Sinar matahari sudah mulai redup. Mobil jazz silver terparkir di ujung gang yang menuju rumah Aisyah. Seorang lelaki menggunakan kemeja biru motif kotak-kotak melekat di badannya, dipadukan dengan celana hitam membuatnya tampak berwibawa keluar dari mobil. Dia menyusuri jalan kecil berukuran sekitar dua meter dan panjang kurang lebih 300 meter.
Tepat di depan rumah setengah permanen di dia berhenti sembari memperhatikan sekeliling yang tampak lengang dan sepi.
“Assalamualikum,” ucapnya
“Waalaikumsalam,” jawab seorang laki-laki paruh baya sembari membuka pintu.
Matanya menatap heran, keningnya berkerut, melihat seorang lelaki tampan berdiri di depan pintu.
“Cari siapa nak?” tanya pak Sukri.
“Maaf pak, Aisyahnya ada? Jawab Umam menghilangkan raut keheranan diwajah lelaki di depannya.
Belum sempat lelaki berbadan kurus itu menjawab. Gadis dengan stelan kulot merah marun dan atasan warna merah muda dengan jilbab motif bunga keluar dari rumah.
“Sudah lama mas?” Tanya Aisyah sambil memperkenalkan Umam kepada sang bapak.
“Baru saja,” jawab pria berperawakan tinggi sembari mencium tangan pak Sukri.
“Pak saya mau minta izin ke panti asuhan diantar mas Umam.” Ucap Aisyah. Yang dibalas anggukan oleh bapaknya.
Mobil Jazz melaju di jalanan yang ramai oleh lalu lalang kendaraan, dan
berhenti persis di depan rumah Parhan.
Sepasang muda mudi itu pun berjalan menuju pintu gerbang dan Aisyah langsung memencet bel. Sesaat kemudian gerbang pun terbuka dan mempersilahkan mereka masuk. Nampak Parhan sudah menunggu ditemani sang ibu.
Bu Nely langsung berdiri, saat melihat Aisyah datang ditemani oleh seorang laki-laki. Sambil mempersilahkan tamunya duduk, namun gadis bermata sipit itu langsung menimpali.
“Terima kasih banyak, Bu. Tapi biar tidak terlalu sore kami langsung berangkat saja. Rencananya hari ini mau mengajak Parhan ke Panti Asuhan Kasih Ibu.”
Wanita paruh baya itu hanya mengangguk sambil menatap ketiganya berlalu meninggalkan rumah mewah yang terlihat sepi penghuni. (Bersambung)