Ketika Aku Menjadi
Tumbuh dari keluarga yang sederhana dengan jumlah anggota keluarga yang tidak di bilang sedikit. Anak ke enam dari tujuh bersaudara membuat saya terbiasa untuk patuh pada kakak-kakak serta terbiasa berbagi tugas dan berbagi hal lain. Dari kecil sudah bercita-cita jadi guru karena terinspirasi dari seorang guru Taman Kanak-Kanak dimana ia sekolah disana. Menurutnya profesi guru sangat menyenangkan karena bisa berbagi hal baik untuk orang lain. Dan ilmu yang di tularkan dapat manjadi amal jariyah.
Di lingkungan tempat saya tinggal, sering saya bermain bersama teman-teman seusia bahkan usia di bawah saya dengan bermain sekolah – sekolahan di mana saya menjadi guru dan teman lain sebagai muridnya. Aah masa itu…
Dengan segala keterbatasan keluarga dari seorang ayah yang berkerja sebagai pegawai tata usaha di sebuah puskesmas Dinas Kesehatan serta seorang ibu rumah tangga. Dalam mencukupi dan membiayai anak-anak sekolah hanya mengharapkan gaji yang bisa dibilang kecil. Untuk menambah penghasilan ibu membuat es lilin dan snak ringan untuk di titipkan di warung dekat sekolah dasar di dusunku. Alhamdulilah sedikit banyak membantu ibu dalam memenuhi uang jajan anak-anaknya.
Orang tua mana yang tidak ingin anak-anaknya sukses, begitu pula orang tuaku. Mereka juga mengharapkan anak-anaknya bisa sukses baik dunia maupun akhirat. Dengan berprinsip anak harus bisa sekolah maka orang tua bekerja keras banting tulang untuk menyekolahkan kami anak-anaknya,walaupun kakak-kakak hanya lulusan sekolah menengah atas. Kebanyakan setelah lulus kakak bekerja ke luar kota akupun juga saat itu ikut untuk merantau di suatu kota, namun 2 tahun menjalaninya rasanya pekerjaan itu tidak sesuai dengan hati saya walau di bilang dengan gaji yang lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhanku dan juga bisa sedikit bantu kirim ke orang tua di kampung.
Ternyata gaji besar tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan kepuasan lahir batin. Hari-hari dalam bekerja terasa seperti tidak mengenal lelah pergi pagi pulang malam. Rutinitas itu saya rasakan selama 2 tahun. Memang Tinggal di kawasan industri jarang sekali untuk bisa mendapatkan kesempatan melakukan kegiatan sosial seperti yang saya alami dulu saat masih di kampung halaman.
Banyak pengalaman berharga dari sana yang bisa jadi bekalku hidup di kemudian hari. Bahwa untuk mempertahankan hidup itu kita butuh suatu perjuangan, tidak boleh berpangku tangan dan berdiam diri menunggu keajaiban datang.
Akhirnya saya putuskan untuk keluar dari pekerjaanku dan kembali ke kampung seperti harapan orang tuaku. Mereka mengharap diriku untuk bisa sekolah lagi dan mengabdikan diri di Sekolah Dasar Swasta di daerah tempat tinggalku. Kebetulan saat itu di SD tersebut masih kekurangan dewan guru.
Menjadi guru yang hanya bermodalkan pengalaman mengajar di TPA tidak membuatku patah semangat, segera saya daftarkan diri untuk kuliah di jurusan tarbiyah. Mengajar sambil belajar sangat bermanfaat, saya mendapatkan ilmu dan sekaligus dapat mempraktekkan langsung ilmu yang saya miliki di sekolah saya mengabdikan diri tersebut.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, saya rasakan kebahagiaan yang amat sangat setelah saya jadi guru honor di desaku. Gaji kecil bahkan sangat kecil dibandingkan dengan gajiku saat merantau namun ada kepuasan tersendiri yang dapat saya rasakan. Bahagia saat bisa membuat siswa bisa mengerjakan tugas yang saya berikan, bahagia dapat menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan, bahagia bisa membersamai mereka belajar, bahagia bisa berbagi cerita dengan mereka. Bahkan kebahagiaan berlebih saat mendampingi siswa untuk mengikuti lomba hingga tingkat kabupaten dan mendapatkan juara. Alhamdulilah puji syukur kehadirat-Mu Ya Rabb.
Hari hari berlalu hingga tidak terasa telah 7 tahun saya mengabdikan diri di SD tersebut. Banyak suka duka yang saya rasakan dan masuk tahun ke 5 di mana saat itu saya sudah mulai berumah tangga dan saya rasakan banyak kebutuhan yang harus dicukupi. Namun aku tetap bertahan untuk tetap mengabdikan diri di sana karena masalah rasa, rasa yang membuatku jatuh cinta pada duniaku ini.
