Kisah-Kisah Perjalanan: Madura Dulu dan Kini

Wisata0 Dilihat

bebek madura
Madura dulu yang kuingat adalah kapal ferinya. Ketika masih duduk di bangku SD, aku sangat antusias ketika kami digiring memasuki kapal. Oh sungguh gagahnya kapal yang akan kami tumpangi. Apalagi ketika kapal ini mengarungi Selat Madura, aku merasa bangga dan senang sekali masa itu. Pengalaman pertama naik kapal laut dan menuju Madura.

Rupanya kunjungan itu bukan kali pertama. Ada tiga kali kunjungan berikutnya ke Madura dengan naik feri pada masa berkuliah. Tapi kami hanya bertandang tidak jauh-jauh dari Pelabuhan Kamal. Alhasil aku tak tahu banyak tentang Madura.

Madura hingga saat itu yang kuingat adalah feri, oleh-oleh berupa layang-layang berukuran besar, dan jalanan yang relatif sepi bila dibandingkan kota lainnya di Jawa Timur seperti Malang dan Surabaya.

Pada saat kuliah, kunjungan Madura yang berkesan ketika aku mengikuti sebuah pesantren kilat di sana. Ketika menuju lokasi masjid yang akan menjadi tempat tinggal kami, kulihat ada begitu banyak masjid dan orang-orang di pinggir jalan yang meminta sumbangan pembangunan masjid. Kebanyakan mereka adalah ibu-ibu.

Nah selama di pesantren tersebut ada cerita menarik. Di beberapa masjid di Jawa Timur di bagian tempat wudlunya jenis basah, jadi seperti kolam. Biasanya tinggi kolam bervariasi antara semata kaki atau lebih tinggi lagi, tapi tidak sampai lutut.

Temanku yang belum pernah mengetahui kebiasaan tersebut terheran-heran. Entah apa yang ada di benaknya, mungkin ia takut airnya menggenang dan jadi sarang nyamuk atau bagaimana. Kolam itu lalu dikuras bersih. Tempat wudlu jadi kering. Temanku bangga dengan pekerjaannya karena masjid nampak lebih bersih menurutnya. Tapi pengurus masjid kelimpungan. Beberapa jam kemudian kolam tersebut muncul lagi.

Aku dan temanku kemudian mendapat tugas untuk mengumpulkan sumbangan masjid. Kami berdiri di tepi jalan melambaikan semacam jaring ke pengguna jalan yang lewat. Sinar matahari Madura terasa lebih terik dan aku hanya tahan sekitar satu jaman berdiri di pagi yang terik. Hehehe pengalaman yang seru.

Madura Kini
Tahun lalu aku menuju Madura. Kami berdua menuju Sumenep melalui jembatan Suromadu yang terkenal. Oh jembatan ini sungguh panjang dan anggun. Selepas dari jembatan kami melalui jalanan yang mulus dan lebar.

Ini perjalanan pertama kami ke Sumenep. Ini juga baru pertama kami berkendara dengan kendaraan pribadi ke Madura. Kami pun mengandalkan GPS dan aplikasi peta.

Di Bangkalan kami berhenti menikmati masakan bebeknya yang terkenal. Waktu kuliah aku baru tahu bahwa Madura juga terkenal karena masakan bebeknya. Bebek gorengnya memang sedap, baik menggunakan sambal mangga muda atau sambal merah.

Yang kukagumi di Bangkalan, ada begitu banyak masjid. Bangkalan mungkin bisa disebut kota seribu masjid karena hampir tiap ratusan meter ada masjid. Dan semua masjid itu megah dan memiliki arsitektur yang menawan. Luar biasa.

pantai slopeng

Kami melewati jalan yang sepi menuju Sumenep. Sangat sepi dan gelap. Kadang-kadang hanya ada pepohonan dan sepi pelintas jalan. Baru kemudian ada keramaian dan rumah-rumah warga. Lalu sepi lagi, demikian seterusnya hingga kami tiba di Sumenep yang ramai. Rupanya kami dilewatkan jalur alternatif sehingga sepi.

Madura kini maju dan tak beda dengan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Cerita tentang Madura mungkin akan kusampaikan lagi suatu kali.

Selamat berakhir pekan!

Tinggalkan Balasan

2 komentar