SENDAL YANG SALAH ATAU KAKI YANG SALAH

Terbaru204 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom

Peristiwa ini terjadi di Kota Dili yan kini menjadi ibu kota Republik Demokratik Timor Leste. Ketika itu kami bertugas melaksanakan Pendidikan masyarakat yang merupakan program bantuan UNICEF dalam bidang Pendidikan fungsional. Tugasnya berkeliling ke desa-desa di beberapa kabupaten provinsi Timor Timur. Awal-awal masuk ke desa, kami memakai sepatu resmi. Kami melihat masyarakat di desa-desa yang kami datangi hidup dalam keadaan yang sangat sederhana, dengan rumah berlantai tanah, dinding terbuat dari pelepah daun pohon lontar dan beratap seng. Sepanjang hari mereka bekerja di kebun, bercocok tanam ada jagung atau ubi yang ditanam.

Suatu hari, salah satu anggota tim dan juga konsultan yang membantu kami melaksanakan program Pendidikan fungsional bagi masyarakat meinta diantar ke toko membeli sendal jepit. Ibrahim Yunus (alm), Ibro begitu kami biasa menyapanya secara akrab. Pria Aceh asal Pidi ini berhasil menaklukkan hati seorang Mojang Priangan, tepatnya dari Garut dan dikaruniai 2 orang putra. Ibro sarjana muda lulusan Institut Kejuruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung bergelar BA. Institut ini kini telah berganti nama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dengan perawakan yang tinggi kurus dan seorang perokok kuat, kreatif terutama banyak memunculkan ide-ide baru dalam kegiatan yang dilaksanakan. Iapun mudah bergaul dan penuh humor. Jika berbicara sering menggunakan bahasa Sunda yaitu bahasa sang istri dan lingkungan dimana ia tinggal yaitu di Bandung, tetapi dengan logat atau dialek Aceh yang masih kental melekat di lidahnya. Hal ini sering mengundang rasa geli dan gelak tawa kami jika dia menceritakan sesuatu dalam bahasa Sunda. Hobinya bermain sepak bola tetapi karena kakinya mengalami cidera, maka ia  beralih kepada membaca dan menulis. Ibro juga seorang pekerja yang tekun mengabdikan dirinya untuk Pendidikan luar sekolah. Juga seorang mentor yang handal. Kami banyak belajar darinya terutama dalam bidang pelatihan dengan pendekatan belajar orang dewasa (Participatory Andragogy). Karya tulisnya tentang hal ini cukup banyak dan sudah tersebar secara nasional. Bengkel kerjanya di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Lembang.

Ibro banyak mengembangkan konsep-konsep pendekatan masyarakat, mendidik mereka dalam bidang Pendidikan fungsional lewat program-program Paket A yang kala itu sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh pemerintah. Buku-buku yang ditulisnya tentang pembeljaran orang dewasa, metode-metode pembelajaran sudah banyak ditulisnya. Ia juga seorang fasilitator yang handal, yang selalu menarik perhatian peserta pelatihan jika ia menyampaikan materi pembelajaran.

Melihat kondisi masyarakat sehari-hari di lokasi-lokasi kegiatan kami, muncul ide Ibro dan ia menyarankan kepada kami untuk tidak memakai sepatu waktu turun ke desa menemui masyarakat untuk melakukan penyuluhan. Alasannya kita harus menyesuaikan dirilah dengan kondisi masyarakat, kilah Ibro. Kami setuju dengan ide dan sarannya. Karena memang kami semua sepakat untuk memakai sendal jepit, maka sore itu kami berdua dan beberapa kawan lain pergi ke took untuk membeli sendal jepit. Tiba di suatu took kami melihat ada beberapa sandal jepit berwarna warniyang dipajang sebagai contoh, tertempel di dindingtetapi tidak lengkap sepasang atau hanya sebelah. Ibro mulai memilih-milih dan nampaknya sudah ada yang cocok, warnanya jingga. Lalu ia memanggilpelayan took yang asli orang Timor Timur dan memberikan contoh sendal itu seraya meminta ukuran nomor 10. Sayapun memesan sepasang dengan ukuran berbeda. Tak lama barang dibungkus dan kami menuju kasir untuk membayar dan mengambil barang. Setelah itu kembali pulang ke hotel Turismo.

Sesampainya di hotel, kami masing-masing mencoba sendal yang dibeli. Tak lama kemudian kami mendengar teriakan keras Ibro dari kamar sebelah. Bergegas kami menghampiri kamarnya dan ketika memasuki kamar kami melihat wajah Ibro cemberut, mulutnya bergumam mengeluarkan kata-kata dalam bahasa leluhurnya dari serambi mekah disambung bahasa Sunda, sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menatap sendal jepit yang dipegangnya. Apa gerangan yang terjadi? Ketika kami menanyakan ia menjawab dengan kesal  “ warna sendalnya memang sama-sama  jingga, tapi ini ukurannya berbeda, yang satu nomor 9 dan satunya lagi nomor 10”

Rupanya yang diberikan Ibro kepada pelayan took contoh bernomor 9, dan ketika ia kemudian meminta ukuran nomor 10, si pelayang mencarikan nomor 10 dengan warna jingga yang sama dengan contoh. Entah bagaimana si pelayang menginterpertasikan instruksi Ibro. Walhasil kenyataannya dua nor berbeda dengan warna yang sama yang dibungkus. Hal ini kemudian menjadi bahan gurauan teman-teman yang mengatakan bahwa bukan sendal jepitnya yang salah tetapi memang kaki Ibro yang besar sebelah, yang kiri nomor 9 dan yang kanan nomor 10, aya-aya wae Bro…Itulah salah satu kenangan bersama almarhum yang akan teringat sepanjang hayat tentang seorang sahabat.

Tinggalkan Balasan