Bapak Terjatuh

Cerpen, Fiksiana84 Dilihat

Bapak Terjatuh

Sebagai seorang hamba sudah selayaknya kita panjatkan rasa syukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Ada nikmat sehat, nikmat waktu luang dan terutama nikmat iman yang merupakan benteng ruhiyah. Manusia terkadang lupa akan kematian, sehingga ada sebagian yang menggunakan segala cara untuk meraih kenikmatan duniawi. Nikmat sehat juga kita abaikan tatkala kita sudah asyik bekerja dan punya aktivitas namun sampai mengesampingkan hak badan untuk istirahat.

Marni masih memiliki orang tua yang lengkap. Semuanya tinggal di luar kota. Marni sevetulnya memiliki 2 saudara kandung. Namun Allah lebih sayang memanggil adik pertamanya saat adik sakit panas. Saudaranya yang kedua sudah berumah tangga dan tinggal di kota lain bersama keluarganya.
Bapak Ibu Marni hanya berdua. Di rumahnya yang cukup luas memanjang kurang lebih berukuran 20 m x 10 m. Di belakang rumah masih tersisa pekarangan yang luas dan sebagian besar ditanami pohon pisang. Saat menengok Bapak Ibu, pasti dibawakan hasil panen pisangnya. Di petak yang lain digunakan untuk memelihara ayam dan 2 kolam ikan lele. Bapak menyampaikan untuk mengisi kesibukan di akhir masa pensiunnya.

Marni setiap bulan menengok keadaan orang tuanya. Dengan adanya fasilitas HP dengan kecanggihannya sekarang hanya melalui segenggam tangan bisa melihat secara jelas kondisi nyatanya. Akhirnya Bapak beli HP baru supaya bisa komunikasi dengan anak dan cucu-cucunya. Bapak lalu diajari Marni supaya bisa Video Call dan telepon hanya melalui layar sentuh.
“Ayo, Pak tombol yang ini disentuh lalu klik nomor telepon Marni. Setelah itu klik gambar videonya, “kata Marni.
“Ya, takcobane,” jawab Bapak sambil melihat dengan cermat.
“Coba telepon Marni, Pak!” seru Marni.
“Lho,kok hilang gambarnya, ” kata Bapak sambil mengernyitkan dahi.
“Disentuh lagi layarnya, Pak,” kata Marni mengajarinya dengan sabar.

Setelah berulang kali dicoba, akhirnya Bapak baru bisa menelepon. Maklum sudah berumur 70an memori ingatannya tidak sekuat waktu muda. Nanti kalau sudah terbiasa juga akan bisa dengan sendirinya.
Waktu berlalu, Marni berencana menengok Bapak Ibu, karena kalau ditunda pekan depan suami Marni tidak ada waktu. Karena akan bermalam 3 hari, akhirnya Marni membawa semua anak-anaknya untuk ikut mengunjungi kakek neneknya. Dengan mobil inventaris sekolah suami Marni, akhirnya membawa sekeluarga mengunjungi Bapak ibu.
Sesampainya di rumah…
Ibu langsung menubruk Marni. Ibu langsung pecah tangisnya. Marni menjadi bingung, ada apa ini? Setelah semua mencuci tangan, Marni dan anak-anakpun mencium takzim tangan Ibu.
“Ada apa, Bu. Jangan buat Marni bingung, ” kata Marni.
“Bapak habis jatuh dari pinggiran rumah. Tangan kanan mau digunakan untuk menyangga tubuh, tapi ternyata tidak kuat jadinya keseleo dan sekarang masih bengkak!” cerita Ibu, sambil meneteskan air mata.
“Kenapa tidak cerita Bu, waktu di telepon? Kejadiannya sudah berapa hari, sudah dirontgen di rumah sakit apa belum?” tanya Marni yang semakin penasaran.
“Sudah 10 hari yang lalu. Hanya dipijat saja sama mbah Yatin sama diberi tumbukan jahe dan daun kamijara,”cerita Ibu sambil menangis.
“Wah Bu, Bapak ini sakitnya serius, harus dirontgen. Kenapa waktu Marni video call tidak pernah cerita dan dijawab sedang sehat, ” seru Marni dengan menahan air mata supaya tidak tumpah.
“Ibu dilarang sama Bapak. Kamu dan adikmu nanti jadi kepikiran. Semua sedang sibuk bekerja, ” kata Ibu.

Marni akhirnya menemui Bapak dan membujuknya agar mau diajak ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan. Marni masih ingat dua bulan yang lalu Bapak juga habis sakit. Batuk dan panas beberapa hari membuat Bapak kehilangan nafsu makannya. Saat itu juga Bapak tidak mau diajak berobat. Akhirnya adik Marni yang berprofesi sebagai perawat langsung pulang dan memberikan infus serta berbagai obat. Maklum semua sedang kondisi seperti ini. Jika ke rumah sakit, takut langsung diswab. Mungkin itu salah satu penyebab ketidakmauan Bapak.

