Speechless (2)

Suara riuh di depan rumah, membuatku resah. Hendak keluar kamar, pasti aku akan kena marah, tapi aku penasaran apa yang terjadi di luar sana. Tak lama aku mendengar suara langkah mendekati kamarku, panel kamarku ditekan.

“Mak Usu ke tu.” Tanyaku karena hanya masuk yang ulang alik kekamarku mengantar segala keperluanku selama dipingit.

Mak usu masuk dengan air mata bercucuran, aku panik melihat keadaan Mak Usu.

“Ada apa Mak Usu?” Tanyaku cepat

“Rasyid, Hana.” Ucap Mak Usu

“Abang Rasyi kenapa Mak Usu.” Hatiku gundah, jantungku berdetak cepat.

“Rasyid sudah pergi ada Hana.” Ucapan Mak usu membuatku bingung

“Bang Rasyid pergi kemana Mak Usu.” Tanyaku gelisah, tidak mungkin Bang Rasyid meninggalkan aku dengan hari pernikahan kami yang hanya tinggal sehari lagi.

“Bang Rasyid pergi ke mana Mak Usu.” Ucapku lagi dengan air mata yang mulai mengalir tak .

bisa ku tahan lagi.

“Rasyid kemalangan, tak bisa di selamatkan.” Pecah tangis Mak Usu, begitu juga dengan diriku.

***

Suara orang mengaji terdengar di ruang tengah, aku berdiam diri di kamar Bang Rasyid. Mungkin diamnya Bang Rasyid sewaktu terakhir kami bertemu adalah tanda dia akan meninggalkanku. Seperti kata orang kampung kami, jika orang nak meninggal akan ada tandanya. Orang yang selalu ceria berubah pendiam, aku memandang coretan  Bang Rasyid di laptopnya.

“Tiba – tiba saja pikiran aku menjadi blank, apa yang diucapkan Hana tidak aku dengar. Tapi sungguh bukan aku bermaksud itu. Beberapa hari ini aku seperti bukan diriku, aku selalu merindukan Hana, tapi setiap dia menelepon aku tidak sanggup untuk mengangkat teleponnya. Ada rasa takut kehilangan Hana yang tidak bisa aku ungkapkan. Malam ini rinduku memuncak, baru saja aku ingin menelepon Hana, video call darinya masuk, tapi tangan ini tidak bergerak untuk geser tombol terima. Akhirnya aku hanya memandang gawai dengan panggil berakhir dari Hana. Aku hanya berdoa semoga tidak ada yang menghalangi niat kami untuk mendirikan rumah tangga yang SAMAWA.” Akhir tulisan Bang Rasyid sungguh membuat air mataku banjir dan isakku menyesakkan dada ini.

Malam ini malam nujuh hari kepergian Bang Rasyid, tidak ada yang dapat aku katakan hanya doa dalam hati di iringi isak tangisku menatap foto kami yang menjadi background desktop komputer Bang Rasyid.***

Tinggalkan Balasan