Berjalan menuju Kekudusan
Setiap tanggal 1 November, gereja Katolik memperingati & Merayakan hari para Kudus yang biasa disebut ( Gereja jaya ) mereka yang digelarkan suci , kudus, Saleh karena kehidupannya yang menjadi teladan dan menyelamatkan banyak orang dan setia pada pengajaran gereja.
Baru-baru ini, tepatnya tanggal 10 Oktober 2020, gereja juga mengadakan proses beatifikasi pada seorang muda yang baru berusia 15 tahun , sebagai seorang muda yang modern, berkutat dengan IT, punya web pribadi yang menyajikan “ Mujizat Ekaristi “ yang terjadi diseluruh dunia.
Karena sakitnya dia meninggal, namun dia telah membuat mukjizat atas kesembuhan seorang anak yang sembuh ketika berdoa dan menyentuh relikwinya ( barang/ benda dari orang kudus tersebut )
Nah anak muda tersebut adalah Carlo Acutsi, hal ini menunjukkan bahwa kekukudusan bisa diraih oleh siapa saja yang tua yang muda, biarawan/ biarawati ataupun awam.
Banyak cara yang membawa kita kearah hidup kudus, apa yang kita lakukan secara sadar yag membuahkan perdamaian, kebaikan, berkat bagi sesama kita pun pada diri sendiri.
Misalanya senyum yang tulus, pikiran positif, kata- kata yang menghibur, sejuk, ramah, tindakkan yang menolong, meringankan beban sesama dan masih banyak lagi.
Disaat Pandemi ini, Tuhan telah membukakan kita jalan yang lebar pada kita untuk dapat melakukan perbuatan yang baik dan berguna. Manakala banyak orang putus asa dan bimbang akan kebaikan Tuhan, karena situasi yang tidak menentu. Kita bisa hadir untuk menghibur, mendengarkan keluh kesah, menguatkan bahkan mencarikan solusi dan pekerjaan bagi mereka.
Dalam pengamatanku dan apa yang kualami,disaat Pandemi ini, justru banyak orang yang peka, dan terbuka hatinya untuk saling menolong dan berbagi dengan sesamanya. Bahkan mereka sungguh menggunakan kesempatan pun situasi yang tak menentu ini untuk menjadi berkat bagi sesamanya.
Kekudusaan bukanlah hal yang jauh di awang-awang yang sulit diraih, namun hal -hal yang praktis yang hadir dalam kehidupan manusia setiap hari.
Yang dibutuhkan adalah Kepekaan untuk melihat setiap kesempatan itu. Apakah hatiku terbuka dan punya waktu untuk melakukannya jika kesempatan itu ada didepan mata kita?
Kekudusan tidak hanya terkait akan perhatian dan kepedulian kita kepada sesama teapi juga kepedulian, kepekaan dan rasa cinta serta memelihara keutuhan Alam Ciptaan Tuhan, yang terbentang di alam semesta ini.
Kita disadarkan batin kita, dan dibukakan mata kita bahwa Pandemi Covid-19 terjadi terkait dengan perusakan bumi kita dan penghancuran nilai intrinsiknya. Menanggapi semua ini Bapa Suci Paus Fransiskus mengajak kita untuk mencintai dan merawat bumi dengan Ensikliknya “ Laudato Si “
Melihat semua yang terjadi ini adalah gejala sakit parahnya bumi Pertiwi kita dan kegagalan kita untuk peduli; lebih dari itu, suatu tanda kelesuan rohani kita sendiri (Laudato Si ’ 119).
Akankah kita dapat menyembuhkan perpecahan yang telah memisahkan kita dari dunia alami kita, karena terlalu sering mengubah subjektivitas tegas kita menjadi ancaman bagi ciptaan, ancaman bagi satu sama lain?
Mempelajari suatu pelajaran berarti menjadi sadar, sekali lagi, tentang kebaikan hidup yang memberikan dirinya kepada kita, dengan melepaskan energi yang berjalan bahkan lebih dalam daripada pengalaman kehilangan yang tak terelakkan, yang perlu diperjelas dan dipadukan dalam makna keberadaan kita.
Kita dilahirkan sebagai “ Citra Allah “ untuk memelihara, membangun dan menghiasi dunia agar lebih baik, dan mengajak banyak jiwa saudara saudari kita untuk menikmati kebahagiaan surgawi, dimana Allah berkehendak pada setiap mahkluk-Nya dengan cara mewujudkan perdamaian dan saling mencintai ****
Oleh Sr. Maria Monika Puji Ekowati SND
Artikel ke : 28 YPTD