Suatu sore yang ditemani rintik hujan, Marni kembali menemui Bapak. Selepas makan sore, Bapak duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Tangan Bapak masih nampak bengkak, makan pun dilakukan dengan tangan kirinya.
“Bapak, maaf sakit Bapak sudah lama sepertinya tidak cukup hany dengan diberi jahe. Ini perlu dirontgen supaya nanti jelas, apakah tulangnya patah atau gimana, nanti bengkaknya bisa sembuh, “kata Marni dengan pelan.
“Nanti lama-lama juga sembuh, buktinya ini Bapak dulu pernah lututnya juga sakit sampai bengkak,” kata Bapak bersikukuh.
“Hanya dirontgen saja nanti kan tahu posisi tulangnya bagaimana supaya bisa berkurang bengkaknya, ” kata Marni.
Bapak terdiam. Marni pun membiarkan Bapak berpikir kembali. Marni kembali menemani anak-anaknya untuk belajar daring.

Keesokan harinya, Bapak akhirnya memutuskan supaya mau diajak ke rumah sakit. Betapa leganya hati Ibu dan Marni. Akhirnya Marni meminta suaminya untuk menemani Bapak periksa ke rumah sakit.
Jam delapan pagi, Bapak dan suami Marni langsung menuju ruang pendaftaran. Selang satu jam Bapak menuju ruang radiologi untuk rontgen. Jam dua belas, Bapak sudah sampai ke rumah dengan membawa hasil rontgen. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tulang tangan Bapak ada yang bergeser. Namun belum bisa diambil tindakan karena dokter yang menangani sedang tidak di tempat. Ternyata hari itu hari Sabtu dan diminta kembali lagi pada hari Senin.
Bapak sudah terbiasa melakukan puasa sunah Senin Kamis. Sehingga langsung Bapak berniat puasa. Sesampai di rumah sakit, bapak diperiksa kembali oleh dokter ortopedi. Semuanya lama karena harus antri. Administrasi tidak cukup hanya satu tempat. Marni hanya memantau kabar lewat telepon. Adik Marni juga tidak sabar ingin mengetahui kabar Bapak.

“Mas, bagaimana kondisi Bapak, apakah jadi diberi pen?” tanya Marni lewat pesawat telepon.
“Nanti jam satu, Bapak cukup digips saja, tidak perlu dipasang pen, ” jawab suami Marni.
Bapak langsung masuk ruang tindakan. Bapak disuruh melepas semua baju dan berganti dengan baju operasi. Setelah Bapak mendapat suntikan Bapak diajak ngobrol sampai akhirnya Bapak hilang kesadaran. Dalam waktu 30 menit, Bapak dibangunkan kembali dan ternyata tangan sudah dalam kondisi terbalut gips. Kemudian Bapak dipindah ke ruang rawat inap. Dokter mengatakan belum diperbolehkan pulang karena Bapak masih butuh perawatan.

Bapak menempati ruang di lantai 2. Kamar Bapak terletak di posisi paling ujung berisi dua orang. Fasilitasnya lengkap, ada televisi, tempat istirahat penunggu, almari pakaian dan makanan, air panas dan berAC. Setelah itu, Bapak berganti baju dan dipasang infus. Ternyata pasien sebelah Bapak sudah satu minggu menginap. Sakit yang dideritanya usus buntu.
Marni menelepon suami supaya bergantian menjaga Bapak. Kemudian suami Marni pulang untuk menjemput dan mengantarkan kembali ke rumah sakit. Marni segera bersiap dan berpamitan kepada Qia. Lifa dan Ijad sudah pasti paham jika ditinggal.

Marni menuju ke rumah inap. Ternyata ruangnya paling pojok butuh waktu sepuluh menit sampai ke ruangan. Pengunjung rumah sakit sekarang dibatasi. Marni menunggu Bapak sampai waktu isya. Setelah itu, Marni dijemput kembali oleh suami untuk diantar pulang.

Keesokan paginya setelah visit dokter, Bapak dinyatakan boleh pulang. Bapak diberi obat dan dipeaan supaya setelah satu minggu, Bapak harus kontrol kembali. Bapak membawa pulang hasil rontgen kedua. Suami Marni segera menyelesaikan administrasi keuangan di kasir. Bapak pun bersiap menata perlengkapan yang akan dibawa pulang.
Terdengar suara motor Bapak di depan rumah. Lifa yang sedang belajar langsung berlari ke depan menyambut kepulangan kakeknya.

“Yee..Mbah Kakung pulang..kok tangannya kayak gini, diapakan Mbah?” tanya Qia dengan polosnya.
“Tangan Mbah, namanya digips supaya nanti bisa sembuh lagi, ” kata Bapak.
“Apa berat Mbah, ini digendong tangannya?” tanya Lifa kembali.
Ga berat. Mbah bisa pakai gips sampai 30 hari, nanti diperiksa lagi sama Pak Dokter,” jawab Bapak.
Marni sudah harus kembali ke rumahnya untuk bekerja seperti biasa. Marni sudah ijin dua hari. Marni tidak bisa menunggu sampai lama di rumah Bapak. Bapak kembali menjalani ujian baru. Semoga Bapak selalu dberi kekuatan dan keikhlasan dalam menjalani ujian sakit ini.

#Tantangan menulis hari ke-9 menulis di blog

Tinggalkan Balasan