Tidak dipungkiri di saat sudah berkeluarga maka hubungan sosial kemasyarakatanpun juga meluas dan kebutuhan materi juga bertambah. Suami yang saat itu juga masih honor bekerja sampingan untuk dapat memeuhi kebutuhan kami. Allah tidak tidur dan selalu tahu perjuangan hambanya. Allah selalu memberikan rizki dari yang tidak disangka. Rizki dalam hal ini tidak hanya berupa uang namun di sana saya dan suami diberikan rizki berupa teman-teman hebat, yang baik hati dan sering membantu kami saat kami mengalami kesulitan. Anugrah terbesar pun Allah berikan untuk kami yaa.. Saya mengandung anak pertama. Bersyukur tak lupa kami ucapkan. Alhamdulialah Allah memberi kepercayaan untukku untuk menjadi seorang ibu seutuhnya. Jarak rumah ke sekolah yang tidak membutuhkan waktu lama membuat saya memanfaatkan waktu yang ada untuk bisa menjaga kesehatan saya dan janin. Setiap pagi rutin untuk melakukan jalan kaki serta menghirup udara segar.
Dalam berumah tangga tentu saja banyak hal-hal kecil yang kadang membuat hati kita merasa tidak nyaman, apalagi saat seorang istri sedang mengandung, butuh perhatian ekstra dari suami. Sempat berfikir untuk bisa seperti orang-orang lain saat sedang hamil bisa selalu istirahat di rumah semua kebutuhan sudah tercukupi bisa istirahat siang dan sebagainya, itu semua jarang saya dapatkan karena saat pagi hari mengajar sore hari saya harus masuk kuliah. Baru malam hari saya bisa istirahat belum jika ada siswa yang kebetulan rumahnya dekat dengan saya datang untuk di ajari mngerjakan pekerjaan rumah.
Bagi seorang ibu hamil pekerjaan itu sangatlah melelahkan jika tidak di niati dengan hati yang ikhlas untuk berbagi. Sang janin pun sepertinya mengerti akan posisi ibunya dia tidak rewel dalam rahim, bisa di ajak aktivitas dari pagi sampai sore bahkan malam hari masih ikut belajar dengan siswa-siswa saya.
Allah pun berkehendak lain saat hari perkiraan lahir tertanggal 15 Februari namun sang bayi lahir 31 Desember artinya bayi lahir belum waktunya atau disebut prematur. Bayi pertamaku lahir 7 bulan. Beruntung kondisi bayi sehat hanya saja berat badan masih kurang normal dan harus tetap berada di rumah sakit beberapa hari. Meskipun demikian apapun yang Allah berikan tetap harus disyukuri.
Saat sudah menjadi seorang ibu yang harus mengurus bayi dan keluarga namun saya tetap mengabdikan diri sebagai guru honorer, tanpa memikirkan gaji yang saya terima. Saya tetap melaksanakan kwajiban untuk mendidik dan mengajar siswa-siswa saya. Hanya terkandang harus pulang dulu untuk memberikan ASI terhadap si kecil, jadi harus pandai-pandai membagi waktu.
Suka duka menjadi guru honor dan seorang ibu yang memiliki seorang bayi mungil dapat saya rasakan sebagi ujian dan jalan untuk meraih kesuksesan.
Suatu pekerjaan apabila ditekuni dan dijalankan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab itu akan berbuah manis pada akhirnya. Yaa. Saat ada ujian CPNS pun saat itu saya ikut untuk mendaftar diri namun berhubung saya belum memiliki ijasah SI maka saya daftar untuk bagian TU yang syaratnya masih lulusan SMA. Karena saat itu saya baru memiliki ijazah SMA. Pengumuman pun sudah keluar dan ternyata saya tidak lolos dengan ujian tersebut. Sedih tentu … namun setelah saya kembalikan semua pada Allah justru saya bersyukur. Allah sangat tahu saya tidak cocok untuk bekerja sebagai TU tapi Allah tahu bahwa saya lebih cocok untuk jadi guru. Jiwa guru sudah terpatri dalam hati sanubariku.
