Hari Museum Nasional diperingati setiap tanggal 12 Oktober. Sebagai wujud dukungan saya terhadap hari Museum di Indonesia, saya akan mengulas tentang Museum Kota Tua.
Provinsi DKI Jakarta adalah salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang begitu banyak memiliki objek wisata. Beberapa objek wisata di DKI Jakarta antara lain wisata alam (Pulau Pramuka, Pulau Sepa, Pulau Kelor, Pulau Onrust, Ancol Beach Pool, Hutan Bakau, Taman Honda Tebet, Taman Waduk Pluit, Taman Situ Lembang, Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Taman Bunga Wiladatika Cibubur, Taman Menteng, Taman Cattleya), wisata peninggalan sejarah (Taman Suropati, Lapangan Banteng), dan wisata budaya (Setu Babakan).
Selain objek wisata alam, wisata peninggalan sejarah, dan wisata budaya, masih ada lagi objek wisata yang menarik untuk dikunjungi, yaitu museum. Beberapa museum yang terdapat di DKI Jakarta antara lain Museum Nasional, Museum Bank Indonesia, Museum Wayang, Museum Sejarah Fatahillah, Museum Tekstil, Museum Bank Mandiri, Museum Layang-Layang Indonesia, Museum Satria Mandala, Museum Bahari, Museum Arsip Nasional, Museum Basoeki Abdullah, Museum Purnabhakti, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Listrik dan Energi Baru.
Salah satu objek wisata museum yang menjadi andalan di DKI Jakarta adalah “Museum Kota Tua”. Kota Tua merupakan Kawasan wisata yang sangat terkenal di ibu kota Jakarta, tepatnya berlokasi di Jakarta Barat. Kota Tua Jakarta adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Kota Tua, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia) berlokasi melintasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara, (Kecamatan Taman Sari, tepatnya Kelurahan Pinangsia, Kelurahan Taman Sari dan Kecamatan Tambora, tepatnya Kelurahan Roa Malaka).
Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki luas sekitar 135 hektar dengan dominasi bangunan arsitektur Eropa dan China dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Konon pada abad 16, Kota Tua dijuluki “Permata Asia” dan Ratu dari Timur” oleh pelayar Eropa. Penjajah Belanda beranggapan jika kota Jakarta (Batavia) dipersiapkan untuk menjadi duplikat ibu kota negeri kincir angin tersebut, sehingga diberi nama “Koningen van Oosten”. Kota Tua yang merupakan Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
Sejarah Singkat Kota Tua
Tahun 1526, Fahillah dikirim oleh Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa di Kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian diberi nama Jayakarta. Tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan Pieterszoon Coen. Satu tahun kemudian, VOC membangun kota baru yang diberi nama Batavia untuk menghormati Batavieren, leluhur bangsa Belanda. Kota Batavia terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung (saat ini lapangan Fatahillah).
Penduduk Batavia disebut “Batavianen”, kemudian dikenal sebagi suku “Betawi” yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia. Tahun 1635, kota Batavia meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota Batavia dirancang dengan gaya Belanda, lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Nama Batavia digunakan sejak tahun 1621 hingga tahun 1942 Belanda ditaklukkan Jepang.
Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Kota Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan setelah merdeka berperan sebagai ibu kota Republik Indonesia, sampai sekarang. Tahun 1972, Gubernur Jakarta pada saat itu, Ali Sadikin mengeluarkan dekret yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan era kolonial Belanda. Keputusan Gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota atau bangunan yang masih tersisa di Kota Tua.
Tempat Bersejarah di Kota Tua
Sejak abad ke 16, kota yang sekarang kita kenal dengan Kota Tua adalah sebagai pemukiman penting, pusat kota, dan pusat perdagangan di Asia. Kota Tua yang juga dikenal dengan Oud Batavia, merupakan rumah bagi beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta. Oleh sebab itu, secara keseluruhan area Kota Tua sangat menarik untuk dikunjungi.
Beberapa diantaranya adalah: Gedung Arsip Nasional, Stasiun Jakarta Kota, Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah (bekas Balai Kota Batavia), Museum Seni Rupa dan Keramik (bekas Pengadilan Batavia), Lapangan Fatahillah, Replika Sumur Batavia, Museum Wayang, Jembatan Kota Intan, Galangan VOC, Menara Syahbandar, Museum Bahari, Pasar Ikan dan Pelabuhan Sunda Kelapa.
Jadi, kalau kita mau belajar sejarah, datanglah ke Kota Tua. Kita bisa jalan menelusuri jalan yang pernah dilalui oleh tokoh yang pernah kita baca dari buku sejarah seperti Fatahillah dan Jan Pieterszoon Coen. Kita juga bisa membayangkan sejarah masa lalu bahkan mungkin merasakan kejadian di masa lalu, di tempat yang sebenarnya.