Maraknya Pungli di KPK, Tak Cukup Dengan Me-restart Lembaga

Terbaru0 Dilihat

Ramai-ramai melakukan aksi pungutan liar oleh puluhan pegawai rumah tahanan KPK, ada apa dengan lembaga anti korupsi ini? Telah terungkap sebanyak 93 pegawai rumah tahanan KPK terlibat pungli. Kasus ini sudah lama terjadi, tetapi baru terungkap belakangan. Hal itu setelah Dewan Pengawas KPK melakukan penyelidikan terhadap 190 saksi yang sudah diperiksa. Hasilnya, sebanyak 93 pegawai rutan KPK akan menjalani sidang etik oleh Majelis Etik Dewas KPK.

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenur Rohman mengatakan, pelanggaran yang terjadi di dalam lembaga anti-rasuah  sudah merambat dari pimpinan hingga ke tingkat pegawai. Ia merujuk pada kasus yang menjerat ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan. (bbc.com, 15/01/23).

Ironis, lembaga yang seharusnya bersih  tindak  korupsi, malah mengotori dirinya sendiri dengan pegawai yang tidak berintegritas.  Tak heran bila banyak pihak mendesak agar KPK “di-restart” demi membenahi penuh kinerjanya. Namun, cukupkah membenahi lembaga anti korupsi yang korupt ini hanya dengan me-restart?

Rekam Jejak Negatif KPK

Ada sejumlah rekam jejak negatif pada tubuh KPK dalam perjalanan memgemban tugasnya. Pertama, revisi UU KPK  yang menuai polemik. Revisi ini membuat  taring KPK dalam memberantas korupsi menjadi tumpul. Kondisi ini tak lepas dari pimpinan KPK yang bermasalah sejak awal penunjukannya.

Sosok Firli Bahuli yang ditunjuk sebagai ketua KPK kala itu memicu kontroversi. Mulai kontroversi naik helikopter mewah, TWK pegawai KPK, himne KPK, pemberhentian Brigjen Endar, pembocoran dokumen penanganan kasus korupsi di Kementerian ESDM, hingga  dugaan pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Kedua, Tentang Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Beberapa waktu silam, sebanyak 75 pegawai KPK diberhentikan dengan alasan tidak lolos TWK. Publik menilai TWK merupakan upaya untuk melemahkan KPK dengan menyingkirkan orang-orang yang berintegritas terhadap pemberantasan korupsi. Bahkan, kala itu, pengamat korupsi dan Amnesty Internasional menyebut TWK di KPK—yang berimbas pada pemberhentian puluhan pegawai yang tidak lulus tes sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Ketiga, keterlibatan puluhan pegawai KPK, termasuk kepala rutan secara berjemaah dalam kasus pungutan liar. Dengan terbongkarnya kasus ini,  menjadi jawaban mengapa ada ruang sel  dengan fasilitas supermewah seperti di Lapas Sukamiskin. Begitu pula perilaku napi korupsi yang masih bisa pelesiran keluar, padahal posisi mereka sebagai terpidana.

Hari ini kasus pungli kembali mengemuka sekaligus menegaskan ketiadaanfungsi dari lembaga anti korupsi ini untuk menumpas korupsi dan praktek kecurangan keuangan yang lain. Aktifitas mereset ulang atau merestart KPK dengan pembenahan menyeluruh tidak akan efektif selama sistem yang berjalan justru menyuburkan perilaku korupsi.

Tumbuh Subur Di Alam Demokrasi

Aksi menangkap koruptor  dengan OTT guna memberantasnya telah lama digelar. Namun gurita korupsi semakin menjadi-jadi. Korupsi seakan sudah menjadi hal biasa, bahkan telah membudayaa dalam sistem demokrasi. Karenanya aksi pemberantasan yang ada tak berjalan efektif.

Pemberantasan korupsi tidak akan selesai hanya dengan  merestart KPK. Karena aneka  praktek korupsi dan kecurangan keuangan lainnya lahir dari  sistem demokrasi. Sistem ini tegak dengan asas sekularisme liberal, yakni menjauhkan agama (Islam) dari kehidupan. Di mana dengan asas yang liberal ini seorang  pejabat negara tidak menjadikan agama  sebagai standar dalam perbuatannya. Mereka tak mengenal halal-haram sebagai tolok ukur  dalam beraktifitas Alhasil, mereka halalkan segala cara untuk memperkaya dirinya. Korupsi atau pungli menjadi mudah untuk mereka tempuh.

Hukum dan perundang-undangan dalam sistem demokrasi juga bersifat lentur dan mudah direvisi. Akibatnya sistem ini tak berhasil mewujudkan sanksi hukum yang dapat memberikan efek jera. Pada faktanya, kebanyakan sanksi bagi pelaku korupsi masih terkategori ringan, bahkan diskon hukuman buat pejabat korupt menjadi hal yang biasa.



Persoalan yang luncul dari sistem, solusinya harus berskala siatem. Islam mampu menjawab persoalan ini. Dalam sistem Islam, hal  penting dalam penanganan korupsi adalah kontroling. Sebelum penindakan, Islam memberi solusi preventif  melalui kontrol individu, masyarakat, dan negara.

Kontrol individu lahir dari akidah islam yang ada pada individu, baik  rakyat maupun pejabat. Spirit ruhiah yang terbangun dalam kehidupan Islam akan membentuk rasa takut setiap hamba kepada Allah Taala. Dengan merasa selalu diawasi oleh Allah, ia sadar bahwa setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban.

Kontroling dari masyarakat terlahir dengan diterapkannya aturan Islam. Buah dari tegaknya sistem islam adalah terciptanya kebiasaan beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Masyarakat sendirilah yang menjadi pengontrol dan pengoreksi para pejabat negara sehingga tertutup celah untuk melakukan praktik korupsi dan kecurangan lain.

Tanpa peran negara, pengawasan individu dan masyarakat menjadi akan memudar.  Hal itu karena negaralah yang  memberlakukan hukum dan sistem sanksi secara legal yang memberi efek jera bagi para pelaku kriminal apapun.

Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pejabat negara. Sistem penggajian yang layak, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pelarangan setiap pejabat negara menerima hadiah merupakan mekanisme dan  upaya pencegahan adanya praktik suap dan korupsi.

Dalam sistem pemerintahan Islam terdapat lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat,  yaitu Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan. Hal itu pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan untuk mengawasi kekayaan para pejabat negara.

Demikianlah gambaran mekanisme dalam sistem Islam guna memberantas korupsi. Penerapan sistem Islam secara kafah akan mengatasi korupsi  dan memberi efek jera bagi prlakunya. Menjadi kebutuhan mendesak untuk menerapkan sistem yang mampu menyelesaikan perbagai macam persoalan masyarakat dan negara. Tidak ada sistem terbaik  kecuali sistem yang berasal dari Zat yang Menciptakan manusia dan segala makhluk.

Tinggalkan Balasan