Allah memberikan jawaban atas doa dan usaha saya selama ini. Tahun 2008 saya dinyatakan lolos data base guru honorer dan harus melakukan pemberkasan pengangkatan CPNS. Masya Allah hal yang tidak saya duga selama ini Allah memberi imbalan yang indah atas apa yang telah saya lakukan. Syarat-syarat yang di minta BKD saat itu saya lampirkan dalam pemberkasan tersebut dan ternyata semua sesuai seperti yang ada dalam syarat-syarat yang diminta. Berhubung saya sebagai honor selalu melaksanakn tugas dengan tertib dan daftar hadir yang di minta dapat saya penuhi bahkan saat saya melahirkan pun tidak minta cuti dan tetap melaksanakan tugas mendidik dan mengajar. Jadi tidak masalah ketika diminta daftar hadir dari tahun ke tahun.
Dari saat pengumuman lolos data base dan melengkapi berkas persyaratan para guru yang memenuhi syarat maka SK pun keluar setelah sekitar satu bulan. Surat keputusan di berikan secara serentak dari jenjang TK sampai SMA sekitar 500 orang guru.
Tiba saatnya namaku di panggil untuk menerima SK tersebut, pelan pelan saya buka amplop itu dan… yaa.. terbaca jelas di sana nama, nip dan tempat tugas saya. Saya ditugaskan di salah satu SD yang ada di kecamatan Gedangsari.. nangis tak bisa saya tahan.. bersyukur dan bahagia tentu , namun membaca nama kecamatan Gedangsari saya menagis karena mungkin sedikit berontak.. kok saya ditugaskan sangat jauh dari desa tempat tinggal saya, sempat berpikir negatif saat itu. Kaget karena di antara 16 orang yang masuk data base di kecamatan tempat tinggal saya ternyata hanya saya sendiri yang di tempatkan di kecamatan yang jauh.
Waktu untuk berpamitan dari SD tempat di mana saya mengabdikan diri pun terlaksana dengan hati yang berat saya sampikan untuk minta maaf apabila selama bekerja di SD ini saya banyak salah dan karena untuk melaksanakan tugas yang baru maka saya harus meninggalkan sekolah yang saya cintai ini sekolah yang mampu membuat saya lebih bisa berfikir dewasa sekolah yang mampu mengenalkan diri ini arti dari sebuah kasih sayang dan persahabatan. Terima kasih siswa-siswaku terima kasih bapak ibu guru serta terutama bapak kepala sekolah yang begitu banyak memberikan ilmu yang begitu berharga pada saya. Semoga Allah senantiasa memberikan berkah untuk keluarga SD ini.
Bulan September 2008 saya mulai melaksanakan tugas di tempat yang baru dengan suasana yang baru. Harus pandai-pandai membawa diri di lingkungan yang baru. Awal-awal tentu saja kaget karena harus melakukan perjalanan jauh dari rumah ke sekolah yang sebelumnya hanya jalan kaki untuk bisa sampai ke sekolah. Dengan keiklasan dan semangat untuk terus berbagi maka lelah pun bisa hilang. Sedikit sedih juga dengan harus meninggalkan si buah hati yang sebelumnya tidak pernah di tinggal sebegitu lamanya.
Doa adalah kekuatan, dengan doa saya bisa lewati kesedihan yang saya rasakan toh dengan jauh dari anak, saya bisa mengambil pelajaran arti dari sebuah kebersamaan tetap berharap akan limpahan rahmad-Nya semoga anak saya yang saat itu masih balita tidak rewel ketika harus ditinggal ibunya.
Alhamdulilah Allah selalu memberi kemudahan kemudahan setiap ursanku. Begitu besar kasih sayang dan Rahmad-Mu ya Allah.. tidak ada kata lain selain bersyukur dan terus bersyukur atas semua yang telah Allah berikan.
Keputusan untuk meninggalkan pekerjaan saya di perusahaan ternyata tidak salah. Yaa saya menemukan kebahagiaan saat harus memilih sebagai guru. Jadi guru tidak akan pernah rugi sebagai guru bisa memiliki jariyah yang kelak bisa membantu keadaan kita di akhirat. Guru yang mampu melaksanakn tugas dan kwajiban dengan baik. Jadilah guru yang selalu di rindukan anak-didik kita. Guru yang mencintai profesinya bukan guru kebetulan atau pun guru asal-asalan. Selamat berkarya dan terus berbagi, berbagi tidak akan pernah rugi. Jalani semua dengan Lillahi ta’ala apalagi di masa pandemi saat ini guru di tuntut untuk terus belajar dan jangan mengeluh tentang keadaan ini. Jadikan keadaan ini sebagai tantangan kita untuk bisa berbenah dan terus belajar dan belajar sepanjang hayat untuk lebih baik lagi agar mampu mendidik dam membimbing generasi penerus kita agar mereka mampu menghadapi tantangan hidup kedepan yang samakin sulit.
#KarenaMenulisAkuAda
#Day39KMAAYPTDChallenge
Gunungkidul, 29 September 2021