Dalam ilmu psikologi, sensasi diartikan sebagai sebuah aspek kesadaran yang sangat sederhana sebagai hasil dari panca indera kita, seperti panas, warna, aroma, rasa dan lain sebagainya. Dalam pengertian lain, sensasi adalah penerimaan stimulus melalui alat indera, sedangkan persepsi adalah penafsiran dari stimulus yang diterima tersebut.
Untuk hal-hal yang sifatnya kognitif, setiap sensasi yang diterima seseorang umumnya akan memiliki persepsi yang sama antara orang yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, ketika tangan menyentuh api -yang artinya indera peraba menerima stimulus dari api- maka secara umum setiap orang akan mempersepsikan bahwa api itu panas dan segera menjauh dari api tersebut.
Namun tidak selalu persepsi seseorang akan sama dengan orang lain, walaupun mendapatkan sensasi yang sama. Hal ini biasanya menyangkut sesuatu yang bersifat perasaan.
Misalnya, ada sebuah bencana alam yang menimpa sebuah kampung dan melenyapkan harta benda bahkan nyawa. Semua korban bencana tentunya mendapat sensasi yang sama, yaitu berupa bencana alam.
Namun penafsiran mereka atau persepsi akan stimulus bencana tersebut berbeda-beda. Ada orang yang merespon bencana tersebut dengan luar biasa sedih bahkan depresi, ada yang trauma berkepanjangan, namun ada juga yang menerimanya dengan penuh kepasrahan dan kesabaran.
Perbedaan persepsi seseorang akan sebuah sensasi bisa berbeda-beda, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1. Pengalaman atau ingatan
Orang yang mempunyai pengalaman sebelumnya dengan suatu sensasi yang pernah dialami, maka persepsinya akan berbeda karena ia masih ingat bahwa ia pernah mengalami hal tersebut, sehingga responnya akan sensasi tersebut lebih terarah dan terkontrol. Berbeda halnya dengan seseorang yang belum mengalami sensasi yang sama, maka orang tersebut lebih cenderung reaktif dan emosional.
2. Fisiologis
Persepsi yang berbeda dapat disebakan pula oleh faktor perbedaan fisiologis. Kepekaan alat indera seperti mata misalnya, sangat mempengaruhi persepsi seseorang dalam melihat sebuah pemandangan. Orang yang mengidap rabun jauh (miopia) akan kurang respon dalam melihat pemandangan yang indah dari kejauhan, karena kekurangtajaman penglihatannya. Namun orang yang berpandangan mata normal akan merasa takjub dengan apa yang dilihatnya.
3. Suasana hati (mood)
Seseorang yang sedang dalam suasana hati senang atau gembira akan lebih mempersepsikan sesuatu hal yang buruk dengan ketenangan jiwanya. Berbeda halnya dengan orang yang mendapat keburukan dalam suasana kurang mood, maka tentunya akan mempersepsikan suatu sensasi itu lebih buruk lagi.
Dalam menyikapi atau mempersepsikan sebuah sensasi yang merupakan pengalaman dalam hidup dibutuhkan sebuah ketenangan dan kematangan jiwa. Kematangan jiwa seseorang selayaknya beriringan dengan makin bertambahnya usia. Semakin matang usia seseorang, selayaknya diikuti dengan semakin matang jiwanya.
Keseimbangan antara kematangan biologis dengan kematangan psikologis sangat diperlukan agar seseorang tidak mengalami split Psychology.
Sering terjadi, ada orang yang sudah matang secara biologis bahkan sudah dewasa, namun tidak diiringi oleh kematangan psikologisnya.
Kematangan psikologis seseorang bisa dipengaruhi oleh pengalamannya dalam mengambil setiap pelajaran pada setiap pristiwa yang menimpanya.
Biasanya orang yang memiliki kematangan psikologis, telah ditempa hidupnya dengan kemandirian sejak kecil. Dengan demikian, latar belakang masa lalu dan bentukan keluarga cukup mempengaruhi dalam perkembangan psikologi setiap orang.
Semoga kita menjadi pribadi yang dapat mempersepsikan segala sesuatu yang kita terima sebagai sebuah sensasi dengan penuh keasadaran, berdasarkan kematangan jiwa dan suasana hati yang tenang sebagai implementasi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. ***