Semalam aku nonton maraton film di Jakarta Film Week 2021. Aku menyaksikannya di Vidio. Ada 10 film baik yag berupa film pendek maupun film panjang. Aku hanya berkesempatan menyaksikan delapan film semalam. Lumayan mabuk nontonnya karena kebanyakan hahaha. Akan kuulas lima film pendek yang kusimak secara ringkas.
Kelima film pendek tersebut adalah “One Night in Chinatown”, “A Tale Before Nightfall”, “Ringroad”, “And That’s What A Marriage Is”, dan “Suatu Hari di Tempat Pemancingan”. Tema dan isi pesan film pendeknya beragam. Tapi memang entah kenapa agak kurang wah dan kurang menyentuh. Yang paling bagus adalah yang terakhir, “Suatu Hari di Tempat Pemancingan”, mungkin karena almarhum ayahku dulu hobi mancing dan aku beberapa kali pernah diajak memancing, sehingga jadi ingat suasana pemancingan.
Ok kubahas satu-persatu!
“One Night in Chinatown” adalah film tentang dua pasangan, yang satu sudah paruh baya, lainnya pasangan yang masih muda. Mereka sedang menikmati malam di sebuah Chinatown. Lalu si gadis muda merasa tidak nafsu makan. Rupanya ia tengah hamil. Della namanya. Ia ragu menceritakan kondisinya ke kekasihnya, Jordy. Lalu pasangan muda tersebut berjumpa dengan pasangan paruh baya, Ran dan suaminya yang bule, yang ternyata adalah orang tua Jordy.
Ran bersikeras suaminya selingkuh. Ia mendapati ada percakapan antara suaminya dengan gadis muda yang rupanya wajahnya mirip dengan Della. Sebenarnya ada apa yang terjadi.
Visual film ini apik, terang dan jelas. Ceritanya mungkin klise, dan dialognya juga biasa saja. Mungkin plot twist-nya yang menarik. Film yang dibesut oleh William Adiguna ini dibintangi Wani Siregar, Willem Bevers, Natasha Ryder, dan Ciccio Manassero. Aku agak bingung apakah film ini jenis adaptasi atau original karena jika di-googling juga ada film berjudul sama dengan premis yang juga mirip.
Film pendek berikutnya adalah “A Tale Before Nightfall”. Film ini memiliki premis apik tentang Asisten Rumah Tangga (ART) bernama Ayu yang menculik anak majikannya, Clara, karena sosok ayahnya yang seperti monster. ART-nya sendiri juga mengalami masa lalu yang buruk sehingga bersimpati kepada anak majikannya. Namun kemudian mobil yang mereka tumpangi mogok dan mereka berdua mengalami dilema.
Ceritanya potensial untuk digali lebih dalam. Namun sayangnya kemudian alurnya menjadi tipikal. Penutupnya dibiarkan mengambang, sehingga penonton yang akan menebak-nebak apa yang akan terjadi pada keduanya. Film ini disutradarai Yusuf Jacka dan dibintangi Aqila Zhufairah dan Neli Sukma.
Film pendek “Ringroad” memiliki tokoh utama sama yaitu ART. Dikisahkan ART bernama Mulyani baru berusia 16 tahun. Ia selama 10 bulan tak mendapatkan gaji. Si majikan beralasan gajinya telah ditransfer ke agen, namun Mulyani tak bisa menghubungi si agen. Lalu di kontrak disebutkan ia baru mendapat gaji setelah 12 bulan dan hanya Rp 15 juta.
Merasa sedih dan tertipu, Mulyani ingin kabur dari perumahan tersebut. Ia mengambil uang majikannya Rp 12 juta dan kabur dengan kekasihnya. Namun apa yang kemudian terjadi.
Film ini menggambarkan realita, masih ada orang yang menindas ART-nya dan memperlakukannya kurang manusiawi. Di sini Paul Agusta kembali mencuri perhatian lewat perannya sebagai orang yang kejam seperti dalam film “A Copy of My Mind” dan “Selamat Pagi, Malam”. Film ini disutradarai Andrew Kose. Selain PaulAgusta, juga ada Wani Siregar, Bethari Salsya, dan Rangga Yogata.
Dua film berikutnya adalah “And That’s What A Marriage Is“. Ini adalah film tentang percintaan antara sutradara dan penari. Awalnya penonton digiring untuk ikut emosi tentang dialog mereka yang banyak membahas perselingkuhan. Tapi sebenarnya apa yang terjadi. Visualnya apik dan dialog yang runtut selama berjalan-jalan mengingatkan pada trilogi “Before”-nya Ethan Hawke dan Julie Delpy.
Nah cerita “Suatu Hari di Tempat Pemancingan” membahas empat pria yang menikmati masa setelah pandemi mulai menurun di pemancingan. Ada yang pengangguran, ada yang berprofesi di ojek daring, juga ada yang tukang sayur. Mereka bercerita tentang keseharian dan apa hal mengesalkan juga apa harapan mereka. Dikemas secara komedi, film ini menyentil dan bikin kita tersenyum.
Gambar dari Vidio dan Jakarta Film Week