“Ana uHibbuki” (2)

Aku disini, disalah satu pojok jalan. Di depan sana supermarket tempat Balqis bekerja berada Aku memandang dari kejauhan bagaimana Balqis selalu tersenyum melayani orang yang datang berbelanja atau hanya sekedar mampir tapi tidak berbelanja. Aku betah berlama – lama memandannya dari kejauhan.

Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 4, Balqis sudah keluar dari supermarket tempatnya berkerja. Berjalan menjauh dari tempat kerjanya pasti tujuanya pulang kerumah. Aku mengikutinya dari kejauhan. Terus melangkah sekali – sekali aku melihat dia menyapa atau disapa pejalan kaki yang berpas – pasan dengannya. Ramah, kesanku pada Balqis. Ya Allah jauh sekali jalan menuju rumahnya tapi aku melihat Balqis santai saja menjalaninya. Sekali – sekali aku melihat dia menyeka keringat yang turun membasahi dahi dan wajahnya.

Hampir 1 jam di berjalan kaki baru sampai di rumah, aku masih setia mengikutinya dari jarak yang aku pastikan dia tidak akan sadar sudah diikuti.

Hilang dalam pintu rumahnya membuatku penasaran, akhirnya aku turun dari motor kingku berjalan menuju rumah Balqis.

“Assalamualaikum” aku mengucapkan salam

Langkah kaki mendekati pintu, terbuka wajah yang sepekan ini menghiasai hariku

“Walaikumsallam.” Aku berharap dia tersenyum tapi yang ku lihat diwajahnya malah kening yang berkerut.

“Maaf menganggu.” Hanya itu yang bisa kuucapkan

“Ibu baru mengatakan Bang Akmal kemari, kok sekarang disini lagi.” Ucapanya membuatku malu, tapi mau apalagi aku ingin menemuinya.

“Bang Akmal mau ketemu Balqis.” Jujurku padanya

“Ada perlu apa mencari Balqis?” balasnya

“Balqis sopan sedikiti, tamunya bukan diajak masuk.” Suara Ibu terdengar menyusul Balqis ke depan menemuiku.

“Maaf bu, masuk Bang.” Aku melihat wajah imutnya mempersilakan aku masuk, pasti kesal dan berpikir kenapa juga datang orang baru pulang kerja juga, batinku.

Aku masih melihat wajah yang bingung melihat kedatanganku, tapi aku santai saja bahwa aku memberikan senyum termanisku untuk membuatnya tidak lagi mengerutkan dahinya yang cantik itu.

“Ada perlu apa ya Bang, kata Ibu tadi Abang sudah ke sini, ada yang perlu saya bantu. Bukankah kaki Abang sudah sembuh, tu jalannya sudah baik – baik saja. “ Celotehnya seperti tidak sempat bernapas.

“Abang hanya mau berterima kasih saja.” kataku santai

“Kan Abang sudah mengatakannya pada Ibu tadi.” Ucapnya

“Kan beda, tapi sama Ibu. Abang mau mengucapkan terima kasih langsung dengan Balqis.” Aku melihat rawutnya wajahnya berubah

“Sama saja Bang,” ucapnya lagi.

“Ibu tinggal dulu.” Aku hampir melupakan bahwa Ibu ada di antara kami.

Aku memandang Ibu berjalan menuju ke dapur, Balqis mengambil posisi pada kursi lain yang berada di ruang tamu rumahnya.

“Masih ada yang lain, selain mengucapkan terima kasih?” Sungguh gadis yang tidak suka basa basi batinku.

“Ada.” Aku sengaja mengantung kalimatku untuk membuatnya penasaran

“Apa.” jawabnya singkat

“Abang mau mengenal Balqis lebih lanjut.”

“Buat apa?”

“Banyak?”

“Salah satunya apa?”

“Balqis sudah punya pacar.” Prontal Aku bertanya

Aku melihat wajahnya merona merah dan malu, tapi dia masih menjawab pertanyaan dengan santai. Sungguh luar biasa gadis di depanku ini, aku tambah menyukainya.

