Bedah Buku Virtual, Solusi Tepat di Masa Pandemi

Humaniora40 Dilihat

Bedah buku secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku secara ringkas dengan memberikan saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku tersebut menurut aturan yang berlaku umum atau yang telah ditentukan. Acara bedah buku biasanya menghadirkan seorang pembicara serta penulis buku yang bersangkutan.

Berkaitan dengan masih terjadinya pandemi, maka acara bedah buku di berbagai kesempatan tidak dapat dilakukan dengan menghadirkan audiens dalam satu ruang yang sama dalam bentuk tatap muka langsung. Salah satu bentuk solusi dari kegiatan bedah buku yang sangat perlu dilakukan, terutama untuk jenis buku yang baru terbit adalah melalui media confrence, seperti Zoom Cloud Meeting, Google Meet, Skype, ataupun Live YouTube.

Adalah Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) yang telah menisbatkan dirinya sebagai yayasan wadah perjuangan para pegiat literasi, terus berupaya tidak hanya membantu para penulis untuk menerbitkan buku berISBN tanpa biaya, tetapi juga memiliki program bedah buku virtual di masa pandemi.

Untuk pertama kalinya, program bedah buku virtual ini dilaksanakan pada Selasa, 3 November 2020 pukul 19.30 – 21.30 WIB. Dengan memanfaatkan media Zoom Meeting premium, acara ini berlangsung secara lancar tanpa gangguan apapun. Rencananya kegiatan ini akan diprogramkan setiap dua pekan sekali, setiap selasa malam.

Buku yang pertama kali dibedah adalah buku karya Mukti Ali, yang berjudul :”Mengapa Orang Arab Tidak Suka Sendok?”. Setelah acara dibuka oleh host, penulis segera memaparkan gambaran umum isi buku yang telah ditulisnya. Banyak peserta yang ingin segera tahu, apa sesungguhnya alasan, mengapa orang Arab tidak suka memakai sendok jika akan makan?, hal ini dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di room chat zoom maupun pertanyaan audiens secara langsung.

Menyimak paparan dari penulis, para peserta seolah dibawa pada suasana di negeri Arab, khususnya Dubai. Negeri Dubai merupakan setting tempat utama dimana penulis pernah sekitar enam tahun tinggal di sana untuk bekerja di Istana Kepresidenan. Sebagai penulis buku, Mukti Ali merasa senang jika tulisannya dibaca oleh banyak orang, untuk itu dirinya mengaku tidak mengambil keuntungan dari buku yang ia tulis. Harga buku yang dijualnya hanya sebatas pengganti biaya cetak dan ongkos kirim saja.

Semoga program bedah buku virtual di masa pandemi terbitan YPTD ini dapat terus berjalan sesuai rencana yang telah diprogramkan. Lebih banyak dan beragam lagi peserta yang terlibat di dalamnya, bahkan bila perlu dari sabang sampai merauke. Ditunggu bedah buku terbitan YPTD selanjutnya.***

Tinggalkan Balasan