Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW: Sebuah Auto Kritik

Humaniora, Islam241 Dilihat

Sebagai seorang muslim, kita semua pasti sepakat bahwa tidak ada manusia yang paling baik akhlaknya selain baginda Nabi Muhammad S.A.W. Beliaulah manusia pilihan Allah S.W.T yang diutus sebagai penutup para nabi yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin. Tidak ada sesuatu yang dapat menghinakannya, karena beliau telah dimuliakan oleh Zat Yang Paling Mulia.

Tidak ada sesuatupun yang dapat mengecilkannya, karena beliau telah dibesarkan oleh Zat Yang Paling Besar. Keindahan akhlaknya dapat melembutkan hati yang keras dan beku, sehingga risalahnya dapat tersebar keseluruh penjuru dan diterima oleh setiap hati yang merindukan kedamaian.

Bulan kelahirannya selalu diperingati setiap tahun oleh seluruh umatnya di berbagai penjuru dunia. Beliaulah sosok pemimpin yang tak lekang dimakan zaman. Pemimpin yang pertama kali merasakan lapar dan yang terakhir kali merasakan kenyang.

Rasa cintanya kepada ummat, melebihi rasa cintanya kepada diri sendiri dan keluarganya. Sampai-sampai ketika ajal menjelang, bukan isteri, anak, atau keluarganya yang dipanggil, justru kita selaku ummatnya yang diingat dan diberinya wasiat.

Kurang lebih 15 abad silam telah berlalu, sampai kini ajarannya masih diikuti oleh sekitar seperempat penduduk bumi.  Mereka datang dari latar belakang yang beragam, suku dan ras yang berbeda, tetapi merasa dalam satu kesatuan yang tunggal yaitu sebagai ummat Muhammad S.A.W.

Namun begitu, kalau kita mau melakukan autokritik, sesungguhnya saat ini kesatuan akidah yang dimiliki ummat Islam belum mengarah kepada persatuan dalam langkah membangun peradaban Islam. Kita masih terbuai pada perbedaan-perbedaan yang sifatnya furu’iyah, namun melupakan persamaan yang sifatnya ushul.

Masih banyak di antara kita yang mempeributkan hukum perayaan maulid, apakah bid’ah atau sunnah. Bagi pihak yang terbiasa merayakan peringatan maulid, sering terjebak pada prilaku seremonial dan ritual belaka.

Tidak jarang kita temui di mimbar-mimbar maulid seruan untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad S.A.W melalui pelaksanaan sholat lima waktu berjamaah, namun kenyataannya berkata lain.

Ketika peringatan maulid selesai menjelang waktu sholat, maka banyak jamaah yang membubarkan diri dan tidak mengikuti pelaksanaan sholat berjamaah.

Bahkan ironisnya, tak jarang sang penceramahpun meninggalkan tempat kegiatan, tanpa sholat berjamaah terlebih dahulu, dengan alasan ada kegiatan lain yang harus dihadiri.

Sementara bagi pihak yang tidak melaksanakan peringatan maulid dengan alasan nabi tak melakukannya, seringpula bertindak offside. Mereka begitu semangatnya mengkritik saudaranya yang merayakan maulid dengan sebutan ahlul hawa wal bid’ah, sedangkan mereka tidak melakukan hal yang serupa kepada seseorang yang mengadakan peringatan hari lahir (milad) seorang raja atau pemimpin sebuah negeri.

Kita harus mampu mengambil esensi dari sebuah peringatan, termasuk peringatan maulid Nabi Muhammad S.A.W. Sebuah peringatan diselengggarakan tidak lain dan tidak bukan tujuan utamanya adalah agar membuat kita selalu “ingat” terhadap apa yang diperingati.

Tidak sekadar membuka memori akan sebuah peristiwa, nama tokoh, kejadian, dan lain sebagainya. Namun lebih dari itu, apa yang harus kita lakukan agar pesan moral dari peristiwa yang kita peringati dapat dijadikan landasan untuk berbuat lebih baik dari hari kemarin, baik secara pribadi maupun secara sosial.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W di tahun 2021 ini masih dibayangi oleh pandemi covid-19, sehingga pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 712/2021, No. 1/2021, No. 3/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 642/2020, No. 4/2020, No. 4/2020 tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021, menggeser libur maulid, yang sedianya pada tanggal 19 Oktober menjadi 20 Oktober. Pertimbangan pemerintah menggeser Hari Libur Nasional Maulid Nabi Muhammad SAW yakni untuk menghindari masa libur panjang dan mencegah pergerakan massa yang besar.

Bagi kita yang terbiasa merayakan maulid setiap tahunnya, sudah sama-sama kita maklumi bahwa bukanlah suatu kewajiban untuk memperingati maulid tepat di tanggal 12 Robi’ul Awwal. Bahkan sering menjadi kesepakatan di beberapa masjid yang berada dalam satu lingkungan, bahwa peringatan maulid nabi antar satu masjid dengan masjid lainnya jangan sampai bersamaan. Sehingga pada akhirnya, peringatan maulid nabi dimulai pada tanggal 12 Robi’ul Awwal dan terus bergantian sampai menjelang memasuki bulan Rajab.

Kita berharap semoga peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W di tahun 2021 atau 1443 H ini tidak kehilangan esensinya hanya karena digeser pelaksanaan hari liburnya, namun lebih daripada itu kita berharap semoga setiap peringatan maulid akan membawa kita pada perubahan sikap mental yang lebih baik sebagai ummat Nabi Muhammad S.A.W yang pada akhirnya akan membawa rahmat dan kedamaian bagi alam sekitar, sebagaimana yang beliau ajarkan sebagai pengemban misi rahmatan lil ‘alamin. ***

Tinggalkan Balasan