KMAB27
Perda-perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS Thailand, maka adakah langkah konkret penceghan HIV di Perda AIDS Sumut
Oleh: Syaiful W. Harahap
“Baskami berpendapat banyak Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) malu untuk melaporkan dirinya.” Ini pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut), Baskami Ginting, dalam berita “Tertinggi ke 5, Puluhan Ribu Warga Sumut Mengidap HIV/AIDS” (detiksumut, 15/4-2022).
Pernyataan Baskami itu terkait dengan dugaannya bahwa jumlah sebenarnya penderita HIV/AIDS jauh lebih tinggi dari angka yang ada saat ini. Dilaporkan sampai Desember 2021, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumut sebanyak 13.150.
Angka ini berbeda dengan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 30 September 2021, yaitu jumlah kasus HIV/AIDS di Sumut sampai 30 Juni 2021 sebanyak 27.044 yang terdiri atas 22.518 HIV dan 4.526 AIDS.
Memang, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan (13.150) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar Gung Es).
Tapi, kasus yang tidak terdeteksi bukan karena (mereka) “malu untuk melaporkan dirinya.” Pernyataan Baskami ini salah kaprah karena semua orang yang menjalani tes HIV otomatis akan terdaftar di fasilitas kesehatan (Faskes) tempat mereka mejalani tes HIV.
Dalam berita disebutkan Pemprov Sumut dan DPRD Sumut menyetujui peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Menurut Baskami, dibutuhkan regulasi mendukung pengobatan dan pencegahan penularan HIV/AIDS yang tertuang dalam Perda.
Pengobatan adalah langkah di hilir. Artinya yang ditangani adalah warga yang sudah tertular HIV/AIDS. Jika yang dilakukan Pemprov Sumut hanya pengobatan itu sama saja dengan membiarkan warga Sumut tertular HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK), baik PSK langsung maupun PSK tidak langsung.
PSK dikenal dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, namun karena sejak reformasi tidak lagi ada lokalisasi pelacuran PSK langsung pun beralih jadi PSK tidak langsung,
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek prostitusi online.
Lokalisasi pelacuran pun sekarang sudah pindah ke media sosial dengan transaksi melalui ponsel. Sedangkan eksekusi seks yang terjadi di sembarang waktu dan sembarang tempat sehingga tidak bisa lagi dijangkau untuk sosialiasi seks aman (laki-laki selalu memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual).
Sedangkan pencegahan sudah bisa dipastikan di dalam Perda itu hanya pasal-pasal normatif yang merupakan “copy-paste” dari Perda-perda AIDS yang sudah ada. Di Indonesia sudah ada sekitar 150 Perda AIDS, sementara di Sumut sendiri Sedangkan di Sumut sudah ada 3 perda yaitu: Kabupaten Serdang Bedagai (2006), Kota Tanjung Balai (2009), dan Kota Medan (2012).
Apakah Pemprov Sumut dan DPRD Sumut belajar dari tiga perda itu? Yang perlu diingat adalah program penanggulangan HIV/AIDS dan Perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS Thailand.
Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand
Dalam berita disebutkan: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi meyakini Perda HIV/AIDS akan mempermudah pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Sumut.
Sayang, Perda AIDS Sumut belum bisa diakses sehingga tidak bisa diketahui pasal-pasal penanggulangn. Tapi, sebagai gambaran Perda AIDS Sumut akan berguna jika bisa menutup 11 pintu masuk HIV/AIDS ini:
(1). Melalui laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(2). Melalui perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(3). Melalui laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(4). Melalui perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.), karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(5). Melalui perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(6). Melalui laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsug atau PSK tida langsung, karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS. (Lihat matriks penanganan di hulu).
(7). Melalui laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi ‘perempuan’ (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi ‘laki-laki’ (dalam bahasa waria menempong atau menganal).
(8). Melalui perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan waria heteroseksual (waria tidak memakai kondom). Dalam prakteknya waria ada yang heteroseksual sehingga menyalurkan dorongan seksual dengan perempuan. Bisa saja waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(9). Melalui laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki atau perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(10). Melalui laki-laki dewasa homoseksual yaitu gay (secara seksual tertarik pada sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(11). Melalui laki-laki dan perempuan dewasa yang menyalahgunakan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian memakai jarum suntik karena bisa saja salah satu atau beberapa dari mereka mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang masuk ke jarum suntik mengandung HIV/AIDS yang selanjutnya menular ke penyalahguna berikutnya.
Baca juga: Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia ‘Mengekor’ ke Ekor Program Thailand
Dari 11 pintu masuk HIV/AIDS hanya poin 11 yang bisa diintervensi, sedangkan pintu masuk yang lain bersifat privasi. Sedangkan poin 6 juga tidak bisa lagi diintervensi karena praktek PSK tidak lagi dilokalisir.
Baca juga: Tanpa Pasal yang Konkret, Perda AIDS Sumatera Utara Kelak Akan Sia-sia
Jika Perda AIDS Sumut yang sudah disahkan itu tidak mempunyai program yang konkret untuk menutup 11 pintu masuk HIV/AIDS di atas, maka penyebaran HIV/AIDS di masyarakat Sumut, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, terjadi tanpa disadari jadi ‘bom waktu’ yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS.’ (Sumber: Kompasiana, 3/5-2022). *