkan perhelatan akbar itu. Setelah pesta rakyat pada hari Sabtu siang, malam harinya kami menggelar kesenian rakyat wayang kulit. Semar Mbangun Kahyangan dipilih sebagai lakon yang akan dipentaskan oleh dalang lokal Kabupaten Musi Rawas-Kota Lubuklinggau, Ki Budi, dari Simpang Periuk.

Pesta Rakyat Ulang Tahun Paguyuban Ngapak

Acara pesta rakyat pada hari Sabtu tanggal 14 Januari 2023 berjalan sukses. Pada malam harinya digelar pertunjukan wayang kulit. Saya berpamitan dengan istri untuk menghadiri sekaligus menonton pergelaran wayang kulit. Pertunjukan yang jarang sekali ada di daerah perantauan. Istri pun mengizinkan. Setelah mendapat izin, saya berangkat pukul 20.30 ke lapangan desa Kalibening. Jarak dari rumah kurang lebih tiga kilometer.

Sampai di lokasi, acara sudah dimulai. Pembawa acara malam itu adalah Kang Parlan. Ia dengan semangat membawakan acara pembukaan sebelum partunjukan wayang dimulai.

Tampak di deretan tamu VIP, Pengurus KADIN Pusat, Bupati Pali, Walikota Lubuklinggau, Ketua DPRD Lubuklinggau, Unsur Muspida Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuklinggau. Hadir pula para Camat, Lurah, Kepala Desa, dan tamu undangan lainnya. Sementara, Bupati Musi Rawas, Hj. Ratna Machmud belum tampak karena masih menghadiri acara pisah sambut Kapolres Musi Rawas.

Setelah tokoh wayang Semar diserahkan oleh Ketua Paguyuban kepada Ki Dalang, pertunjukan wayang kulit pun dimulai. Lebih kurang setengah jam pertunjukan wayang digelar, Bupati Musi Rawas hadir.

Pertunjukan Wayang

Setelah satu jam lebih sedikit Ki Dalang memainkan wayang, tibalah pada adegan “Limbukan”. Adegan limbukan adalah adegan yang bersifat humor yang alur ceritraannya tidak memiliki keterkaitan dengan cerita pada pagelaran wayang kulit. Namun, adegan ini difungsikan sebagai selingan atau refresing yang menghubungkan adegan satu dengan adegan lainnya yang bersifat serius.

Dua tokoh yang hadir pada sesi Limbukan adalah dua sosok tokoh wayang perempuan yang keluar setelah adegan jejer kerajaan. Tokoh wayang dengan bentuk tubuh kecil ramping disebut sebagai Cangik. Ia dipanggil Mak oleh anaknya yang gemuk besar bernama Limbuk. Mereka berdua tampil dalam pementasan pada sesi limbukan yang berisi lawakan dan hiburan.

Pada sesi inilah para tokoh pemerintahan yang hadir mendukung acara Ulang Tahun Paguyuban Republik Ngapak Musi Rawas memberikan sambutan dan memberikan hadiah serta memberikan hiburan dengan menampilkan para sinden atau penyanyi grup karawitan.

Adegan demi adegan berlalu. Saya pun mengikuti hingga paripurna. Setelah tancep kayon, ditancapkannya wayang pegunungan di tengah-tengah kelir, pertunjukan pun usai. Pertunjukan usai beberapa menit sebelum azan Shubuh berkumandang. Say pun pulang ke rumah.

Istriku Sakit

Sampai di rumah, saya mendapati istri masih tertidur. Saya bangunkan perlahan, matanya pun membuka. Namun, keluar keluhan dari mulutnya.

“Badanku lemes sekali ya, Yah,” kata istri dengan bibir bergetar. Mukanya pun pucat. Saya ambilkan air minum hangat untuk dia minum. Ia hanya meminum seteguk dan mengembalikan gelas kepada saya. Saya keluar kamar mengembalikan gelas ke meja dapur.

Betapa kaget saya ketika masuk ke dalam kamar. Kulihat istri mengalami kejang. Mata terlihat menakutkan. Hanya bola putihnya yang kelihatan. Keringat dinginnya bercucuran. Saya pun panik. Berteriak-teriak.

“Ibu … Ibu …, sadar, Bu!” sambil saya usap kening hingga rambut ikalnya. Kedua kakinya dingin. Jantung saya berdegup kencang. Baru kali ini saya merasakan seperti orang yang akan kehilangan orang yang dicintai. Ludah di mulutnya saya lap dengan kain. Minyak kayu putih saya usapkan pada bagian-bagian tubuhnya. Hanya itu yang dapat saya lakukan. Anak bungsu saya masih tertidr pulas. Meminta tolong pun kepada siapa, jeritan saya tampaknya tidak terdengar oleh tetangga. Maklum, pukul 05.15 masih sangat pagi dan gelap.

Tidak sampai satu menit, kejadian menegangkan tadi pun berlalu. Istri saya terlihat sangat lemah. Ia tersadar.

“Yah, …,” terdengar ia memanggil. Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Istriku Dirawat di Rumah Sakit

Saya pun meraba bagian-bagin tubunya. Alhamdulillah, menghangat. Hanya, saya menjadi heran karena bagian bawah kelewat hanya. Subhanallah, istris saya mengompol. Ia tidak sadar. Saya bersihkan dan pakaian yang ia kenakan saya ganti dengan baju dan pakaina dalam penganti. Akan tetapi, ia meronta-ronta. Rupanya belum sepenuhnya sadar.

Setelah saya berhasil mengganti pakaiannya, kembali saya memberinya minum. Hanya beberapa sendok saja yang berhasil masuk ke dalam mulutnya.

Saya membuka pintu rumah. Saya menyakan kepada tetangga, apakah menantunya sudah bangun.

“Deri sudah bangun, Bude?”

“Belum,” jawabnya, “ada apa?”

“Saya minta tolong pinjam mobil untuk mengantarkan Mbah Ibu ke klinik,” jawab saya.

Mbah Ibu adalah panggilan istri saya untuk cucunya dan sebagian besar anak balita di sekeliling kami.

Akhirnya, dibantu si tetangga, saya berhasil membawa ibunya anak-anak ke klinik. Klinik itu masih di desa kami akan tetapi beda kampung. Jaraknya tidak lebih dari tiga ratus meter dari rumah.

Setelah diberi pertolongan dan diperiksa oleh tenaga medis di sana, saya pun ditawari unuk merawat istri di rumah sakit. Saya diberi rujukan dan diminta untuk memilih rumah sakit rujukan. Tanpa pikir panjang, Rumah Sakit Siti Aisyah menjadi pilihan. Rumah sakit itu rumah sakit besar paling dekat dari rumah. Hanya tujuh kilmeter jaraknya.

Setelah semua siap, administrasi maupun kendaraan, kami pun diantar ke rumah sakit dan dilayani di ruang Instalasi Gawat Darurat. Cukup lama dokter mengobservasi. Akhirnya, kami pun mendapat kamar. Di kamar Al Mulk, salah satu kamar kelas satu, istri dirawat.

#KMAC-03

Tinggalkan Balasan

6 komentar