Peringatan Hari Guru di SDN Wantilan

        Di sudut ruang guru sebagian rekan- rekan mulai asyik mengobrol. Kebetulan jam istirahat waktu itu. Ini yang kutunggu- tunggu gumamku sambil mendekat lalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Aku mengambil posisi duduk di sudut sofa.

“Teman- teman, tiga pekan lagi Hut ke – 77 PGRI.!”  Aku memulai pembicaraan “Kita lagi yu…petugas upacaranya?!”  Bapak kepala sekolah langsung mengapresiasi,  “setuju!”. Rekan-rekan pun kompak “siap!” katanya bersama-sama.

” Awas nanti jalannya ngarodon,!” kata bapak kepala sekolah lagi, sambil tertawa. “Ya…tidak atuh! Bapak… belum tahu siapa kita..?!” kataku lagi sambil tertawa.

Guru-guru  sudah mau keempat kalinya melaksanakan upacara sebagai  petugas pada peringatan hari guru.

Pernah satu kali saat membuka bendera dengan posisi terbalik. Malu rasanya, dilihat sama anak-anak,  walau bukan saya sebagai petugas pengibar bendera.

Inilah pengalaman berharga yang harus dijadikan  pelajaran. Agar kesalahan serupa tidak terulang lagi.

Belajar dari kesalahan jauh lebih baik ketimbang tidak mau mencoba. Karena, tidak pernah mencoba, dan tidak mau belajar, takut di cap salah, justru itulah kegagalan sebenarnya.

Hikmah yang dapat diambil, bahwa kita guru, manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Sebab kesalahan, kekeliruan bisa mengenai siapa saja.

Begitupun terhadap anak didik yang sedang belajar, berproses, salah hal yang biasa.

Tugas kita menuntunnya, memberikan solusi, agar anak sadar atas kesalahannya. Sehingga tidak mengulanginya .

Karena kesempurnaan hanyalah pemilik alam semesta Allah SWT.

Lalu Aku  berembuk baik dengan guru senior maupun guru milenial. Rasanya sudah sangat pas sekali dalam pembagian tugas kali ini. Masing-masing guru mempunyai kompetensi dan karakter yang berbeda.

Dalam obrolan itu,  Aku mengusulkan selain pelaksanaan upacara, supaya ada kegiatan yang melibatkan peserta didik, seperti bernyanyi bersama, ada yel- yel dari tiap kelas, drama kolosal, solo, puisi, pantomim, dan paduan suara.

“Penampilan dari guru juga harus ada” kata Bu Lia dengan penuh semangat!

“Siap! ya…duet Bu Ai dan Bu Dini?!”

“Ok! siapa takut?!”  Kata Bu Ai sambil tertawa.

Bu Ai  emang punya suara emas yang  tidak diragukan lagi.

“Asyik…bakalan rame nih…tahun ini!” kata bumil. ( panggilan untuk bu Ruri yang sedang hamil).

Walaupun sedang hamil, bumil selalu siap! saya senang sekali punya rekan- rekan guru milenial yang pintar-pintar…he…he.

“Kolaborasi yang seperti ini InsyaAllah akan membuahkan hasil yang memuaskan!” Kataku di depan rekan-rekan semuanya. “Aamiin YRA” jawab rekan- rekan serempak.

Setelah rekan -rekan sepakat, menentukan hari untuk latihan, dan kapan pelaksanaan hari H nya, lalu kami  menyampaikan lagi kepada bapak kepala sekolah. Bapak kepsek pun acungkan jempol tanda setuju.

Menurut bapak kepsek  Satu hari  dipakai untuk acara kegiatan peringatan hari guru tidak apa-apa. Sebab yang namanya belajar tidak harus di dalam kelas saja.

Kegiatan seperti ini akan melekat di hati anak- anak, kontekstual dan bermakna. Nanti bapak yang akan buat tumpeng nya.”Mantap!” kataku dan rekan-rekan menjawab berbarengan.

Ada waktu dua pekan lagi.  Kami selain berlatih sebagai petugas juga menyiapkan anak-anak yang akan nanti tampil.

Bu Ai dan Bu haji melatih anak -anak yang akan tampil paduan suara. Bu Dini dan Bu Ruri menyiapkan anak-anak untuk drama kolosal.

Bu Dini sekaligus menyiapkan musiknya. juga pantomim. Saya pun memimpin anak- anak untuk menyanyikan lagu guruku tersayang secara bersama-sama dari kelas 1 sampai kelas 6.

Bu Lia menyiapkan teks untuk doa dan  membuat tulisan- tulisan yang harus diprint. Saya merancang motto untuk spanduk literasi.

Setelah selesai kami menyerahkannya kepada bapak kepsek. Alhamdulillah beliau setuju. Sehingga nanti pas pelaksanaan upacara minimal ada dua spanduk yang akan dipasang. Satu spanduk Hut ke- 77 PGRI dan satu lagi gerakan literasi sekolah.

Setelah memastikan kesenian yang akan tampil sudah siap, baru Aku  menyusun acara. Sambil tak lupa bertanya dan berkomunikasi kepada rekan- rekan senior. Alhamdulillah sepakat.

Usul dari bu Ai, agar kita punya ciri khas untuk tahun ini. Memakai selempang biar tambah gagah dan lebih semarak katanya.

“OK!” kami serentak ” setuju!”  “Ini acara kita untuk kita. Jadi harus semangat!” Kami semua bertepuk tangan. Kekompakan kami pun begitu terasa. Bahagia rasanya.

Tiba hari Sabtu tanggal 26 kami mengadakan gladi bersih. Bu Ai membagikan selempang merah untuk dipakai saat pelaksanaan upacara nanti

Hasil kesepakatan bersama pelaksanaan upacara akan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 November 2022.

Mengingat hari Senin lebih leluasa waktunya. Setelah  upacara akan dilanjutkan dengan prosesi puncak peringatan Hut Guru dengan penampilan kesenian dari anak-anak SDN Wantilan.

Bapak kepala sekolah Pak Asep Rochmat sebagai pembina upacara. Bu Reni, Aku dan Bu Siti berlatih sebagai pembaca teks Pancasila, UUD 1945, dan Ikrar Guru.

Pak Kiki, Bu Dini, Pak Rahman sebagai pengibar bendera merah putih. Pak Karmas sebagai tura, Bu haji sebagai pemimpin upacara.

Bu Ai sebagai dirigen, Bu Lia pembawa acara, Bu Ruri pembaca doa. Untuk dokumentasi bunda Mae dan mamah Adi dari wali murid kelas 1a dan 1b.

Penjaga sekolah memasang  patok masing-masing kelas mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Juga spanduk Hut ke -77 PGRI dan spanduk GLS ( Gerakan Literasi Sekolah ).

Dibantu oleh bapak kepsek dan bapak-bapak  guru. Pas dipasang ternyata, tulisan seyogyanya gerakan. Ini, gerak bukan salah tapi kurang hurufnya, he…he. InsyaAllah selesai kegiatan akan diperbaiki. ( bersambung)

Tinggalkan Balasan

1 komentar