Fenomena Covid-19 Dunia, Ketika Italia di Puncak Pandemi Kasus Negara Lain Landai

Edukasi54 Dilihat

Ketika pandemi atau wabah virus corona baru (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) berkecamuk di Wuhan, China, akhir Desember 2019 banyak negara yang menganggap pandemi itu hanya akan bergejolak di China. Bahkan, ada anggapan setelah China ‘neraka’ corona berikutnya akan terjadi Korea Selatan (Korsel).

Perkiraan itu masuk akal karena penduduk Wuhan sekitar 11 juta sehingga penularan antar warga akan terjadi secara masif. Ternyata otoritas China tanggap dengan melakukan lockdown di Wuhan dan kota-kota lain serta menghentikan penerbangan dan transportasi lain dari dan ke China. Tes massal dijalankan.

Sementara itu negara-negara di dunia baru menghentikan penerbangan internasional akhir Januari 2020, padahal di awal Januari 2020 puluhan ribu warga Wuhan melancong ke belasan negara di dunia. 

Diperkirakan banyak di antara pelancong itu yang tertular corona tapi tanpa gejala. Di Bangkok, misalnya, terdeteksi dua warga Wuhan yang tertular virus corona tanggal 13 Januari 2020 dengan keluhan demam, sakit kepala dan sakit tenggorokan. Ini kasus pertama corona di luar China.

Langkah China membuahkan hasil. Virus tidak menyebar luas di daratan China. Laporan terakhir, 1 Juli 2020, seperti dilaporkan situs independen, worldometer, kasus Covid-19 di China 83.531. Ini menempatkan China di peringkat ke-22 dunia.

Korsel disebut sebagai hotspot setelah China juga buyar karena Negeri Ginseng itu tanggap dengan menjalankan tes swab massal secara sistematis melalui 633 outlet di seluruh negeri sejak tanggal 2 Januari 2020, serta menerapkan protokol kesehatan yang diikuti secara konsisten oleh warga. Soalnya, Korsel merupakan negara favorit warga China untuk melancong.

Di awal Januari 2020 puluhan ribu pelancong dari Wuhan berlibur ke Korsel, tapi warga di negeri itu sudah paham menjaga diri sehingga yang kontak dengan puluhan ribu pelancong Wuhan yang diperkirakan banyak yang tertular corona tanpa gejala hanya orang-orang yang terkait langsung, seperti karyawan hotel, transportasi, rumah makan, dll. Sedangkan warga lain memilih tetap di rumah dan jika keluar rumah memakai masker dan jaga jarak.

Kasus pertama terdeteksi di Korsel tanggal 20 Januari 2020 pada seorang anggota jemaat rumah ibadat, belakangan 200 jemaat rumah ibadat itu hasil tesnya positif Covid-19. Laporan terakhir menunjukkan kasus Covid-19 di Korsel 12.800. Korsel ada di peringkat ke-62 dunia.

Yang membuat kaget adalah hotspot atau episentrum corona justru ‘terbang’ ke Eropa yaitu Italia. Negeri Pizza itu pun jadi ‘neraka’ corona dengan deteksi kasus harian yang banyak. 

Puncak pandemi terjadi pada rentang waktu 19 Maret 2020 dengan kasus harian 5.323 sampai 12 April 2020 dengan kasus 4.094. Puncak kasus pada 21 Maret 2020 sebanyak 6.353. Selanjutnya kasus baru harian terus turun sampai kasus terendah 23 Juni 2020 sebanyak 113.

Laporan situs independen, worldometer, tanggal 1 Juli 2020 pukul 01.20 WIB menunjukkan ada delapan negara yang menyalip Italia (240.578) dalam jumlah kumulatif Covid-19 yaitu Chili 279.393, Peru 282.365, Spanyol 296.351, Inggris 312.654, India 585.210, Rusia 647.849, Brasil 1.383.678 dan Amerika Serikat (AS) di puncak pandemi global dengan jumlah kasus 2.699.554.

Ada fenomena yang menarik jika dilihat kurva laporan harian Covid-19 di Italia dan delapan negara itu, kecuali Spanyol yang juga pernah jadi episentrum Covid-19 di Eropa sebelum digeser negara lain. Ketika terjadi puncak pandemi Covid-19 di Italia kasus baru harian di tujuh negara yang menyalip Italia sedikit dan landai.

Tapi, setelah puncak pandemi di Italia turun, di negara-negara itu justru terjadi lonjakan kasus baru setiap hari.

  1. Chili dan India

Chili, misalnya, kasus terbanyak baru terjadi tanggal 13 Mei 2020 sebanyak 3.113. Selanjutnya kasus terus meroket sampai puncaknya tanggal 14 Juni 2029 sebanyak 8.120. Setelah itu kasus mulai turun tapi jumlah kumulatif Covid-19 di Chili dilaporkan 279.393 melampaui kasus Italia 240.578. Chili ada di peringkat ke-8 dunia.

 

Kurva Italia dan Chili (Dok Pribadi)

Sedangkan India yang sekarang ada di peringkat ke-4 dunia di awal-awal pandemi juga kasusnya rendah bahkan ketika terjadi puncak pandemi di Italia. Baru tanggal 4 Mei 2020 kasus harian mulai banyak yaitu 3.932. 

Hari-hari berikutnya kasus baru terus meningkat sampai pada puncaknya tanggal 27 Juni 2020 sebanyak 20.131. India menerapkan lockdown sejak 24 Maret 2020, dengan pengawasan yang ketat. Polisi mencambuk warga yang keluar rumah. Laporan terakhir kasus Covid-19 di India sebanyak 585.210.

