Part Putri
Berlari aku menuju kearahnya, itu yang selalu aku lakukan. Entahlah dia selalu membuatku mengejarnya tanpa lelah. Dulu sekarang sama saja.
“Win, tunggu.” Suaruku bagaikan angin lalu Edwin tetap saja melangkahkan kakinya tanpa memperdulikan panggilanku.
“Win win win.” Sia – sia aku memanggilnya tetap saja dia berjalan tanpa maksud berhenti dan menunggunya.
”Win. Suaraku panjang memanggil Edwin.
Namanya Edwin Kurniawan, aku mengenalnya 4 tahun lalu di hari pertama aku kuliah, aku menyukainya karena dia orangnya cuek banget, apa adanya dan tidak suka basa – basi serta menjilat. Aku ingat benar bagaimana hari pertama kami di kampus
“Ini bukan zaman orde baru menghalalkan ploncoan, lebih baik adu kepintaran dan membuat orang menjadi bodoh dengan disuruh pakai rantai jengkol topi krucut dari karton memangnya kita anak TK yang mau saja didandani seperti itu.” suaranya lantang menentang ketika kami dikumpulkan di hari pertama masuk kuliah yang katanya akan ada perkenalan dari senior dikampus.
Tapi akhirnya tetap saja sebagai mahasiswa baru tetap saja kami yang disalahkan, tapi semenjak kejadian itu Edwin menjadi mahasiswa baru yang disegani di kampus ditambah lagi dengan otaknya yang encer Edwin jadi idola mahasiswi tentunya.
***
Untung saja kamu pintar jika tidak Aku tidak mau memanggilmu sekarang ini, baru saja aku melihat pengumuman di madding 2 minggu lagi kami akan KKN, di antra deretan nama yang satu kelompok dengan Edwin adalah aku tentu saja harus melapor kepadanya karena dia di tunjuk sebagai ketua kelompok.
Dengan napas yang terengah – engah Aku akhirnya bisa mengejar Edwin yang langkahnya sangat lebar sesuai dengan tinggi badanya yang hampir mencapai 185 m, eit jangan bilang aku mencari informasi tentang dirinya tapi aku mendengar informasi dari mahasiswi yang mengidolakannya.
“Maaf Aku menganggu.” Aku coba untuk berbasa – basi
Bukannya berhenti dia malah tidak menangapi aku, dan terus saja melangkah tentunya ini membuatku ketinggalan lagi. Akhirnya dengan kesal aku mengomel sendiri
“Seperti berbicara dengan arca saja, kalau saja aku tidak butuh mungkin aku tidak akan menyapamu dari orang sombong.” Entah karena omelanku atau apa yang pasti aku melihat dia menghentikan langkahnya dan menatapku dengan mata mengintimidasi. Aku memandangnya dengan takut.
“Maaf, saya tidak merasa mengenal anda?” suara terdengar berar
“Memang Anda tidak mengenal Saya, tapi karena Anda ketua kelompok KKN Saya hanya ingin menanyakan beberapa hal kepada Anda.” Aku melihat matanya membulat besar memandangku
“Anda Bicara apa?” Aku melihat kebingungan dimatanya, jangan – jangan Dia tidak tahu sudah dijadikan ketua kelompok KKN
“Ya sudah kalau Anda belum tahu, lain kali saya akan menemui Anda. Saya permisi.” Aku meninggalkan dirinya dengan hasil kesal.
“Hei hei tunggu.” Aku mendengar dia memanggil Aku, tapi aku cuek saja dan gantian meninggalkannya
“Hei Nona, berhenti.” Aku masih mendengar dia memanggilku, memang enak di cuekin batinku sambil tertawa di dalam hati.(bersambung)