Menurut Kemendikbud (2016:2), Literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara. Kata kunci dari istilah ini adalah terletak pada adanya kegiatan membaca, menulis, dan berbicara. Seseorang yang sudah literate, maka ia akan memiliki kegemaran untuk membaca yang pada akhirnya secara perlahan akan memiliki kemampuan untuk menulis dan juga berbicara di depan umum (public speaking).
Saat ini, saya merasakan semangat literasi tengah menggeliat, khususnya dalam upaya menumbuhkan minat membaca dan menulis di kalangan pendidik maupun pegiat literasi lainnya. Dengan adanya pandemi Covid-19, ternyata membawa ide-ide kreatif para pegiat literasi untuk mengadakan berbagai kegiatan literasi secara daring. Hal ini bisa dilihat dari maraknya kegiatan virtual seputar dunia literasi, seperti : pelatihan menulis secara daring melaui grup-grup menulis, webinar melalui zoom cloud meeting ataupun kanal YouTube, maupun bedah buku secara virtual. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, para peserta biasanya mendapatkan sertifikat kepesertaan secara digital, dan tentunya ilmu dan wawasan yang lebih luas dan berkembang seputar keliterasian.
Tidak jarang, dari berbagai kegiatan keliterasian tersebut berujung pada sebuah product berupa lahirnya sebuah buku antologi maupun buku solo. Bagi sebagian besar orang, memiliki buku merupakan kebanggaan dan kebahagian tersendiri, baik itu berupa buku antologi maupun buku solo. Seseorang yang sudah memiliki buku, bisa dikatakan bahwa ia telah memiliki mahkota kebesaran sebagai seorang penulis, dan ia patut merasa gembira karena namanya sudah tercatat “abadi” pada sampul sebuah buku.
Bagi anda pegiat literasi yang sudah memiliki buku perdana, pastinya rasa gembira bercampur haru telah anda rasakan saat itu. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan menjadi seorang penulis, yang namanya tercantum di sampul sebuah buku. Dengan satu harapan, semoga buku yang kita tulis dapat menjadi ilmu yang bermanfaat untuk banyak orang, dan menjadi amal jariyah ketika kita sudah meninggal dunia.
Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dalam hadits riwayat Imam Muslim, “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh yang berdo’a baginya.”
Rasa gembira dan haru pernah saya rasakan ketika buku perdana saya terbit. Saat itu, tepatnya Rabu, 30 September 2020 adalah kali pertama saya memiliki sebuah buku solo perdana. Buku perdana saya yang berjudul : “Mencerdaskan Putra Bangsa di Tengah Badai Pandemi”, dapat terbit berkat jasa baik dari penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) yang memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas literasi di Indonesia melalui penerbitan buku ber-ISBN tanpa biaya.
Pada umumnya, ketika sebuah buku perdana sudah terbit, maka semangat untuk menulis makin terpacu yang pada gilirannya akan berujung pada terbitnya buku kedua, ketiga , dan seterusnya. Inilah yang saya alami dan rasakan, dan mungkin pula dirasakan oleh sebagian besar penulis pemula. Sebagai penulis pemula, saya akan terus belajar bagaimana menjadi penulis yang baik dengan cara banyak membaca dan bergaul dengan para penulis yang sudah berpengalaman.
Semangat menulis itupun membuahkan hasilnya, pada bulan Oktober buku kedua saya yang berjudul: “Mengejar Bayang-Bayang Sejati” telah terbit, lalu disusul buku ketiga saya yang berjudul: Membumikan Nilai-Nilai Dasar Islam”, terbit pada bulan Desember 2020. Kelahiran buku-buku ini tidak lepas dari peran penerbit YPTD, yang diketuai oleh Kombes (purn) H. Thamrin Dahlan,S.KM,M.Si, juga atas jasa baik Uda Dian Kelana (alm) yang telah mendesain cover buku perdana dan kedua saya, serta Pak Ajinatha untuk desain cover buku ketiga saya.
Seperti sudah saya katakan sebelumnya, ketika sebuah buku telah terbit maka akan disusul dengan buku-buku selanjutnya. Pada bulan Desember 2020 yang lalu, atas inisiatif Pak Ajinatha – seorang penulis di YPTD yang berlatar belakang sebagai art director– disusunlah sebuah buku antologi berjudul :”Prahara di Tengah Corona”, yang terdiri dari 5 BAB. BAB I : Prahara di Tengah Covid-19, BAB II : Politik di Tengah Covid-19, BAB III: Pendidikan di Tengah Covid-19, BAB IV: Inspirasi di Tengah Covid-19, dan BAB V: Bekerja di Tengah Covid-19. Dalam penyusunan buku antologi ini saya ikut mengirimkan 4 buah artikel, masing-masing satu artikel untuk BAB I – BAB IV, hanya BAB V saja yang saya tidak tulis.
Alhamdulillah, di pertengahan Januari lalu buku itu terbit. Setelah saya memesan buku tersebut untuk dokumentasi pribadi, maka sayapun mendapat kiriman buku itu dari seorang pejuang literasi yang berprofesi sebagai kepala sekolah di salah satu sekolah kejuruan di Surakarta, beliau bernama Ibu Sri Sugiastuti, M.Pd. Bu Sri Sugiastuti bersama Pak Ajinatha dan Om Jay (Wijaya Kusumah) adalah orang-orang yang turut membidani lahirnya buku antologi ini, dan tentunya peran besar penerbit YPTD yang terus berjuang untuk membantu para penulis dalam memiliki buku ber-ISBN tanpa biaya. Sayapun merasa bangga dan gembira menjadi salah seorang dari 23 penulis yang tercatat namanya di sampul buku antologi “Prahara di Tengah Corona”. ***