Kurva Italia dan India (Dok Pribadi)

2. Brasil Meroket

Begitu juga dengan Brasil. Ketika puncak pancemi di Italia kasus di Brasil sedikit dan landai. Baru tanggal 25 April 2020 kasus harian banyak yaitu 6.201. Selanjutnya kasus baru harian terus meroket dengan puncak pada 19 Juni 2020 sebanyak 55.205. 

Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, di awal pandemi di negaranya dia sesumbar dengan mengatakan infeksi virus corona hanya ‘flu ringan’. Desakan masyarakat untuk membuka lockdown di beberapa provinsi dia setujui. Menteri kesehatan dipecat. 

Laporan terakhir kasus Covid-19 di Brasil 1.383.678. Yang menjadikan Negeri Samba ini sebagai episentrum Covid-19 di Amerika Selatan (Latin). Bahkan, kematian di Brasil terbanyak kedua setelah AS yaitu 58.927.

Kurva Italia dan Brasil (Dok Pribadi)

Presiden AS, Donald Trump, juga sesumbar bahwa tidak ada kesempatan bagi virus corona menginfeksi warganya (11 Maret 2020). New York merupakan salah satu kota tujuan pelancong Wuhan. 

Awal Januari 2020 diperkirakan ratusan pelancong Wuhan terbang ke New York rayakan tahun baru, sebagian dari mereka tertular corona tanpa gejala. Akhir Januari 2020 pemerintahan Trump hentikan penerbangan dari dan ke China serta menolak warga China masuk AS, tapi dikatakan pakar itu sudah sangat terlambat.

3. AS Bercokol di Puncak Pandemi Global

Ketika pundak pandemi di Italia kasus di AS juga tidak banyak. Laporan kasus harian yang banyak baru pada 22 Mei 2020 yaitu 9.446. Selanjutnya kasus baru harian naik-turun tapi di angka yang sangat besar. Jika melihat grafik harian hampir sepanjang waktu terjadi ‘puncak’ pandemi.

Selain itu warga AS dan pemegang izin tinggal di AS boleh masuk AS biar pun dari China. Banyak warga AS yang tidak percaya pandemi Covid-19 dengan menuding negara serta ideologinya sebagai penebar bohong. 

Laporan terakhir menunjukkan kasus Covid-19 di AS mencapai 2.699.554. Kematian terbanyak di dunia karena Covid-19. AS bercokol di puncak pandemi Covid-19 global dengan ‘sumbangan’ kasus sebesar 25,71% untuk kasus global.

Kurva Italia dan AS (Dok Pribadi)

Bagaimana dengan Indonesia? Seperti kita ketahui kasus pertama yang diakui pemerintah diumumkan tanggal 2 Maret 2020 sebanyak dua kasus. 

Padahal, sebelumnya pakar … tidak percaya kalau di Indonesia belum ada kasus corona karena sepanjang Januari dan Februari penerbangan internasional masih berjalan normal. Bahkan, pelancong dari berbagai negara yang tertahan di Bangkok dan Kuala Lumpur melanjutkan penerbangan ke Indonesia, terutama ke Denpasar, Bali.

Disebutkan pula ada kekhawatiran ketidakmampuan Indonesia mendeteksi corona. Selain itu ketika dunia menghentikan penerbangan dan beberapa negara menerapkan lockdown serta menutup tempat wisata, Indonesia justru sebaliknya. 

Penerbangan internasional normal dan wisatawan asing banyak yang datang ke Indonesia. Ini dibantah oleh Menkes Terawan Agus Putranto dan menantang pakar Universitas Harvard, AS. 

Tapi, fakta menunjukkan pengalaman Pasien 01 dan 02 yang ketika berobat ke rumah sakit tidak menemukan penyebab penyakit. Penyakit Pasien 01 dan 02 baru ketahuan sebagai Covid-19 setelah dites di RS Infeksi Sulianti Saroso. Ini bisa jadi bukti kekhawatiran kalangan pakar di Harvard.

Kurva Italia dan Indonesia (Dok Pribadi)

Sebelum dan sesudah puncak pandemi di Italia kasus corona dilaporkan tidak ada di Indonesia. Maka, grafik pun kosong dan baru mulai tanggal 2 Maret 2020 ada kasus yang di hari-hari berikutnya naik perlahan dan landai. 

Ini terjadi karena jumlah warga yang tes Covid-19 sejak tanggal 2 Maret 2020 sangat sedikit yaitu 477.318 rata-rata 3.944,78 per hari. Dengan jumlah ini proporsi tes Covid-19 per 1 juta populasi adalah 1.748. Angka ini sangat kecil kalau dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.

Jumlah kasus laporan harian baru menyentak warga tanggal 3 April 2020 sebanyak 196, karena sebelumnya hanya satu dan dua digit. Laporan kasus harian terus meroket dengan puncak laporan harian terbanyak 27 Juni 2020 sebanyak 1.385.  Dengan proporsi tes Covid-19 sebanyak 1.748 per 1 juta populasi dikhawatirkan pandemi akan berlangsung lama karena belum terjadi puncak pandemi. Ini karena jumlah warga yang tes Covid-19 sangat sedikit.

Ketika puncak pandemi Covid-19 belum tercapai, beberapa sektor kegiatan terutama bidang ekonomi dan keagamaan, sudah berjalan dengan ‘new normal’. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan, seperti selalu memakai masker di luar rumah dan menjaga jarak fisik sangat rendah. Bahkan, ada pejabat, anggota dewan dan polisi yang justru melawan ketika diingatkan agar memakai masker (Bahan-bahan dari: WHO, nytimes.com, worldometer, dan sumber-sumber lain) (Kompasiana, 1 Juli 2020).

Tinggalkan Balasan