Pemerintah Sibuk Urus Covid-19 pada Mudik Lebaran dengan Mengabaikan HIV/AIDS

Kesehatan87 Dilihat

PSK yang bekerja pada pelacuran dan prostitusi online di berbagai daerah akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS ketika mereka mudik lebaran

Oleh: Syaiful W. HARAHAP

Setelah dua kali Lebaran mudik dihadang, Lebaran tahun 2022 ini pemerintah membuka kran mudik secara besar-besaran dengan syarat sudah Vaksinasi Covid-19 dan menerapkan protokol kesehatan (Prokes). Celakanya, epidemi HIV/AIDS yang masih jadi persoalan besar justru diabaikan.

Sejak pandemi Covid-19 muncul, isu epidemi HIV/AIDS di Indoesia pun tenggelam, padahal penyebaran HIV/AIDS terjadi juga di masa pandemi Covid-19.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Tenggelamkan Isu Epidemi HIV/AIDS Indonesia

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2 Februari 2021, menunjukkan para priode Januari — Desember 2020 yang merupakan tahun pertama pandemi Covid-19 ditemukan 41.987 kasus HIV/AIDS.

Sedangkan dari 1 Januari 2021 sampai tanggal 30 Juni 2021 menunjukkan terdeteksi 17.797 kasus HIV/AIDS.

Sementara itu jumlah kumulatif HIV/AIDS per 30 Juni 2021 mencapai 569.903 yang terdiri atas 436.948 HIV dan 132.955 AIDS.

Sejak reformasi tempat-tempat pelacuran yang dijadikan sebagai lokalisasi dan resosialiasi (Lokres) pelacuran yang dibina dinas sosial ditutup di seluruh wilayah Indonesia. Akibatnya, tidak ada lagi penjangkauan untuk melakukan penyuluhan dan advokasi, terkait dengan upaya mencegah penularan HIV/AIDS, terhadap pekerja seks dan laki-laki pelanggan pekerja seks serta germo.

Praktek pelacuran pun bertebaran di sembarang tempat dan sembarang waktu. Bahkan, belakangan ini sejak muncul media sosial praktek pelacuran marak sebagai prostitusi online. Kondisi ini kian membuat runyam penanggulangan HIV/AIDS karena pekerja seks yang praktek melalui prostitusi online tidak bisa dijangkau.

Baca juga: PSK Mudik Lebaran: Ada yang Bawa AIDS sebagai Oleh-oleh

Celakanya, pandemi Covid-19 juga membuat survailans tes HIV (tes HIV pada kalangan tertentu dan para kurun waktu yang tertentu untuk memperoleh prevalensi HIV-positif) tidak dijalankan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenkes dan Dinas-dinas kesehatan pemerintah daerah).

Pekerja seks komersial (PSK) sendiri dikenal 2 tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2). PSK tidak langsung adalah pekerja seks yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK pada prostitusi online, dll.

PSK langsung pun sudah lari ke prostitusi online karena mereka tidak lagi dilokalisir sehingga praktek PSK langsung pun masuk ke ranah prostitusi online.

PSK yang bekerja melalui prostitusi online, baik sebagai PSK langsung maupun PSK tidak langsung, tentulah ikut mudik juga. Mereka umumnya praktek di kota-kota besar dan kota-kota dengan industri serta daerah tujuan wisata (DTW).

Di Indonesia dikenal ada beberapa daerah tujuan pelacuran yang khas, yaitu:

  • Batam dan Kepulauan Riau serta Riau jadi daerah tujuan laki-laki dari Singapura dan Malaysia,
  • Pontianak dan Singkawang jadi daerah tujuan laki-laki dari China dan Taiwan
  • Bali jadi daerah tujuan laki-laki dari manca negara,
  • Cilegon (Banten) dan Cikarang (Jawa Barat) jadi daerah tujuan laki-laki dari Korea Selatan, serta
  • Kawasan Puncak (Jawa Barat) jadi daerah tujuan laki-laki dari Asia Depan dan Timur Tengah.

PSK yang bekerja melalui prostitusi online di daerah-daerah tidak terjangkau sehingga status HIV mereka tidak diketahui. Celakanya, tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada PSK yang bekerja melalui prostitusi online itu, sehingga status HIV mereka hanya bisa diketaui melalui tes HIV.

Namun, karena tidak ada mekanisme yang komprehensif untuk mendeteksi HIV pada PSK yang bekerja melalui prostitusi online, maka ada di antara mereka yang potensial sebagai “pembawa HIV/AIDS” ke kampung halamannya.

Baca juga: PSK dan Perantau Mudik Bisa Jadi Ada yang Bawa AIDS sebagai “Oleh-oleh”

PSK yang bekerja melalui prostitusi online itu ada yang mempunyai suami atau pacar di kampong sehingga bisa terjadi penularan HIV/AIDS jika ada hubungan seksual tanpa kondom. PSK yang bekerja melalui prostitusi online yang positif HIV/AIDS yang tidak punya suami dan pacar pun bisa jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di kampungnya jika mereka menjalankan praktek pelacuran.

Dengan segala macam keterbatasan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS pada PSK yang bekerja melalui prostitusi online, maka langkah yang bisa dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan dinas-dinas kesehatan pemerintah daerah adalah menyebarluarkan informasi terkait dengan risiko penyebaran HIV/AIDS oleh PSK yang bekerja melalui prostitusi online.

Poin yang perlu dalam penyebaran informasi itu adalah anjuran dan ajakan bagi laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan istri atau perempuan yang bekerja sebagai PSK pada prostitusi online.

Tanpa langkah yang konkret penyebaran HIV/AIDS di Indonesia akan terus terjadi yang akan jadi “bom waktu” yang kelak jadi “ledakan AIDS” di Indonesia (kompasiana.com). *

Tinggalkan Balasan