Tidak Ada Kaitan Antara Miras dan Pintu Masuk HIV/AIDS

Edukasi90 Dilihat

“Minum minuman keras itu jelas tidak baik apalagi kalau kita lihat kaitannya dengan penyakit HIV AIDS, dimana seperti kita ketahui pintu masuknya adalah dari miras.” Ini pernyataan Sekjen MUI, Anwar Abbas, dalam berita “Sebut Bahaya Miras Jadi Pintu Masuk HIV AIDS, MUI Dukung Penuh Penetapan RUU Minuman Beralkohol” di bogor.pikiran-rakyat.com, 13 November 2020.

Pernyataan ini juga dikutip oleh (13 November 2020): liputan6.com, jurnalpresisi.pikiran-rakyat.com, ayosurabaya.com, batamnews.co.id, news.detik.com, dan islamtoday.id; (12 November 2020): mediaaceh.com, dan aksi.id.

Pernyataan ini, sebut pintu masuk HIV/AIDS, menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis adalah nol besar. Tampaknya, media memainkan isu ini sebagai bagian dari sensasi karena sebagian media telah kehilangan fungsi yaitu bagian dari  pendidikan.

Isu yang diangkat media itu sangat mempengaruhi pola pikir sebagian warga dengan tingkat literasi yang rendah dan mengabaikan media mainstream dengan memilih media sosial sebagai pegangan. Kondisinya kian runyam karena media tidak mempertimbangkan term of reference dan field of experience pembaca.

Dalam berita-berita yang mengutip pernyataan tsb. tidak ada both side coverage yaitu keterangan dari ahli tentang penyebutan “miras sebagai pintu masuk HIV/AIDS”.

  1. Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia Tercepat Ketiga di Asia

Tidak ada kaitan antara miras, istilah untuk minuman beralkohol yaitu minuman keras, dengan penularan HIV/AIDS. Dalam jumlah yang bisa ditularkan virus (HIV) ada di darah (laki-laki dan perempuan) semen dan air mani bukan sperma (laki-laki), cairan vagina (perempuan) dan air susu ibu/ASI (perempuan).

Penularan HIV/AIDS melalui darah yaitu transfusi darah yang mengandung HIV, pemakaian alat-alat kesehatan yang bisa menyimpan darah (seperti jarum suntik), jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) yang dipakai secara bersama-sama dengan bergantian, dan cangkok organ tubuh.

Penularan HIV/AIDS melalui semen, air mani dan cairan vagina yaitu hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dari yang mengidap HIV/AIDS ke pasangannya.

Penularan HIV/AIDS melalui ASI yaitu menyusu kepada seorang perempuan yang mengidap HIV/AIDS, seperti bayi dan yang yang lain.

Secara medis hanya tiga hal di atas yang jadi pintu masuk HIV/AIDS sehingga sangat terang-benderang bahwa tidak ada kaitan miras dengan penularan HIV/AIDS.

Mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan miras akan merusak program penanggulangan HIV/AIDS karena jadi hal yang kontra produktif. Padahal, saat ini penyebaran HIV/AIDS di Indonesia merupakan yang tercepat ketiga di Asia setelah China dan India.

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 12 Agustus 2020, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai 30 Juni 2020 sebanyak 522.304 yang terdiri atas 396.717 HIV dan 125.587 AIDS dengan 17.210 kematian.

  1. Pintu Masuk HIV/AIDS ke Masyarakat

Sebagai institusi keagamaan, MUI diharapkan bisa mendorong umat, khususnya umat Islam, agar tidak melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS di bawah ini, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(4). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.), karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(5). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini ‘menyamar’ sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(7). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(8). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan waria heteroseksual (waria tidak memakai kondom). Dalam prakteknya waria ada yang heteroseksual sehingga menyalurkan dorongan seksual dengan perempuan. Bisa saja waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(9). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki atau perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(10). Laki-laki dewasa homoseksual yaitu gay (secara seksual tertarik pada sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual (seks anal dan seks oral) tanpa memakai kondom, dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

  1. Praktek PSK Pindah ke Media Sosial

Hanya dengan langkah-langkah yang konkret penyebaran HIV/AIDS di masyarakat bisa dicegah bukan dengan pernyataan nyeleneh yang menyesatkan, seperti mengaitkan miras dengan pintu masuk HIV/AIDS, karena hal itu justru jadi kontra produktif dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.

Yang membuat celaka adalah perilaku berisiko nomor (1), (2), (3), (4), (5), (7), (8), (9), dan (10) terjadi di ranah privat sehingga tidak bisa diintervensi. Yang bisa dilakukan hanyalah meningkatkan kampanye agar warga tidak melakukan perilaku-perilaku tersebut.

Sedangkan perilaku berisiko nomor (6) yang bisa diintervensi hanya (a) tapi praktek PSK harus dilokalisir agar bisa diintervensi untuk menganjurkan laki-laki selalu memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Persoalannya adalah sejak reformasi lokasi dan lokalisasi pelacuran di Indonesia ditutup sehingga transaksi seks pindah ke media sosial yang tidak bisa dijangkau untuk melakukan intervensi.

Perilaku berisiko (6) b tidak bisa diintervensi karena transaksi melalui media sosial dan eksekusi bisa di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Itu artinya epidemi HIV/AIDS di Indonesia akan terus bergejolak yaitu infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa dengan indikator kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu hamil (Kompasiana, 16 November 2020) *

Tinggalkan Balasan