“Apa perlu saya menjawab pertanyaan Abang, sepertinya itu  adalah masalah pribadi saya yang Balqis rasa Abang tidak perlu tahu.” Jawabnya diplomatis.

“Jika Balqis tidak menjawabnya, Abang akan selalu datang ke sini dan berarti tidak ada yang marah jika Abang datang kesini.” Tantangku

“Sebenarnya Abang mau apa? katanya mau mengucapkan terima kasih. Ingat Bang kita baru kenal jika Abang berpendidikan pasti Abang tahu batasan dalam perkenalan katanya.” Jawabannya membuatku mati kutu, tapi aku tidak mau kalah. Inilah sikapku yang kadang – kadang orang selalu berkata bahwa aku keras kepala.

“Jika Balqis berwawasan luas, pasti Balqis tahu maksud kedatangan Abang.” Aku malah membalikkan kata – katanya, membuat wajah manis di depanku merah padam. Aku tidak tahu dia marah atau malu, peduli amat yang penting aku sangat menyukainya dan ingin menjadikannya Ibu anak – anakku.

Gadis seperti ini sudah langka, dia akan menjadi ibu yang sangat cocok untuk anak – anakku kelak. Aku masih belum mengalihkan pandanganku dari wajahnya, akhirnya aku melihat Balqis tidak lagi menatap mataku seperti yang dilakukannya tadi.

“Bukankah terlalu cepat Bang?”

“Apanya yang cepat.” Godaku kepada Balqis

Aku melihat Balqis kelimpungan mendengar pertanyaanku

“Maksud Balqis…” melihatnya seperti itu aku bertambah gemas dan ingin terus mempermainkannya tapi aku tidak tega.

“Masalah Hati, tidak ada yang terlalu cepat atau lambat. Yang pasti jika Yang di Atas sudah mentakdirkan kita bersama maka pasti ada jalannya.” Kataku bijaksana

Senyum kecut trepampang jelas diwajanya, aku yakin dia tidak percaya denganku. Tapi aku sangat yakin dengan apa yang aku katakana.

“Abang tidak memaksa Balqis untuk menjawabnya sekarang, tapi berikan Abang kesempatan untuk mengenal Balqis begitu juga sebaliknya. Bagimana setuju? “ Aku masih berusaha menyakinkannya.

“Mari di minum tehnya Nak Akmal.” Saking asyiknya kami berbicara tiba – tiba Ibu sudah ada diantara kami sambil menyuguhkan teh manis semanis Balqis di depanku.

“Terima kasih bu.” Ibu berlalu setelah meletakkan teh untukku meninggalkan aku dan anak gadisnya.

“Bang, sebaiknya Abang pulang dulu dan menenangkan diri.” Aku tersenyum mendengar katanya.

“Bukannya Balqis yang harus menenangkan diri.” Sempat – sempatnya aku membuat rona di jawahnya

“Ok, sama – sama menenangkan diri. Balqis mau istirahat sebentar, nanti malam Balqis masih harus memberi les. Pasti Ibu sudah menceritakannya kepada Abangkan.” Ya ampun gadis ini benar – benar membuatku tambah menyukainya. Dia dewasa melebihi umurnya. Aku melihat raut lelah di wajahnya, jika diikutkan hati aku akan tetap memaksa untuk berlama – lama dirumahnya.

“Masih bolehkan Abang main kesini?”

“Tapi katanya Abang akan datang terus kemari sebelum Balqis menjawab pertanyaan Abang.” Mati Aku senjata makan tuan.

“Lain kali Abang datang lagi.”

“Silakan jika Abang datang dengan baik – baik, tentu Balqis dan Ibu akan menyambutnya dengan baik.” Jawaban yang membuat hatiku berbunga – bunga. Ya ampun aku bagaikan anak ABG saja, batinku.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan