Cerita Ramadhan Takkan Usai (1)

Hatiku terasa miris membaca ucapan ramadhan yang melengak – lengok di dunia maya mau tak mau tidak mungkin aku mengindahkan jika ramadhan sudah di depan mata.

Belum lagi rengekkan si bungsu dari dua anakku meminta untuk pulang kampung, katanya sudah rindu dengan nenek.

Kampung halamanku tidak jauh hanya perlu naik kapal sekitar dua jam dengan menaiki kapal sampai. Tapi bukan itu yang menjadi masalah yang menjadi masalah uang honor mengajarku belum keluar begitu juga dengan Bang Ihlam suamiku yang sama – sama guru honor tapi pada sekolah yang berbeda.

Merantau pilihan kami berdua setelah menikah, menimbang dan mengingat gaji honor guru lebih besar di Batam daripada di Karimun.

Tapi rupanya bertambahnya anggota keluarga membuat gaji honor yang dulu kami perhitungan sudah tidak mencukupi untung saja covid jadi punya alasan untuk tidak pulang kampung.

“Astafirullah.” Untung saja hp ku tidak terjadi dari tanganku jika tidak keluar lagi uang untuk memperbaikinya.

Bunyi yang mengejutkan datang nada dering hp ku, mataku membulat panggilan masuk dari Emak. Ya Allah jarang – jarang Emak meneleponku jika tidak ada yang penting.

Hayalku sudah memikirkan hal – hal negatif yang membuat jantungku berpacu kencang., mudah – mudahan hanya rindu, bukankah ikatan Nenek dan Cucu kuat, batinku berharap.

“Assalamualaikum Na.” suara dari seberang sana menyapaku

“Walaikumsalam Mak, Mak sehat.” Suara menjawab tanya Mak

“Jadi menyambut puasa di Karimun? Mak rindu dengan kalian sekeluarga.” Suara Mak terdengar memelas.

Ya Allah sakit hatiku mendengar tutur Mak, apa yang harus aku jawab tak sanggup rasanya membuat Emak kecewa, tapi bagaimana dengan keuangan kami jika memaksakan untuk pulang kampung.

“Mak, siswa Sakinah lagi ujian akhir sekolah sepertinya Na sama anak – anak belum bisa untuk menyambut puasa bersama di Karimun.” Dengan suara berat aku terpaksa mengoyak hati Mak.

Hening, tak terdengar suara Mak setelah mendengar ucapanku, pasti Mak kecewa tapi sungguh aku tidak ingin melukai hati Mak.

“Ya, sudahlah mudah – mudah Raya nanti Kalian dapat Raya di Karimun. Assalamualikum.” Belum juga aku menjawab kata Emak panggilan sudah di tutup sepihak oleh Mak.

Aku memandang hp ku dengan sedih, sudah bisa aku bayangkan bagaimana kecewanya Emak karena kami tidak jadi menyambut puasa bersamanya.

Bunyi lonceng terdengar, tidak bersemangat aku melangkah menuju kelas untuk mengajar, ya Allah sungguh tak berguna diriku tak dapat membahagiakan Mak, batinku sambil melangkah lemah ke arah kelas yang Aku ajar.

***

Tinggalkan Balasan