“Gede… Aku bingung, nih!”
Alvi menatap Gede. Gede duduk di atas sepedanya. Keduanya akhirnya bertatapan.
Mereka sedang bersepeda keliling desa. Mereka beristirahat di pinggir sawah. Pagi terus beranjak menuju siang.
Gede akhirnya menjawab, “Kalau boleh tahu, apa yang membuat kamu bingung, Vi?”
Alvi menggelengkan kepala. Sesekali dia menggaruk kepalanya. Padahal dia tidak merasa gatal.
“Cerita, dong! Siapa tahu aku bisa bantu,” kata Gede kemudian.
Alvi menarik napas. Setelah itu mengatur posisi duduknya. Akhirnya, dia mulai bercerita.
“Begini, De. Kebetulan hari ini ibu ulang tahun,” jawab Alvi.
Gede pun menyahut, “Terus apa yang membuatmu bingung?”
Alvi tersenyum, “Aku bingung mau memberi ibu kado apa.”
Gede tertawa kecil. Dia turun dari sepedanya. Selanjutnya dia mendekati Alvi.
“Oh gitu. Kalau boleh tahu di rumah ada barang bekas tidak?” tanya Gede sambil kembali ke sepedanya.
“Di rumah banyak sekali stik es krim. Aku bingung mau bikin apa, ya?” kata Alvi.
Alvi memegang dagunya. Pikirannya tertuju ke rumahnya. Terutama bahan-bahan untuk prakarya.
“Aha! Aku punya ide,” kata Gede.
Alvi pun menyahut, “Apa tuh, De?”
“Nanti saja, deh. Mendingan kita jemput Alberto dulu, yuk!”
“Oke!” jawab Alvi sambil menggenjot sepeda hijaunya.
Gede juga tidak mau ketinggalan. Kakinya dengan lincah mengguncang pedal. Dia pun berhasil menyusul Alvi.
Sepanjang perjalanan mereka tertawa. Sawah menghijau menjadi saksinya. Di kejauhan gunung juga menunjukkan keindahannya.
Sepeda mereka berdua terus melaju. Mereka melewati jalan aspal. Kadang menanjak, sesekali menurun.
Akhirnya, mereka tiba di depan rumah Alberto. Di depan rumah besar itu mereka berhenti. Mereka turun di depan gerbang.
Mereka melihat rumah megah bercat putih. Rumah itu terlihat sepi. Alvi dan Gede saling berpandangan.
“Mungkin mereka masih ibadah Minggu, De,” kata Alvi.
Gede membalas perkataan Alvi, “Iya juga, ya. Tapi biasanya seginian sudah selesai, deh.”
“Iya juga, ya,” kata Alvi kemudian.
Keduanya kembali berpandangan. Mereka memutuskan duduk. Mereka memutuskan bersandar di tembok pagar rumah Alberto.
Tidak lama kemudian ada sebuah mobil. Mobil itu berwarna putih. Suaranya terdengar semakin dekat.
Alvi dan Gede berdiri. Mobil itu berhenti di depan mereka. Sesaat kemudian pintunya terbuka.
“Eh… Alvi, Gede! Sudah lama kalian?” tanya Alberto yang baru saja turun.
Alberto mengajak Alvi dan Gede masuk. Mereka berjalan tepat setelah mobil masuk gerbang. Di halaman mereka berhenti.
Alvi menyampaikan maksud kedatangannya. Alberto akhirnya menyetujuinya. Dia segera masuk dan minta izin.
Sementara Alvi dan Gede menunggu teras depan. Di sana mereka berdua terlihat mengagumi rumah Alberto. Sesekali mereka menunjuk bagian yang menarik perhatian.
Tidak lama kemudian, Alberto keluar membawa tasnya. Dia segera mengambil sepedanya. Ketiganya pun berpamitan kepada ibu Alberto.
Mereka bertiga tertawa sepanjang perjalanan. Tidak lupa mereka bercerita tentang rencana. Sebuah rencana membuat prakarya melalui kerjasama.
Tidak lama kemudian mereka tiba di kompleks perumahan. Mereka mengayuh sepedanya dengan hati-hati. Banyak anak-anak bermain di jalan itu.
Mereka berhenti saat melewati rumah Gede. Gede berpamitan pada ibunya. Ibunya sedang membersihkan area sekitar pura rumahnya.
Ketiganya melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka menuju arah rumah Alvi. Tidak lama kemudian mereka tiba juga.
Mereka disambut ayah Alvi. Ibu Alvi sedang pergi arisan bersama ibu-ibu kompleks. Mereka pun memarkirkan sepedanya di halaman.
Alvi mengajak Gede dan Alberto ke belakang. Di sana mereka mulai menyiapkan alat dan bahan. Mereka pun membagi tugas.
Alberto mengeluarkan alat gambarnya. Gede menyiapkan peralatannya. Sedangkan Alvi menyiapkan stik es krimnya.
“Wah! Bagus sekali gambarmu, Bert!” kata Alvi sambil tertawa.
Mereka pun melanjutkan pekerjaan. Mereka mulai menyatukan stik es krim. Pekerjaan itu dilakukan mengikuti gambar Alberto.
Setelah itu, mereka pun mulai merakitnya. Tidak lama kemudian merak telah menyelesaikan pekerjaannya. Mereka tidak lupa merapikan kembali alat dan bahannya.
Saat mereka sedang beristirahat, mereka mendengar suara salam. Alvi bergegas mengajak Gede dan Alberto ke depan. Tidak lupa mereka membawa karya mereka.
Setelah menjawab salam, Alvi dan teman-temannya mencium tangan ibu Alvi. Tidak lupa mereka mengucapkan selamat ulang tahun. Ibu Alvi terharu karenanya.
Alvi menyerahkan karya mereka. Karya itu berbentuk berugak dari stik es krim. Berugak adalah tempat istirahat seperti gardu jaga.
Ibu Alvi menerima dan mengucapkan terima kasih. Sebelum masuk, Ibu Alvi mengacungkan jempol kepada mereka bertiga. Ketiganya akhirnya ikut masuk.
Di ruang makan ayah Alvi sudah menunggu. Ada kue dengan lilin yang menyala. Perayaan pun berjalan sederhana, tetapi penuh syukur bahagia.
Sudomo, S.Pt.
(Email: sudomo.spt@gmail.com)